Menikah bukanlah ajang balapan siapa yang cepat akan menjadi pemenang. Menikah tentang pekerjaan seumur hidup yang akan menyatukan dua insan, dan perekat terkuatnya bukan hanya sebatas cinta melainkan pondasi agama.
***
"Udah jam setengah delapan, gue mau pulang habis ini. Lo masih betah di sini?" tanya Arvin. Ia memasukkan ponsel di saku celananya setelah membalas pesan dari Haifa.
"Yah, mungkin," jawab Arvan seadanya.
Arvin mengerutkan dahinya, jawaban macam apa itu? "Ummi nggak nyariin emang?"
"Tadi sih nyuruh jangan pulang malam-malam."
"Yaudah, ini kan udah malam. Kenapa sih? Tumben banget, jangan bilang lo terlalu kangen gue?"
Arvan menatap Arvin sesaat, malas dengan ucapan laki-laki itu. "Males pulang aja."
"Wah, parah! Gue kasih tahu ummi ya.."
Arvan terdiam sesaat, kemudian membuka suara, "Gue capek aja setiap hari ummi tanya."
Tidak perlu bertanya lebih lanjut, Arvin sudah cukup bisa menebak duduk perkaranya. "Yah, gimana dong?"
"Terakhir dua hari yang lalu ummi nawarin, tapi kok nggak pernah ada yang benar-benar cocok ya?"
"Masalahnya ada di lo berarti, emang kenapa?"
"Apa gue nggak tertarik sama akhwat ya?" Arvan memejamkan matanya. Satu detik setelah ia menyelesaikan ucapannya, bantal sofa sukses mendarat di wajahnya.
"Ngawur lo! Emang gimana yang lo mau? Janda apa masih gadis?" tanya Arvin tidak serius.
"Gadis."
"Mau yang tinggi apa pendek? Kulit putih apa sawo matang?"
Meski tidak yakin, Arvan menjawab saja, "Tinggi, kulit putih."
"Nah yaudah, kawin aja sono sama jerapah," kekeh Arvin terbahak.
"Nggak lucu," seloroh Arvan malas.
"Hahahaha."
Arvan kembali menyandarkan dengan malas tubuhnya di badan sofa. "Yaudah lo pulang duluan aja."
"Hahaha." Arvin berusaha menghentikan tawanya. "Lah, ini kan ruangan gue. Sebenarnya nggak ada masalah sih lo mau nunggu kepala tiga nanti baru siap nikah, soalnya yang gue lihat lo mampu-mampu aja berpuasa."
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا وَآَتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آَتَاكُمْ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَنْ يُكْرِهُّنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.
Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu." (QS. An-Nuur: 33)
KAMU SEDANG MEMBACA
Man Anta? ✔ [SUDAH TERBIT)
SpiritualMan Anta مَنْ أنْتَ (Siapa Kamu?) Pernahkah kamu merasa kagum pada seseorang yang sosoknya saja belum pernah kamu temui? Maira merasakannya, pada laki-laki yang ia ketahui melalui sosial media. Maira mengagumi bukan karena sosoknya yang tampan rupaw...