Hal tentangmu sudah berusaha ku hapuskan, tetapi ternyata masih tersembunyi meski di ujung yang paling tak terlihat. Bisakah kau menepi dan pergi, untuk hatiku agar tetap sehat?
***
"MasyaAllah tawadhu sekali Ummi ini," respon Maira,
Ayu tidak menyangka dengan jawaban Maira. "Enggak kok, ummi bicara terus terang aja." Sudah terlanjur, ia melanjutkan saja.
"Oh ya Maira masih terlalu kecil, apa anak Ummi tidak masalah dengan usia Maira?"
"Nggak masalah, justru Maira yang apa mau dengan anak ummi yang jauh lebih tua?"
"Usia bukan menjadi patokan Maira mencari suami kok, Maira hanya menginginkan suami yang bisa membimbing. Selama ini Maira belajar sendiri, alhamdulillah atas hidayah dan rahmat dari Allah, Maira jadi mengenal jalan yang haq ini. Maira juga bukan seseorang yang pernah mengenyam pendidikan pesantren, jika Maira mempunyai patokan yang terlalu tinggi rasanya kurang berkaca saja."
Lagi-lagi Maira membuat Ayu tertegun dengan jawabannya.
"Ya Allah, semoga kak Arvan benar-benar menemukan jodohnya saat ini," batin Ayu.
Arvan kembali mengingat penjelasan Ayu yang begitu mendetail, ia tidak habis pikir, bagaimana bisa umminya mengingat semua percakapan itu?
Arvan terkekeh kecil mengingat perkataan Ayu yang terakhir.
"Daripada minder, ummi lebih menilai Maira ini seseorang yang qanaah karena tidak ada kalimatnya secara langsung yang merendahkan dirinya sendiri. Waktu ummi justru merendahkan kak Arvan, ummi malah takut Maira nggak suka sama kak Arvan karena takut mikirnya kak Arvan jelek hahaha. Tapi setelah ummi pikir-pikir kalau memang Maira hanya menjadikan ketampanan sebagai standar mencari pasangan, bagus dong nggak jadi sama kak Arvan ya? Lagian yang menikah kan nantinya kak Arvan, ngapain ya jadi ummi yang harus suka sama calon kakak?"
Arvan tidak habis pikir dengan jalan pikir Ayu, yang pertama apa umminya itu baru menyadari setelah 28 tahun hidupnya? Lalu yang paling penting, bagaimana bisa Ayu berbicara panjang lebar seperti itu?
Mengenai tanggapan Ayu mengenai Maira yang qanaah, Arvan menyetujui akan hal itu. Jika istilah saat ini, yaitu insecure. Bagimana bisa seseorang mengatakan dirinya dengan mudah menggunakan kata insecure? Tahukah mereka apa itu sebenarnya?
Daripada insecure, coba bawa diri untuk lebih qanaah, karena jika insecure atau rasa tidak percaya diri itu justru akan membawa pada tidak bersyukur dengan pemberian dari Allah, bukan?
***
Malam ini Maira pergi ke kajian sendiri karena Mina harus menyelesaikan jahitan, bukan malam tetapi lebih tepatnya menjelang maghrib karena biasanya ia ikut shalat di masjid sebelum melanjutkan dengan kajian. Hari ini ada yang membuatnya gugup karena Ayu mengatakan akan hadir di sana juga.
Maira belum pernah berhubungan dengan lelaki manapun, ia juga tidak pernah berpacaran semasa sekolah. Tentu ada yang dahulu menginginkannya untuk menjadikan pacar, tetapi Rifa'at dan Ramazan selalu melarangnya. Kemudian semasa SMA Maira mulai belajar agama, sehingga tidak ada lagi kamus pacaran dalam hidupnya.
"Maira sini."
Maira mencari sumber suara dan mendapati Ayu memanggilnya, bagaimana bisa mengetahui dirinya padahal ia masih memakai cadar?
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Maira ikut shalat disini?" tanya Ayu menyambut.
"Iya Umm, soalnya Mama nggak ikut jadi kalau datang sendiri disuruh berangkat sebelum maghrib," jawab Maira santun. Ia mengambil duduk di samping Ayu kemudian membuka cadarnya.
"Iya sih memang nggak baik kalau perempuan sendirian ya naik motor. Oh ya, kenalin ini anak ummi yang paling bungsu, Arsel."
"Kenalkan mbak, Arsel," Arsel menjabat tangan yang dibalas oleh Maira.
"Maira."
Arsel tentu sudah mengetahui kabar mengenai Arvan yang sedang berta'aruf dengan perempuan di hadapannya ini. Setelah beratatap langsung Maira, batin Arsel ialah bagaimana bisa kakaknya itu tengah berkenalan dengan Maira?
Arsel tidak akan membandingkan rupa dengan istri-istri kakak-kakaknya yang lain, tetapi jika boleh jujur, Maira lebih unggul. Tetapi meskipun demikian, dirinya lebih cantik kalat kata Faruq—suaminya.
Arsel tahu jika Maira lebih muda darinya sekitar 5 tahun darinya, tetapi ia panggil 'mbak' saja karena bisa menjadi doa agar ta'aruf dengan Arvan berjalan lancar. Baik bukan Arsel?
"MasyaAllah ini anaknya kembar ya, Mbak?" tanya Maira. Ia juga mengetahui jika dirinya lebih muda dari Arsel.
"Iya, ini Afnan dan yang ini Adnan." Arsel memperkenalkan dengan meniru suara anak kecil.
"MasyaAllah ummi cucunya sudah banyak ya." Maira mencoba bercanda.
"Iya alhamdulillah, tapi belum lengkap rasanya kalau belum dapat cucu dari anak pertama." Ayu menjawab guyonan Maira.
Maira menjadi memerah, ia jadi menyesali perkataan sebelumnya. Dalam diam Maira mencoba mengamati tingkah Adnan dan Afnan yang tengah bermain teether, tetapi bukan itu yang menjadi pertanyaan yang menghantui pikirannya. Ia seperti pernah melihatnya.
Meskipun dari arah jauh, tetapi Maira memiliki mata yang cukup bagus. Jika tidak salah ingat, bukankah Adnan atau Afnan yang ia lihat di kafe saat itu, tengah digendongan perempuan bercadar, dan... bersama pemilik akun instagram @rar_ itu? Tapi, apakah mungkin hanya dirinya yang salah?
***
"Semoga lancar ya sama kakak saya, mbak." Arsel membangun obrolan dengan Maira ketika kajian telah selesai sembari menunggu Faruq menjempunya, sementara Ayu pulang di tengah-tengah kajian karena ada urusan dengan Abram, abinya.
"Aamiin, semoga Allah mudahkan," balas Maira. "Oh iya, saya kok kayak pernah ketemu mbak sama Adnan atau Afnan gitu deh." Ia tidak bisa lagi memendam rasa penasarannya.
"Oh ya, dimana?" Arsel membulatkan mata terkejut. Ia pernah bertemu dengan calon kakak iparnya?
"Iya, kalau nggak salah waktu di kafe biru, yang di area perumahan magenta."
Arsel berusaha mengingat. Kapan ia pernah ke kafe itu? Faruq tidak pernah membolehkannya ke kafe karena laki-laki itu lebih suka makan di warung. Apa maksudnya ketika Arvan memintanya bertemu kala itu?
"Oh iya, ingat-ingat. Waktu itu saya sama Adnan, Afnan di rumah. Tapi cuma sebentar langsung pulang, mbak duduk dimana? Kok saya nggak lihat ya?"
Arsel menjawab dengan begitu santai, panjang, tetapi tidak mendetail tanpa tahu perkataannya telah melukai hati Maira.
"Jadi aku sedang ta'aruf sama kakak dari perempuan yang suaminya aku kagumi di instagram? Astahfirullah," batin Maira kalang kabut.
Tawadhu : perilaku yang rendah hati, tidak sombong
Qanaah : sifat yang selalu bersyukur
—Man Anta?—
Selasa, 20 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Man Anta? ✔ [SUDAH TERBIT)
SpiritualeMan Anta مَنْ أنْتَ (Siapa Kamu?) Pernahkah kamu merasa kagum pada seseorang yang sosoknya saja belum pernah kamu temui? Maira merasakannya, pada laki-laki yang ia ketahui melalui sosial media. Maira mengagumi bukan karena sosoknya yang tampan rupaw...