Bab 19 : Kehancuran dan Hidup Baru

764 125 1
                                    

Amukan Daniel membuat seluruh wilayah baik timur, barat, selatan, dan utara rata dengan tanah. Energinya seperti tak terbatas, amarah seperti tak bisa reda. Seluruhnya sudah benar-benar hancur, tak ada kehidupan bak gurun gersang. Setelah membinasakan seluruh pasukan barat dan selatan dan juga meratakan seluruh wilayah, Daniel terduduk lemas dan bersandar pada kereta kuda. Justin dan Tuan Christian sudah bergabung disana, mereka mengalami luka serius sehingga harus dirawat berbulan-bulan.

Nafasnya terengah, wajahnya kusam, pakaiannya kotor, dan tatapannya sedih. Semua orang segera mengerumuninya termasuk orang-orang dalam kereta kuda. Mereka menatap dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Jay memberi Daniel minum, ia kebetulan membawa sekendi air bersamanya. Beberapa teguk, air di tenggak habis oleh Daniel, ia selelah itu.

"Daniel, Ibu mengerti kenapa kamu bisa semarah ini. Nyonya Christian sudah menceritakan semuanya. Ibu dan Ayah tidak akan menyalahkanmu, kamu sudah berusaha yang terbaik, nak." Ucap Nyonya Abighail lembut meski suaranya bergetar dan kedua matanya sembab, ia mengusap wajah Daniel yang dipenuhi debu dan tanah dengan pakaiannya, tidak perduli jika nanti akan kotor.

"Ibu... Maafkan aku!" Tangis Daniel pecah, ia memeluk erat Nyonya Abighail seakan meminta pengampunan dan bersedia menerima hukuman karena gagal menjaga Steve. Tak disangka, Ben dan Troye ikut memeluk Nyonya Abighail.

"Kak Daniel, jangan begitu. Ini bukan salah kakak." Ben kembali menangis.

"Benar, ini bukan salahmu, Daniel. Jangan menyalahkan dirimu sendiri, ya?" Troye dengan sayang mengusap rambut Daniel, meski ia juga ingin menangis, ia tetap menahannya agar semua orang tidak merasa sedih.

"Sudah, nak, tak apa. Lebih baik sekarang kita diskusikan, selanjutnya kita akan pergi kemana. Tidak mungkin kan jika kita hanya tinggal selamanya di atas tanah melayang ini?" Canda Nyonya Abighail, Daniel mengangguk pelan, sisa-sisa air mata di pipinya dihapus oleh Ben.

"Ayo kita diskusikan!" Sahut Ben semangat meski ia masih terpukul. Daniel melepas pelukannya pada Nyonya Abighail dan kemudian dengan sopan meminta semua orang untuk duduk berkumpul.

"Ibuku pasti juga sudah menceritakan asal Steve, kan?" Tanya Daniel, semua orang mengangguk. "Jadi aku putuskan untuk membawa kalian semua kesana dan memulai hidup baru. Aku tidak akan memaksa kalian, jika setuju silahkan angkat tangan, ya?"

Keheningan melanda, hingga akhirnya Sandi, Kai, dan Terry mengangkat tangan lalu diikuti semua orang. Daniel tersenyum senang. Ia tidak menyangka semua orang akan setuju dengannya.

"Tapi kita perlu memulihkan diri dulu, karena melewati portal itu melelahkam dan sedikit berbahaya. Tanah ini dialiri energiku, jadi tanah ini sangat subur. Tanaman apa saja akan tumbuh dengan cepat, kita tidak perlu takut kelaparan. Untuk pengairan, kita akan menggunakan mata air suci kaum surga. Yaaah, airnya bersih dan sejuk, tapi tanah disekitarnya gersang." Daniel memberi penjelasan. "Jika semua sudah kembali sehat, maka aku akan membuka portal dan kita akan menuju dunia manusia, tempat Steve berasal." Semua orang setuju dengan usul Daniel. Setelah ia beristirahat beberapa jam, tanah itu ia bawa menembus awan dan memasuki sebuah gerbang megah yang sudah tua dan mulai rusak karena ratusan tahun tidak digunakan.

Meski porak-poranda dengan reruntuhan, alam kaum surga tetap terlihat menawan. Tak henti-hentinya mereka berdecak kagum, sementara Daniel teringat masa lalu ratusan tahun silam. Disini tempat ia lahir, tumbuh, belajar, dan bermain. Ada setitik kebahagiaan terpancar di sorot matanya, Daniel benar-benar rindu kampung halaman.

"Dulu alam kaum surga indah sekali. Banyak pepohonan persik dan sakura yang mekar sepanjang tahun, tidak ada kemarau ataupun badai, teratai biru menghias setiap perairan, setiap tempat tinggal memiliki lampion dengan lambang ras mereka. Ah, aku meindukan kampung halamanku yang dulu." Gumam Daniel, matanya sedikit berkaca-kaca. Terry kemudian menghampiri dan merangkul bahunya.

"Hei Tuan Ras Agung, jangan bersedih. Kita semua kehilangan, kita memikul beban yang sama. Masih ada kami disini." Ujar Terry, Daniel hanya tersenyum kecil dan mengangguk kecil.

"Nah, itu dia mata airnya!" Seru Daniel sambil menunjuk sebuah danau besar dengan airnya yang sebiru langit, ada beberapa gunung, bukit, dan air terjun yang mengelilinginya, banyak teratai tumbuh, dan capung yang beterbangan. Daniel mendaratkan tanah melayang itu ±2 meter lebih tinggi dari tanah gersang di sekitar danau, tak lupa ia membuatkan tangga dari tanah agar memudahkan orang-orang beraktifitas.

Hal pertama yang mereka lakukan ketika tiba disana adalah mengurusi jasad Steve. Setelah dimandikan dengan bersih di mata air suci dan diganti pakaiannya, mereka membuatkan sebuah peti kayu yang indah, Steve dibaringkan di dalam sana, tentu saja dengan diiringi isak tangis semua orang. Mereka tidak menyangka sekaligus bangga, pemuda baik hati dan ceria itu mengorbankan nyawanya demi keselamatan keluarga Christian. Nyonya Abighail, Tuan Abighail, Ben, Troye, dan Daniel tak henti-hentinya mengecup pipi Steve yang dingin dan biru sebelum akhirnya peti itu ditutup dan dihias dengan untaian bunga. Para Alpha bergotong-royong mengangkat peti itu ke atas bukit, termasuk Daniel, Tuan Abighail, dan Sandi, dengan berderai air mata.

Upacara pemakaman Steve berlangsung hingga malam, Daniel terus duduk di samping peti meratapi pujaannya yang tak akan pernah ia lihat lagi.

"Kak Daniel?" Suara Ben menginterupsi, Daniel mengusap pipinya yang basah kemudian tersenyum ketika Ben duduk di sampingnya.

"Kenapa belum tidur?" Tanya Daniel.

"Belum bisa tidur, aku memikirkan Steve." Gumam Ben, Daniel kemudian merangkul bahunya dan mengusap lembut.

"Yah, memang berat melepas seseorang yang berharga untuk kita. Aku tau itu." Daniel memasang senyum ceria sebisanya meski kini kedua pemuda itu berkaca-kaca lagi. "Ah, iya. Steve sempat menitipkan sesuatu padaku untukmu." Daniel merogoh saku celananya mengeluarkan sebuah kotak kayu yang indah. Ia kemudian memberikannya pada Ben.

"Hng? Apa ini?" Tanya Ben bingung, Daniel hanya menggeleng, ia berpura tidak tau isi kotak itu. Ben pun membukanya dan menemukan sebuah liontin batu zamrud hijau yang dibuat sedemekian indah. Ia senang sekali hingga kembali menangis. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah menggenggam erat lionin itu dan memeluk Daniel untuk meredam tangisnya.

"Liontin itu khusus Steve buatkan untukmu. Aku ingat saat itu ia yang pergi sendiri ke toko perhiasan dan memesankan ini." Daniel mengusap lembut punggung Ben layaknya adik sendiri. "Sudah, ayo kembali kesana dan bantu menyiapkan makan malam." Ia kemudian membantu Ben berdiri, keduanya berjalan beriringan menuju kemah di atas tanah melayang.

.

Api unggun terlihat hampir padam, semua orang sudah terlelap tanpa khawatir diserang. Mereka semua benar-benar lelah. Hari ini adalah perubahan besar.

To Be Continued

.
.
.

Akhirnyaaaaaaaaaaa~
Fanfic ini udah mau end! But... I have new projects! Jadi saya udah buat beberapa fanfic lagi di draft saya, tunggu INS tamat, baru deh saya post fanfic baru! Jangan lupa dukung dan vote, ya? Alapyu readernim~

Jangan lua follow wp official HYBE ya guys

It's Not System (YeonBin AU) - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang