Anjani Naela

14 1 2
                                    

Aku dan Juna berhenti disuatu gundukan tanah dengan nisan bernamakan Anjani Naela.

"Hai Anjani, lo apa kabar? Gue kangen banget sama lo, semoga seneng ya disana." tubuhku merosot kebawah dan air mataku tumpah begitu saja. Bahkan, Juna juga tidak bisa menahan air matanya. Namun, ia mencoba untuk menyembunyikannya.

Posisiku kini sudah terduduk disamping makam Anjani. Dengan sekuat tenaga, aku terus menerus menghapus air mata yang sedari tadi mengalir tanpa henti.

"Gue kangen sama lo.. hikss.. Gue kangen tawa lo, gue kangen candaan lo, gue kangen semua dari lo Anjani..hikss..." Aku terus menangis.

"Udah Zel, jangan nangis dong. Anjani ga suka liat lo nangis gini." lirih Juna berusaha menenangkanku.

"Semua gara-gara gue hiks.. Anjani pergi karena gue jun.." tubuhku bergetar kencang.

"Lo gaboleh nyalahin diri lo sendiri. Tuhan sayang sama Anjani, makannya Tuhan ngambil Anjani duluan." Juna mendekap tubuhku yang masih bergetar.

Aku hanya menggeleng dengan kencang, dan berusaha melepaskan dekapan Juna.

"Kalo waktu itu gue ga-" kalimatku terpotong karena Juna membungkam mulutku.

"Gue gamau denger itu lagi dari mulut lo, stop nyalahin diri lo sendiri. Semua udah takdir Zel, orang tua bahkan gue sendiri udah ikhlas atas kepergian Anjani." aku menatap Juna sendu.

Ya. Arjuna Narendra adalah saudara kembar dari Anjani Naela.

Juna masih membungkam mulutku, sedangkan aku hanya menggeleng dan menangis kembali. Kenanganku bersama Anjani terus terputar dikepalaku bagai kaset rusak.


























Flashback

Masa kecilku bersama dua A (Anjani dan Arjuna)

"Anjani, ayo mainn.. " aku berteriak didepan rumah Anjani.

"Eh, Zeline.. Bentar ya, bunda panggilin Anjani." ucap Bunda Saras - bundanya Anjani dan aku hanya mengangguk.

Tak lama, keluarlah dua anak kembar Anjani dan Arjuna.

"Zeline ngapain kesini?" tanya Juna.

"Zeline mau main sama Anjani, wleekk." aku menjulurkan lidah ke arah Juna.

"Ajun juga mau main, boleh ikutan main ga?" dulu Juna memanggil dirinya sendiri Ajun.

"Gaboleh." sungutku.

"Bundaaaaa.... Zeline nakal! Gamau ngajak Ajun main bareng.." Juna berteriak kencang sambil merengek.

"Kenapa ini?" Bunda Saras datang.

"Itu bun, Zeline gamau ngajak main ajun." Jelas Anjani ke Bundanya.

"Becanda tante, ya Ajun nyebelin sih." aku mempoutkan bibir.

"Yaudah, kalian main bertiga sana ditaman komplek." titah bunda.

"Boleh bun?" tanya Juna dengan riang.

"Yaudah yuk, kita main bareng bertiga." Anjani menarik tanganku dan tangan Juna.

Kurang lebih seperti itulah keseharianku bersama Anjani dan Arjuna. Kita tertawa bersama, bercanda bersama, dan melakukan semuanya bersama.

DIANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang