18 Rahasia Takdir

5.3K 1.2K 141
                                    

Siapa mengira pertemuan kita begitu indah, Allah Maha Baik atas segala karunia-Nya. Aku yang tidak malu tanpa tahu banyaknya dosa,  begitu serakah meminta segalanya.

***

Maira menyandarkan punggungnya di sandaran kasur, biarkan ia mencerna terlebih dahulu segala hal yang telah terjadi beberapa saat lalu. Mengapa semuanya masih terasa mimpi?

Bagaimana bisa hal yang selama ini hanya berani Maira impikan, Allah kabulkan dengan mudahnya. Ia menjadi malu jika mengingat banyaknya dosa yang telah ia perbuat. Betapa Maira masih malas beribadah, kendati kenikmatan yang bertubi-tubi telah Allah berikan padanya.

Maira semakin mencintai agamanya, rahmat Allah begitu indah, rencana-Nya dalam takdir Maira telah mengering tertulis di Lauhul Mahfudz.

Maira mencoba mengingat kembali kejadian beberapa saat lalu, ketika Arvan, laki-laki yang tadi telah nadzar dengannya, mengunjungi kediamannya ini.

"Masya Allah, saya tidak tahu jika ternyata Arvan sudah matang dalam segalanya ya." Mina mengungkapkan isi hatinya.  "Sebelum melanjutkan kembali, apa Arvan berkeinginan untuk melihat wajah Maira terlebih dahulu?"

Maira yang mengetahui fakta demi fakta, tidak bisa untuk tidak gugup. Kemudian sekarang, apa pula mamanya? Harusnya Ramazan bukan yang membimbing, tetapi sepertinya kakaknya itu juga belum memahami.

Arvan merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Ia merasa tadi naik motor, bukan berlari. "Jika diperbolehkan dan berkenan."

Sebelum hari ini, Mina sudah belajar terlebih dahulu bagaimana harus bersikap. Meski karena keterbatasan waktunya belajar, atau pemahamannya yang masih jauh dari kata cukup, setidaknya ia harus berani jika untuk jalan kebenaran.

Mina mengetahui bahwa menolak pinangan karena paras lebih diperbolehkan daripada karena agama, maksudnya apabila setelah nadzar mendapati bahwa calonnya adalah seseorang yang kurang disukai dari parasnya (kurang cantik) diperbolehkan menolaknya.

Hal ini diperbolehkan untuk melihat terlebih dahulu atau saling memandang satu sama lain sebelum menanyakan lebih dalam mengenai seberapa dalam ilmu agama masing-masing. Sehingga jika tertolak, yang tidak disukai adalah parasnya, bukan agamanya.

Contoh paling mudah ialah lebih baik tidak menyukai parasnya daripada jilbabnya, dan lebih baik tidak menyukai parasnya daripada jenggotnya.

Dulu ada sahabat sangat soleh, dijamin masuk surga oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namanya Tsabit bin Qais bin Syammas. Beliau menikah dengan Jamilah bintu Abdillah. Suatu ketika Jamilah pernah melihat suaminya berjalan bersama deretan para sahabat. Dia terheran, tidak ada lelaki yang lebih jelek dari pada suaminya. Hingga dia merasa tidak tahan untuk bersama Tsabit, karena takut tidak bisa menunaikan hak suaminya.

Beliau lapor kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ أَمَا إِنِّى مَا أَعِيبُ عَلَيْهِ فِى خُلُقٍ وَلاَ دِينٍ وَلَكِنِّى أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِى الإِسْلاَمِ

"Ya Rasulullah, Tsabit bin Qais, saya sama sekali tidak keindahan akhlak dan agamanya yang bagus. Namun saya khawatir kkufur dalam islam." (HR. Bukhari 5273, Nasai 3476, dan yang lainnya).

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh istrinya untuk mengembalikan maharnya. Lalu Tsabit diminta menjatuhkan talak untuknya.

Rasa tidak suka semacam itu, sifatnya manusiawi. Semua orang tentu mengharapkan pasangan yang menyejukkan pandangannya. Baik lelaki maupun wanita. Sehingga jika ini ada dalam diri seseorang, dia tidak berdosa.

Man Anta? ✔ [SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang