0. prolog

175 24 12
                                    

Semilir angin berhembus, membelai rambut seorang pria berambut hitam yang kini hanya terdiam membisu.

Sepasang tanduk mencuat dari kepala, dengan sepasang sayap hitam dan merah yang juga keluar dari punggungnya, menandakan dia bukanlah manusia.

Langit malam yang seharusnya dihiasi dengan gugusan bintang, kini berubah menjadi merah bagaikan darah dengan retakan dimana-mana.

"Kau tidak perlu melakukan hal ini, Azazel ...." Seorang gadis kecil, hanya menatap ke arah pria itu dengan linangan air mata.

Tangannya mulai bergetar tak karuan, dia kemudian menatap sebuah pedang yang dia tancapkan pada perut pria itu, membuat darah mengucur deras dari sudut bibir pria tersebut.

Sang pria lagi-lagi hanya terdiam menanggapi hal itu, dia kemudian membelai pipi sang gadis dan menatap mata ungu violetnya.

Sang pria lagi-lagi hanya terdiam menanggapi hal itu, dia kemudian membelai pipi sang gadis dan menatap mata ungu violetnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Sumber : Google/DN)

"Aku-"

"Greetel! apa yang kau lakukan!? cepat bunuh dia, aku tidak bisa menahan kekuatannya lebih lama lagi!" Sebelum pria bertanduk itu sempat untuk mengatakan sesuatu, Siluet seorang pria segera meneriaki gadis itu, mencoba untuk membuatnya tersadar.

Sebuah kepingan dengan aura merah bercampur hitam, terlihat melayang di hadapan pria itu. Dia, bersama dengan dua siluet lain kini berusaha keras untuk menahan dan menjauhkan kepingan tersebut sejauh mungkin dari Azazel.

"Sial! kita tidak memiliki pilihan lain. Avtros, Zee jaga kepingan Time selama beberapa waktu, aku akan mencoba untuk menyegelnya." Satu dari tiga siluet itu segera meminta dua siluet lainnya untuk menahan kepingan tersebut, membuat salah satunya membelalakkan mata.

"Apa membunuhnya sekarang masih terasa mustahil?" Sosok yang sebelumnya menyela pembicaraan Azazel dan Greetel terlihat menggigit bagian bawah bibirnya.

"Kita tidak memiliki pilihan lain, keberadaan kita berlima membuat tempat ini menjadi tidak stabil, Avtros kita harus mengalahkannya, sekarang atau tidak sama sekali." Menutup kedua matanya, siluet itu mencoba untuk fokus.

"I look to the Void, where the life was no necessary again."

Dia mulai merapalkan mantra, sementara sang pria bertanduk yang kini berada dalam keadaan sekarat secara tiba-tiba menyerap kepingan tersebut dari jarak jauh, membuat Avtros dan Zee yang  sebelumnya bertugas untuk menahan kepingan tersebut hanya bisa mengumpat dalam-dalam.

"Where Time, Space, even Reality was not working anymore..."

Sementara itu, sang pria yang masih membacakan mantra terlihat menyipitkan mata, membuatnya mempercepat bacaannya.

"Only Fate can resistant, but there Was no escape."

"Where the suffer only one you can feel.."

Secara tiba-tiba, sebuah lubang hitam tercipta di sekitar pria bertanduk dan gadis kecil, menyerap tubuh keduanya dengan cepat.

"Greetel!"

Avtros yang melihat hal itu dengan cepat menghampiri dan membuat pelindung disekitar gadis itu, mencegahnya terhisap ke dalam lubang hitam tersebut.

"Azazel ...." Sang gadis terlihat tak terima. Dia mulai memberontak namun, siluet pria yang sebelumnya membacakan mantra segera tiba di hadapannya dan menepuk tengkuknya, membuatnya perlahan kehilangan kesadaran.

Sementara itu, sang pria bertanduk yang masih terhisap ke dalam lubang tersebut hanya menatap ke arah Avtros dengan dingin.

Dia kemudian menatap retakan di langit sebelum mengucapkan beberapa patah kata.

"Aku akan kembali, dan akan kupastikan Ragnarok setelah ini akan membakar dan menjangkau seluruh semesta! ingat itu baik-baik!"

"A-za-zel ...."

Tubuhnya secara perlahan berubah menjadi abu, membuat sang gadis yang melihat hal itu segera kehilangan kesadarannya dan pingsan seutuhnya.

Alteia Land : The Bird CageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang