Bab 4 : Siapa Kamu?

1.1K 189 2
                                    

Sesampainya di perkemahan untuk klan Blood Luna, Steve tidak bisa berhenti memikirkan Daniel, bahkan steak daging favorit dihadapannya sekarang sudah dingin tak tersentuh sama sekali.

"Steve, hey! Ayo dimakan." Tegur Nyonya Abighail, seketika Steve sadar dari lamunannya. Ia tertawa canggung kemudian melirik steak-nya yang sudah dingin, Steve kemudian menyantapnya walau sedikit tidak berselera.

"Halooooooo-!" Suara riang Jay menyapa meja makan khusus keluarga Abighail.

"Eh, Kak Jay!" Ben segera memeluk Jay dengan sangat erat. Steve, Troye, Tuan dan Nyonya Abighail hanya terkekeh.

"Apa kalian menikmati festival di klan kami?" Tanya Jay ramah, serempak keluarga Abighail menjawab "Ya-!" dengan semangat. "Syukur, deh kalau gitu."

"Jay! Hey, pendek!" Suara Justin terdengar dari kejauhan.

"JUSTIN, SEKALI LAGI MEMANGGILKU PENDEK, AKAN KU BUAT 'MILIKMU' LEBIH PENDEK!" Sahut Jay dengan teriakan. Seketika, Justin sudah di sampingnya.

"Astaga, aku fikir kamu dimana." Raut wajah Justin tampak khawatir, keluarga Abighail hanya terkekeh melihat tingkah keduanya.

"Dasar anak muda." Celetuk Tuan Abighail membuat Justin tertawa canggung.

"Kalau begitu, kami duluan. Permisi." Justin berpamitan ramah, tidak luput senyum khasnya menyertai. Setelah diangguki Tuan dan Nyonya Abighail, keduanya segera berlalu.

.

Malam semakin larut, hampir setiap orang sudah terlelap kecuali yang bertugas berjaga. Steve memilih berjalan-jalan di sekitar mencari udara segar, ia memilih padang rumput sepi dan berbaring menatap bintang. Tentu saja, masih memikirkan Daniel.

"Siapa dia sebenarnya? Kenapa bisa tau siapa aku?"

Steve memejamkan mata, menikmati hembusan angin sepoi-sepoi.

"Hey, Tuan Daniel Christian. Sebenarnya siapa kamu? Apakah seorang peramal?" Batin Steve.

"Aku bukan peramal." Kehadiran Daniel yang sudah duduk di sebelahnya mengejutkan Steve, membuat Steve segera duduk karena terkejut.

"Astaga! Apa hobimu adalah muncul tiba-tiba dan mengejutkan orang lain?!" Steve mengomel sementara Daniel tampak tidak peduli.

"Tidak juga." Jawab Daniel singkat, baru kali ini Steve melihat ada raut sendu di wajah datar Daniel. Mata rubah Daniel menatap ke arah sebuah rasi bintang, tatapannya benar-benar menggambarkan kesedihan yang mendalam.

"Hey, apa rasi bintang itu mengingatkanmu pada masa lalu?" Steve iseng bertanya, ia mengikuti arah pandang pemuda rambut biru. Tanpa diduga, Daniel mengangguk mengiyakan. Entah kenapa, Steve bisa merasakan kesedihan Daniel.

"Dan kedatanganmu ke dunia ini juga ada hubungannya dengan itu." Ucap Daniel, setelahnya ia pergi tanpa penjelasan membuat Steve semakin bingung.

"Hobi sekali membuat orang lain overthinking!" Dumel Steve. Ah, ia baru teringat beberapa hari ini tidak mencoba memanggil sistem. Dengan penuh keyakinan, ia memanggil dan hasilnya sama, tidak ada sistem yang menjawab. Lelah, ia memutuskan kembali ke perkemahan.

.

Festival tahunan yang diadakan selama seminggu berakhir hari ini, dan selama seminggu pula Steve tidak hentinya memikirkan Daniel. Ah omong-omong soal Daniel, Steve tidak bertemu dengannya 6 hari terakhir.

Upacara penutupan festival berlangsung khidmat, tidak berbeda jauh dengan saat upacara pembuka. Lagi, Steve mencium aroma pekat Alpha. Saat sedang khidmat menunduk mendengar para tetua membaca doa, Steve jatuh terduduk karena aroma pekat Alpha itu. Ben dan Troye yang berdiri tepat di sebelahnya segera menolong Steve untuk bangun, raut mereka tampak sangat khawatir.

"Steve, kamu kenapa?" Tanya Troye, Steve hanya menggeleng lemah. Wajahnya pucat dan berkeringat dingin.

"Kamu yakin? Tadi pagi masih baik-baik saja." Ben sibuk menyeka bulir-bulir keringat sebesar biji jagung di dahi Steve dengan sapu tangannya.

"Aku tidak apa, mungkin sedikit kelelahan saja karena terlalu semangat berburu dan berpesta selama seminggu, hehe..." Jawab Steve, ia tidak sepenuhnya berbohong.

.

Perjalanan pulang kali ini membuat klan Blood Luna dan klan Byal Fang berbarengan, lebih tepatnya beriringan. Hal ini membuat Terry lebih leluasa berbicara dengan Ben, begitu juga Troye dan Sandi. Jangan lupakan Kai dan Jesi yang ikut merusuh di dalam kereta kuda. Sementara Steve tidak begitu banyak bicara, ia benar-benar masih lemas.

Melihat Steve yang lemah itu, membuat Kai dan Ben bergantian memeriksa keadaannya. Padahal menurut Steve itu tidak perlu, ia hanya butuh istirahat yang cukup. Aha, kalian pasti menangkap maksud dari Ben dan Kai yang bergantian memeriksa Steve, kan? Yap! Benar! Keduanya menyukai Steve dan tidak saling tau. Kai menyukai Steve melihat bagaimana dewasa dan piawainya Alpha itu selama festival tahunan. Steve tak segan memberikan bantuan. Sementara Ben merasa nyaman dengan perhatian dan kasih sayang yang Steve tunjukkan selama ini semenjak ia hadir di keluarga Abighail.

Keduanya pun tak berani mengungkapkannya pada Steve. Kai, ia berfikir bahwa dirinya Beta maka ia tak akan bisa bersama Steve. Lalu Ben, ia tau Steve hanya menganggapnya sebagai saudara. Walau bukan saudara kandung, tapi apa tanggapan Steve nanti kalau 'saudaranya' menyatakan cinta? Akhirnya, mereka memilih hanya untuk memendam rasa itu entah sampai kapan walau keduanya berharap bisa menjadi mate dari Steve. Yah, cinta segitiga yang rumit.

-

"Daniel?" Jay memasuki kamar adiknya, ia menemukan sang adik sedang berbaring sepertinya akan tidur.

"Iya, Kak?" Mendengar Jay masuk, Daniel segera bersusah payah untuk duduk. Jay menghampiri Daniel dan duduk di sampingnya.

"Sudah mau tidur?" Jay mengusap sayang rambut biru Daniel.

"Belum, Kak, hanya memejamkan mata." Jawab Daniel lemah.

"Sudah menemukan 'Dia'?" Tanya Jay lagi, tampak ada raut keraguan di wajah Daniel. Jujur saja, ia merasa sangat nyaman di dekat Jay maka dari itu ia bebas berekspresi bersama kakaknya.

"Aku... Tidak yakin—" Jawaban Daniel terdengar sangat ragu, Jay tersenyum dan memeluk adiknya yang bertubuh lebih besar darinya karena wajar saja, Daniel adalah Alpha.

"Sepertinya aku tau siapa yang membuatmu tidak yakin." Nada jenaka Jay mengalun, tidak ada jawaban dari Daniel membuat Jay yakin bahwa yang membuat Daniel bisa merasa tidak yakin seperti ini adalah orang itu.

"Kak, apa aku akan dibuang jika sudah tidak berguna lagi?" Tanya Daniel lirih.

"Hey! Bicara apa? Kamu itu adikku, berkah yang besar! Bagian dari keluarga Christian, utusan mulia! Jangan berkata seperti itu!" Mata Jay mulai berkaca-kaca, ia semakin erat memeluk Daniel.

"Tapi— aku—"

"Ssst! Jangan dipikirkan! Istirahatlah sekarang, hm?" Jay melepas pelukan, ia mengusap bahu Daniel lembut seakan adiknya itu akan melebur jika ia tidak berhati-hati. Senyum tipis terpatri di bibir Daniel, ia mengangguk dan berbaring. Jay segera menyelimutinya dan mengecup lembut dahi Daniel.

"Selamat malam, Kak."

"Selamat malam, Daniel." Jay segera keluar dari kamar Daniel, tidak lupa menutup pintu. Setelah pintu tertutup, Jay menangis sejadi-jadinya di depan pintu walau tanpa suara. Ia merasa bahwa tangisnya kali ini tidak akan ada yang mengetahuinya karena koridor kamar Daniel sangat sepi, tidak, lebih tepatnya Daniel punya ruangannya sendiri. Setelah puas menangis, Jay bangkit dan berlalu. Ia lelah sehabis menangis, ia ingin istirahat.

To Be Continued

.
.
.

Maaf  jikalau ceritanya ngebosenin, hehe... I'm just an amateur writer, and thanks for vote this fanfiction hehe

It's Not System (YeonBin AU) - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang