Samar-samar aku membuka kedua mataku. Melihat keadaan sekitar, membuatku asing. Pemandangan kamar dengan warna cat berdominan hitam membuatku sedikit terkesiap.
Namun, tak lama kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu sebelum masuk kamar ini. Aku yang awalnya ingin beranjak dari tempat tidur, kembali menyembunyikan tubuh mungilku dibawah selimut. Berpura-pura tidur.
"Kamu belum bangun Zel?" suara itu, mengingatkanku dengan Bunda Saras.
Sebentar, Bunda Saras? Aku baru ingat jika tadi aku pergi bersama Juna. Tapi kenapa aku sampai dikamar ini? Jangan-jangan.. Aku langsung menghilangkan pikiran negatif itu.
Aku sedikit membuka selimut dan melihat Bunda Saras sedang ingin kembali keluar dari kamar. Sebelum keluar kamar, suaraku menghentikan langkah Bunda. "Bunda?"
Raut wajah Bunda benar-benar berubah, yang tadinya sedikit sendu sekarang mengulum senyum tipis.
"Kamu udah bangun sayang?" tanya bunda dan berbalik ke arahku. Aku hanya mengangguk.
"Tadi kamu pingsan, terus dibawa Juna kesini." mendengar kalimat bunda, membuatku menghembuskan napas lega.
"Sekarang Juna dimana bun?" tanyaku.
"Dia dibawah, lagi bicara sama Dokter Sam." jawabnya.
"Dokter Sam?" aku terkejut.
Beliau adalah psikiater yang mendampingiku dalam masa pemulihan dulu. Saat kejadian aku kehilangan Anjani satu tahun penuh aku rajin untuk terapi bersamanya.
Tapi, untuk sekarang aku jarang menemuinya. Karena diriku yang tidak bisa membagi waktu antara sekolah dan kerja paruh waktu.
"Iya, kamu mau makan?" tanya bunda Saras.
"Nanti aja bun, belum laper.." ujarku, namun tak lama kemudian perutku yang tidak bisa diajak berkompromi berbunyi dengan keras.
Kruk..krukk..
"Perut kamu gabisa bohong Zel, ayo kebawah kita makan sama-sama." ajak Bunda, aku balas dengan anggukan.
Ketika aku berjalan menuju ke ruang makan, aku melihat Juna, Dokter Sam, dan Om Adam sudah berkumpul.
"Zel, lo udah bangun? Masih pusing? Tadi kalo kebawah tu bilang, biar gue bawain makannya ke kamar." ucap Juna tiada henti.
"He'em, eh bunda bawain ayah minum ya.. Seret nih." Om Adam tertawa, dan berkata "Perhatian banget nih sama Zeline.. " ejek om Adam sambil mengedipkan matanya. Juna langsung cengo ditempat.
"Gue gapapa kok Jun, udah enakan." Ujarku
"Apa kabar Zeline?" kini Dokter Sam angkat bicara.
"Ehm.. Baik dok," jawabku.
"Sudah, sudah bicaranya nanti lagi. Sekarang kita makan dulu." setelah bunda Saras berkata seperti itu, semua langsung terdiam. Aku hanya menggelengkan kepala pelan.
Sekarang kita semua berada diruang tengah. Rasanya sedikit canggung.
"Maaf sebelumnya, apakah bisa kalian meninggalkan kami berdua?" pinta Dokter Sam, dia paham karena aku tidak mau semua orang tau akan apa yang aku alami.
"Baiklah, kalau ada apa-apa tinggal panggil saja." ujar Om Adam dibalas anggukan oleh Dokter Sam.
Bunda Saras dan Om Adam kini sudah pergi, "Jun, kenapa lo masih disini?" tanyaku.
"Biarin." singkatnya.
"ARJUNA NARENDRA!!!!!" teriak Om Adam dari taman belakang.
"Aisshhhh,, IYA! IYA! AYAH!!" gerutunya dan pergi meninggalkan aku dan Dokter Sam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANTARA
Teen FictionHanya mengisahkan tentang Zeline Zakeisha gadis berusia 18 tahun. Dimana ia sama sekali tidak ingin membebani orang lain. Dengan memendam semua apa yang menyakitkan dan ia rasakan. Aku berharap kalian jangan terlalu berekspetasi yang tidak-tidak. I...