12. Rumit

54 7 8
                                    

Tekan tanda 🌟 sebelum membaca!

Selamat membaca😁

°BAGIAN 12 : RUMIT°

R e k t i f i k a s i

"Kamu sudah bangun ternyata." Aku melirik ke sumber suara. Di sebelahku ada Basra dan belakangnya ada ... bapak gojek. "Terkejut?" Lantas Basra menyunggingkan senyum. "Tak perlu khawatir, kami bukan monster Aruma."

Tangan Basra bergerak ingin menyentuh keningku, aku mundur dengan cepat, menghindari kontak dengannya. Senyum dari wajah Basra merekah kecil, dia seperti mengerti kodeku yang tak mau disentuh.

Mataku menilik Basra. Di belakang tengkuknya terdapat perban memanjang, beberapa goresan luka di wajah masih membekas setelah diobati. Mungkinkah Basra adalah pria yang duduk disebelahku saat aku dijadikan sandera oleh bapak gojek? Dan ketika sebuah truk menabrak mobil kami? Lantas aku menatap bapak gojek di belakang. Kondisinya pun tak kalah jauh dari Basra.

Basra yang membaca gerak-gerikku, dia ikut menoleh ke belakang.

"Dia temanku." Pria itu menatapku, "Bapak gojek yang bertemu denganmu di pasar ibu kota tiga tahun silam."

Realita memang pahit, ya?

Bagaimana bisa sekarang bapak gojek dan pembelinya yang kuanggap tak punya moral malah berteman. Pembeli yang memaksa bapak gojek mengantar barang pesanannya di tengah lebatnya hujan mengguyur. Tidak mungkin kan mereka berkorelasi untuk ... mengerjaiku? Apakah ini prank seperti di internet atau media sosial. It's not funny. Di mana mereka menaruh kamera sekarang?

Aku bangun dari ranjang. "Aku ingin pulang brengsek!" Basra tergelak pelan, suara serak dan basahnya mendominasi ruangan berukuran besar dengan furntur kayu jati gelap dicat hitam kelabu. "Kan sudah kubilang aku ingin bicara denganmu dulu, beri aku kesempatan."

"Sekarang kamu sudah bicara denganku Basra!"

Entah aku salah bicara atau apa, tawa Basra semakin jadi, senyum merekah diwajahnya. "Aku rindu panggilan namaku darimu, Aruma."

Brengsek! Bantal di ranjang kuambil, tanpa aba-aba aku melempar ke arahnya dengan kasar. Basra mengelak, bantal itu sia-sia terlempar.

Pria itu tampak berjalan ke arah lemari, mendekati loker kecil di nakas sudut ruangan kamar. Dia mengambil kotak hitam tertutup, lantas kembali duduk di sisi ranjang. Posisi kami sekarang, aku berdiri di dekat jendala kamar, bapak gojek di hadapanku dan Basra di tengah.

Basra mengeluarkan beberapa foto.

Foto beberapa hari yang lalu.

"Bapak gojek ini adalah Kadek. Dia bukan bapak gojek seperti yang kamu kira gojek pada umumnya. Kan sudah kubilang padamu, dia temanku." Aku diam tak balas apapun, biar Basra yang mendominasi sekarang.

Basra menunjukkan foto rumah. Aku ingat ini rumah kediaman Keluarga Legous, tempat kasus dua orang mayat ditemukan oleh anak kecil dan yang akan aku lakukan autopsi.

Foto selanjutnya diperlihatkan, ada dua mayat terbungkus kain kafan yang sedang proses untuk dikebumikan. Foto ketiga muncul, proses pemakaman dengan khidmat saat sedang berdoa.

"Mereka adalah orang tuaku." Aku terhenyak kaget. Sekarang aku mengerti. Ternyata dua mayat yang akan aku dan Gita autopsi adalah ayah dan ibu dari Basra. Itu berarti ... wanita paru baya cantik yang kutemui di Restoran Emilia Romagna dan bertemu di bus tiga tahun silam.

Ya Tuhan ....

"Aku turut berduka." Kali ini, suaraku tulus, mengucapkan bela sungkawa kepadanya.

Hening beberapa saat.

REKTIFIKASI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang