2. Sopir

95 12 3
                                    

Tekan tanda 🌟 sebelum membaca!

Selamat membaca😁

》° BAGIAN 2 : SOPIR °

R e k t i f i k a s i

"Apa ibu bilang, suka kali kamu ini main hujan-hujanan." Suara ibu terdengar dari arah dapur. "Beres minum obat, bantu ibu bangunkan adikmu. Kita akan pergi makan keluar nanti malam." Ibu tersenyum menatapku, wajahnya berseri. Aku bisa menebak, ibu pasti habis mendapatkan tunjangan tiga bulan sekali dari restoran tempat bekerja. Syukurlah, aku turut senang.

"Tapi, jika kamu masih sakit, kita tunda besok atau lusa saja."

"Aruma ikut bu." Putusku.

Hari Minggu. Toko bunga Koko di pasar tutup.

Tidak ada kata besok jika sekarang bisa, mengingat bahwa setiap saatnya aku harus beraktivitas penuh. Saat pagi pukul tujuh aku sudah pergi ke kampus untuk menghadiri kuliah dengan berjalan kaki karena memang tidak memiliki kendaraan pribadi, terkadang juga menaiki bus umum dari halte pinggir kota. Kampus dan rumahku dekat, hanya berjarak dua kilo meter, jika hanya jalan tak akan membuat kakiku encok kan?

Pulang dari kampus, aku sempatkan terlebih dahulu mampir ke sekolah Fatir, untuk menjemputnya. Tak perlu mengkhawatirkan makan siang apa yang Fatir akan makan nanti. Ibu akan kembali ke rumah.

Ibu mendapat giliran bekerja malam hari. Pekerjaan ibu sederhana saja, menjadi pengantar makanan di restoran kecil pusat kota yang buka dua puluh empat jam dan selalu ramai karena memang menu makanannya enak. Tak lama pun, aku kembali ke toko bunga Koko, menjadi pegawai di sana sampai pukul sepuluh malam toko tutup.

Hidup yang sangat monoton bukan?

Mau bagaimana lagi, jalani saja. Hidup ini fana, tidak ada yang abadi.

"Bukan makan di restoran ibu kan?" Sahutku, Ibu balas dengan kekehan kecil.

"Kamu pasti bosan," tawa ibu terdengar.

Aku menimpali dengan tawa kecil dan menggeleng. "Tidak ibu. Ayolah, mari kita makan di tempat yang baru dengan suasana berbeda."

Ibu mengangguk membalas, "Datanglah dulu ke restoran ibu jam empat sore bersama Fatir, ibu akan pergi dulu ke sana, giliran yang izin ibu gantikan siang hari ini."

Aku menautkan alis, "Ibu akan izin?"

"Iya," ibu menatapku, seakan ibu tau apa yang ada dibenakku. "Tidak apa-apa Aruma. Toh, ibu menggantikannya siang ini."

"Baiklah, kalau begitu."

*

Aku bertaut di depan cermin berukuran minimalis. Atasan kaus putih polos dengan sweater abu-abu panjang dipadukan dengan rok berwarna abu bermotif bunga pemberian Bapak saat ulang tahun diumurku yang ke dua puluh dua tahun.

Aku mengambil kardus kecil yang kusimpan di bawah kasur, sedikit berdebu, langsung kutiup-tiup. Sepasang sepatu flats warna hitam terlihat. Dekoran pita yang menghiasi atasnya masih sangat indah. Pemberian seseorang dua tahun silam dari yang namanya tak akan pernah kusebut lagi.

Mengapa aku masih menyimpan?

Jawabannya sederhana, jika sesuatu sudah dibelikan dan dikasih untukmu, simpan dan rawatlah itu.

"Mbak pakai sepatu itu?" Suara Fatir terdengar, berdiri tegak di depan pintu kamar dengan tangan bersiku.

"Oi, sejak kapan kamu berada di sini?"

REKTIFIKASI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang