Mengerang prustasi dengan tumpukan beberapa berkas didepannya, Jeno mengusap kasar wajahnya beberapa kali, bahkan helaan nafasnya pun terlihat berat, entahlah beberapa hari ini pikirannya seperti sedang berkelana jauh dan dan sulit untuk diajak fokus pada setumpuk pekerjaan yang dimilikinya, Jeno adalah pemiliknya namun mengapa dia terlihat begitu stress bukankah mudah baginya untuk menyuruh orang lain.
Dia adalah Lee Jeno putra tunggal dari Lee Donghae dan Lee Irene, usianya sudah menginjak tigapuluh tahun namun dia tidak pernah berniat untuk menikah setelah calon istrinya direbut oleh temannya sendiri, yang mungkin sekarang mereka sudah menjadi musuh.
pemegang perusahaan Lee Corp ini terkenal dengan ekspresi dinginnya, dia juga terkenal di Korea sebagai CEO tampan dan juga sukses diusianya sekarang.
Akhir-akhir ini Lee Corp dikenal bersaing dengan perusahaan Jung Corp, kedua perusahaan ini seperti sedang memiliki kontroversi tersendiri karena sejauh yang dikenal oleh masyarakat Lee Corp dan Jung Corp tidak pernah lagi bekerjasama setelah lima tahun terakhir.
Pernah ada rumor yang mengatakan jika ke-dua perusahaan tersebut dulunya pernah menjalani kerjasama dan bahkan pemiliknya pun sempat berteman baik.
Namun ada sebuah kejadian yang mana putra dari Lee Donghae yaitu Lee Jeno dan adik dari Jung Jaehyun yaitu Mark Jung memiliki perasaan yang sama pada satu perempuan yang bernama Kim Yura.
Sebenarnya Yura dan Jeno sudah menjalin hubungan, bahkan saat Jeno masih tinggal diluar negeri pun keduanya masih menjalani hubungan dengan baik.
Namun sayang Yura seperti telah terpikat terhadap laki-laki bermarga Jung itu dan berakhir dengan memutuskan hubungannya dengan Jeno dan menjalani asmara dengan Mark secara diam-diam.
Dan akhirnya Jeno mengetahuinya dan memberikan Mark sebuah kesepakatan untuk bisa mendapatkan Yura, dan setelahnya mereka terlibat persaingan untuk mendapatkan hati sang wanita.
Dan sayang dengan berat hati Jeno harus merelakan Yura, karena pada akhirnya Mark lah yang memenangkan hati Yura. Dam berakhir dengan memiliki dendam satu sama lain.
Sayang beribu sayang, setelah pernikahannya dengan Yura menginjak tahun kedua Mark harus merelakan kepergian sang istri untuk selamanya, Yura didiagnosa memiliki penyakit kanker paru-paru dan meninggal tepat dua tahun yang lalu, dari pernikahan tersebut keduanya belum dikarunia seorang anak.
Jeno menyalahkan Mark atas kematian Yura, dan mengatakan jika Mark tidak becus menjaganya dan membuat Yura sakit-sakitan, lalu berakhir meninggal. Karena tuduhan itu dendam keduanya semakin memanas dan mereka tidak pernah lagi terlihat akur sampai sekarang.
Jika mengingat kembali masalalu maka Jeno akan merasa kepalanya terasa pening dan berdenyut sakit, lalu berakhir dengan sebuah ingatan yang mana bisa membuatnya merasa bersalah seumur hidup, entahlah karena itu adalah kisah pribadi milik Jeno, bahkan keluarganya sendiri pun tidak ada yang mengetahuinya.
Jeno memijat pelipisnya yang begitu terasa sakit karena terus berdenyut hebat, dengan beberapa potongan ingatan dimasa lalu nya yang selalu menghantuinya.
Tok tok
"Masuk"
"Maaf mengganggu waktu anda Sajangnim, tuan besar ingin bertemu, dia sudah menunggu dilobi bawah"
"Katakan padanya aku akan sampai lima menit lagi"
"Baik Sajangnim" setelah mengatakan itu karyawan itu pun membungkuk hormat dan pergi meninggalkan ruangan Jeno.
Dengan terpaksa Jeno menyimpan kembali berkas-berkas miliknya itu dan beranjak dari kursi kerjanya menuju pintu keluar.
Suasana diluar kantor memang sedikit sepi, mengingat ini masih jam kerja namun masih ada beberapa karyawan yang terlihat berlalu lalang, dan juga beberapa karyawan wanita yang sedang bekerja diruang yang hanya menggunakan pembatas kaca seperti sedang memuja ketampanan pemilik perusahaan tempat mereka bekerja, dengan mata yang berbinar-binar mereka terus tersenyum kearah Jeno, namun sayang Jeno seperti tidak tertarik dengan salah satu dari mereka dan tetap melanjutkan perjalanannya.
"Kenapa ayah malah menunggu ku di lobi, kau bisa berkunjung diruangan ku"seru Jeno saat telah berdiri disamping sang ayah yang terlihat sibuk dengan ponselnya.
"Ayah aku mengajak mu berbicara, kenapa kau sibuk dengan ponselmu"
"Maaf nak, ayah hanya sedang melakukan pekerjaan, sebentar."jawabnya.
Menghela nafas pelan Jeno akhirnya mendudukkan dirinya disamping sang ayah, menyenderkan kepalanya pada dinding dibelakang, dan memijat pelan keningnya yang terus saja berdenyut.
"Tadi kau bertanya apa?"
Jeno menolehkan kepalanya. "Kenapa ayah tidak mengunjungi ruangan ku saja"
Donghae terkekeh lalu memukul pelan pundak putranya. "Ayah sudah tua, jadi sangat sulit untuk pergi terlalu jauh"
"Kau bisa menggunakan lift"
"Tetap saja saat keluar lift, Ayah harus tetap berjalan kan"
"Baiklah terserah ayah, katakan ada urusan apa sampai ayah repot-repot mau menemuiku"
"Kau ini selalu saja terburu-buru, biarkan ayah bernafas sejenak dan menghirup udara dikantor mu ini"rileks nya.
"Sungguh ayah, pekerjaan ku sangat menumpuk dan aku tidak bisa menundanya lagi, jadi jangan membuang-buang waktuku"erang Jeno pada sang ayah.
"Jeno ayah tidak percaya padamu, kau ini pemiliknya lalu kenapa kau harus merasa prustasi pada pekerjaan mu, perintahkan orang lain jika kau merasa lelah, jangan memaksakan nya."tutur sang ayah.
Memang, Jeno seharusnya memang tidak harus se prustasi itu karena menyuruh orang lain untuk melakukan pekerjaan nya bukanlah hal yang aneh, justru diluar sana banyak orang yang seperti itu, lalu kenapa Jeno tidak. Alasannya hanya satu Jeno sedang berusaha mengubur sebuah ingatan yang selalu menghantuinya dengan cara bekerja sepanjang waktu, bisa dikatakan jika Jeno adalah seorang Workaholic.
"Aku tetap tidak bisa"
"Terserah padamu, ayah hanya ingin mengingatkan. Dan lagi sampai kapan kau akan terus menyendiri seperti ini"
Selalu saja pertanyaan seperti itu yang keluar dari mulut ayahnya jika keduanya bertemu. Dan berakhir dengan sang ayah yang akan mendesak Jeno untuk segera menikah atau memaksa Jeno untuk menerima sebuah perjodohan dengan anak teman bisnisnya.
Jeno muak, dia seperti hidup sebagai boneka yang terus dikendalikan oleh sang ayah.
"Berhenti membicarakan hal tidak penting itu, karena aku masih suka untuk sendiri"
"Pikirkan tentang perusahaan mu Jeno, kau harus memiliki ahli waris"ucapnya dengan mulai menenangkan dirinya.
"Aku harap kau tidak melupakan pesaing mu dari Jung Corp Jeno"lanjutnya lagi.
"Aku tidak akan pernah lupa ayah, jadi kau tenang saja"sulit memang jika bersaing dengan perusahaan lain, karena pada akhirnya Jeno akan dituntut oleh sang ayah untuk menjadi yang terbaik minimal diatas perusahaan Jung.
"Lalu kenapa kau terus menolak untuk ku jodohkan, apa kau tau jika Jung telah memiliki seorang penerus Jeno. Meskipun Mark tidak memiliki seorang anak setidaknya dia memiliki seorang sepupu yang bisa diandalkan bahkan dari yang kudengar anak itu sangat pandai, itu akan menjadi ancaman kita dimasa depan"
"Ayah stop, kumohon berhenti terus menuntut ku seperti ini dan ingat kita masih dilobi, jangan membuat aku emosi dan berakhir dengan beberapa karyawan berspekulasi buruk tentang kita. Dan Apa kau pikir dengan menikah aku akan bisa memiliki seorang putra laki-laki dan berakhir mengalahkan Jung Corp, tidak ada jaminan ayah, aku masih mampu dan akan tetap mampu. Jadi, tanpa mengurangi rasa hormat ku padamu ayah, kau bisa pulang sekarang"seru Jeno sedikit pelan, dengan berdiri dari duduk nya dan mempersilahkan ayahnya untuk pergi, bukan tidak sopan hanya saja ini yang terbaik Jeno sedang tidak ingin berdebat dengan siapapun termasuk ayahnya.
Berdiri dengan rasa kesal pada putranya, Donghae sedikit mengeratkan giginya. "Shin, bantu aku, kita harus segera pulang karena sepertinya kunjungan ku tidak diterima dengan baik, disini"teriak nya memanggil sang supir pribadinya.
"Mari tuan"
Orang-orang yang berada disana menatap kedua anak dan ayah itu dengan terheran-heran. Sedangkan Jeno dia mengusap wajahnya dengan kasar lalu membalikkan tubuhnya, untuk segera kembali keruangan nya.
Tbc
***