Helen

77 19 29
                                    

"Apa maumu?" Tanya seorang pria yang sedang terbaring lemah di bawah kaki seorang wanita.

Wajah bengkak, memar dan darah hampir di setiap sisi tubuhnya. Sungguh, penghinaan terbesar bagi lelaki itu karena berada di bawah kaki seorang wanita. Dikalahkan dan direndahkan oleh seorang wanita adalah kegagalan terbesar bagi pria manapun. Namun jujur saja, saat ini nyawanya lebih berharga daripada penghinaan terbesar dalam hidupnya.

Sorot mata tajam. Smirk yang menghias kulit putihnya, serta rambut hitam kecoklatan yang di cepol menunjukkan indahnya leher wanita itu. Siapapun yang melihat wanita, seperti wanita di hadapannya ini, pasti akan melihat seorang Dewi Yunani yang bereinkarnasi.

"Abdi jalma anu saé, Gue sederhanakan sama pilihan. Semua pilihan ada di tangan loe, tergantung apa pilihannya" Ucap wanita itu dengan bahasa Sunda yang merupakan ciri khas anak Bandung.

Cih, batin pria itu. Gadis itu berkata dalam bahasa Sunda bahwa dia baik. Nyatanya, siapapun yang mendengar suara dingin dengan tatapan menghunus, seakan siap mematikan lawan dari wanita ini, pasti akan tahu sisi iblis dari manusia dengan penampilan dewi Yunani.

"Tergantung pilihan loe, mati atau.." Gadis itu masih kuat dalam pijakannya, berkuasa atas laki-laki yang mengusik kekuasaannya. Gadis itu tersenyum, seakan kematian pria itu adalah suatu hal yang lebih baik dipilih pria itu, seakan hanya kematian sajalah yang bisa membuat wanita itu bahagia.

Seketika raut wajah gadis itu berubah dingin, tatapannya kembali seperti awal, sama seperti psikopat yang haus akan kematian "mati atau pergi" hanya kata mati dan pergi yang penuh penekanan, menggambarkan bagaimana cara yang diberikan wanita itu untuk menjadi pilihan pria yang berada di bawah kuasanya.

Seketika pria itu tersenyum, keberuntungan berada di pihaknya.

"Bubar"

Satu kata yang keluar dari mulut gadis itu.

Helen mengendarai Honda CBR500R miliknya, gadis itu dengan seringainya menatap lelaki yang tergopoh-gopoh untuk bangun, dibantu oleh beberapa rekannya. Lelaki itu menatap Helen dengan tatapan mengejek walau wajahnya sudah tak bisa dikatakan luka biasa, tatapannya seakan berkata ~lu yang pergi~. Lidah Helen yang kotor bagai sarang iblis berteriak "Bangsat loe, mainnya duit"

Helen berada di barisan belakang Alala, geng motor pimpinannya. Biasanya, Helen akan berada di barisan depan. Kini situasinya berbeda, polisi mengejar mereka. Helen bukanlah seorang pengecut yang meninggalkan barisan dan mempertaruhkan anggotanya, ia memiliki kekuasaan besar yang baru diterimanya. Berada di kelompok geng motor yang mayoritas laki-laki, tak membuatnya kalah untuk bertarung dengan lelaki. Kata siapa wanita lemah, nyatanya Helen menerima kepercayaan sebagai ketua.

Barisan mulai terbuka, memberikan akses bagi Helen untuk berada di depan. Namun bukan Helen jika ia mengambil kesempatan itu, ia tak takut dengan tantangan.

Deru motor semakin keras, kecepatan semakin bertambah. "MENCAR" Helen berteriak, mengatakan bahwa formasi memang harus di bubarkan. Semua berlari mencari jalur yang aman, memecahkan kefokusan dari polisi.

Helen melaju, helm full face dan jaket hitam yang ia kenakan seakan menutupi dirinya yang seorang wanita. Jalan sempit menjadi pilihan Helen, ia sangat hafal jalan itu. Helen tak bodoh, saat ini ia lepas dari polisi, tapi ia yakin bahwa polisi pun saat ini sedang mencari ujung dari jalan tersebut. Helen harus cepat, ia harus keluar dari jalan sempit itu sebelum polisi menemukan ujungnya. Helen melaju, tak peduli berapa banyak orang yang mengumpatnya kesal, entah karena suara bising motornya atau karena Helen yang hampir mencelakakan banyak orang.

ATHESTORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang