Terlihat wajah Clara terkejut bukan main. Begitu pun dengan Bang Alva. Kita semua berdiam diri beberapa detik. Lalu aku mencoba untuk mencairkan suasana.
"Kenapa malah diem-diem sih? Bang, masuk yuk gue kenalin ke temen-temen gue."
Akhirnya kita berkumpul diruang tengah, dan aku bersuara "Guys, kenalin ini kakak gue Arbecio Alvarendra. Panggil aja bang Alva."
"Hai kak, gue Iva. Raa tuh kenalan.." aku bisa melihat Iva menyenggol pundak Clara.
"Ah, iya gue Clara kak." Clara terlihat sedikit gugup.
Sedangkan Bang Alva hanya tersenyum, dan menyebutkan namanya. "Gue Alva."
"Bang, gue Arjuna Narendra. Orang paling ganteng se semesta." Juna ikut-ikutan memperkenalkan diri.
"Gue slepet lu jun," Bang Alva bergaya siap menerkam Juna.
"Slepet aja bang. Gedek gue liatnya." kini Jenia bersuara,
"Ampuun banggg hahahaha," kita semua tertawa nyaring.
Setelah itu Bang Alva memutuskan untuk pergi kekamarnya. "Kalo gitu lanjutin aja kerkomnya, gue tinggal ya," ujarnya.
"Bang! Mabar yok!" ajak Juna, menghentikan langkah Bang Alva.
"Berani berapa?" iseng Bang Alva.
"Yailah, perhitungan banget bang." Juna merajuk,
"Gitu aje ngambek, gue tunggu dikamar." Bang Alva lebih dulu melangkah ke kamarnya,
"Ssippppp!!" seru Juna sambil menyusul Bang Alva.
Terlihat begitu dekat bukan?
"Kakak lo El?" tanya Clara dingin, sedangkan aku hanya melirik Jenia dan ia hanya mengangguk pelan.
"Iya Ra, Kenapa?" tanyaku balik.
"Kita udah bareng berapa lama sih?" kini manik mataku dan Clara bertemu. Aku hanya mengerutkan dahi dan berkata "Maksudnya? Ya kita udah dari kelas 1 SMA, kenapa tanya gitu sih?" suasana menjadi lebih dingin.
"Kenapa gak dari awal bilang kalo kakak lo itu Rendra!" intonasi Clara meninggi. Tapi suaranya tidak terlalu keras.
"Ra? kenapa lo marah?" Iva berusaha untuk menenangkannya.
Sedangkan Jenia hanya berdiam diri ditempatnya.
"Rendra?" aku hanya kebingungan.
"Gue pulang!" Clara berdiri sambil menenteng tasnya. Aku berusaha untuk menahannya, "Lo kenapa sih Ra!? Kerkom aja belom mulai!" aku sedikit kesal.
"Kenapa ga terbuka sama kita sih El? Kalo lo dari awal bilang Rendra kakak lo, semua ga bakal begini!!" kemarahan Clara memuncak, serta menepis tanganku.
"Gak kakak gak adik sama-sama brengsek!!" setelah melontarkan kata yang kurasa kurang pantas, Clara langsung pergi dari rumahku.
Aku benar-benar tidak paham apa yang dimaksud Clara. Kenapa dia sangat marah? Ingin sekali aku mengerjarnya, tapi Jenia menahanku.
"Clara kenapa dah?" heran Iva,
"Benerkan apa yang gue bilang." ujar Jenia.
"Emang lo bilang apa? Gue gak dikasih tau ih.. Jahat banget kalian berdua." Iva mulai kepo,
"Ten-"
"Gak papa kok va, kayaknya Clara kenal sama kakak gue." aku segera memotong pembicaraan Jenia,
Iva menatap aku dan Jenia dengan penuh kecurigaan. Lalu berkata "Yahh, terus kenapa?"
"Mungkin dia marah, karena dari dulu gue gak pernah ngenalin silsilah keluarga gue ke kalian." jelasku,
"Tapi itu kan privasi lo, kenapa Clara harus marah?" kini Iva mulai kesal.
"Udah-udah, sekarang fokus aja ini ngerjainnya gimana?" Jenia berusaha mengganti topik pembicaraan.
"Gue aja yang kerjain, sekarang dah gak ada mood." Iva menawarkan diri, aku dan Jenia hanya bengong.
"Beneran? ini banyak banget loh." aku berusaha menyakinkan Iva, dan ia hanya mengangguk mantap. "Kalo gitu, gue juga pengen pulang." Kini Iva memutuskan untuk pulang.
"Fokus el," ujar Nathan disebelahku. Aku saat ini sedang kerja paruh waktu diminimarket dekat perumahan Clara.
"Sorry sorry nat," maafku kepadanya karena sudah menjatuhkan beberapa ciki.
"Ada masalah?" tanyanya, lalu aku menggeleng "Enggak kok."
Kreeettt
"Tuh ada yang beli, ini biar gue yang beresin." Nathan berdiri disampingku,
"Makasih Nathannn..." aku benar-benar gemas dengan manusia bernama Nathan ini.
Sementara pelanggan yang tadi masuk sedang memilih belanjaan. Tak selang beberapa lama, pelanggan itu ke kasir.
Ternyata pelanggan ini adalah Clara, dia memang sering kesini dan dia tau aku kerja paruh waktu. Sekarang aku melihat raut wajahnya sinis menatapku.
"Semuanya 30.000." ujarku kepadanya, sedangkan Clara segera mengambil uang dari dompetnya dan berkata, "Gue perlu bicara sama lo."
Pengunjung tidak terlalu banyak, dan Nathan juga bersedia stand by di kasir. Jadi, aku dan Clara duduk berhadapan didepan minimarket.
"Lo masih marah?" aku bertanya kepada Clara,
"Kenapa lo ga cerita sih el, kalo Rendra itu kakak lo!!"
"Dia lebih tua dari lo ra, bisa sedikit sopan?" Aku tidak suka jika dia seenaknya memanggil Bang Alva seperti itu.
"Orang kayak dia gak pantes gue panggil kak."
"Masalah lo sama dia apa sih? Oh, lo pacaran kan sama dia!?" kini aku tidak bisa menahan amarahku.
"Iya, gue pacaran sama dia. Lo tau? Penyesalan terbesar di hidup gue itu kenal sama kakak lo! Rendra!! Gue bener-bener nyesel ketemu sama dia!!" Clara berteriak,
Aku terkejut bukan main. "Jaga omongan lo ra, gue gak suka!"
"Kakak lo udah ngambil kehormatan gue, hal berharga yang gue jaga selama ini. Kakak lo bener-bener gilaa, dia ngelakuin semua yang dia mau tanpa mikirin perasaan gue!!!!"
PLAKKK
Aku menampar Clara saat itu juga. Aku tau semua tentang Bang Alva, tidak mungkin dia berbuat hal yang tak sepantasnya. Clara hanya tersenyum tipis dan melanjutnya kalimatnya.
"Bahkan dia bohong sama gue, tentang semua identitas dia. Dan bodohnya gue percaya gitu aja. Hidup gue udah diujung tanduk el!!"
"Gue gak paham sama apa yang lo bicarain ra, kakak gue bukan orang yang kayak gitu." lirihku,
"Gue juga gak tau kenapa dunia se-sempit ini el, tau kenyataan bahwa orang yang nyakitin gue luar dalam ternyata kakak dari sahabat gue sendiri. Sakit el, gue udah kehilangan semuanya..." Aku bisa mendengar isakan Clara, dia menangis.
"Kenapa lo gak jauhin dia?" pertanyaanku sukses membuat Clara menggeleng cepat. "Gue pernah coba buat jauhin dia, tapi dia licik el. Dia terlalu terobsesi sama gue, bahkan dia tau semuanya tentang gue."
"Kalo gitu biar gue yang bilang sama Bang Alva,"
"Gue takut el, gue takut sama diaaa..." tangisan Clara semakin menjadi.
Hatiku teriris melihat Clara ketakutan dan menangis dihadapanku, aku harus bagaimana?Aku masih terkejut mendengar semua fakta yang Clara bicarakan. Apa aku harus percaya dengan semua yang dia katakan?
"Sorry, tadi gue nampar lo." permintaan maafku dibalas anggukan oleh Clara, saat aku ingin berdiri untuk mendekatkan diri ke Clara. Tiba-tiba saja ada yang datang, menggunakan jaket hitam dan menarik tangan Clara secara paksa. Aku tau Clara pasti kesakitan.
"Pulang!!!!" suara ini sangat familiar ditelingaku.
"Lepasin!!! Lepasin guee!!" Clara meronta.
"Bang Alva cukup!!!" teriakanku sukses membuatnya terdiam.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANTARA
Teen FictionHanya mengisahkan tentang Zeline Zakeisha gadis berusia 18 tahun. Dimana ia sama sekali tidak ingin membebani orang lain. Dengan memendam semua apa yang menyakitkan dan ia rasakan. Aku berharap kalian jangan terlalu berekspetasi yang tidak-tidak. I...