Welcome.

15 8 0
                                    

Helen duduk di balkon apartemennya. Sedikit menghirup udara dan menghela nafas kasar. Walaupun udara Jakarta sangat berbeda dengan Bandung, tapi Jakarta cukup bebas. Helen tekankan sekali lagi, ia suka kebebasan, dan Jakarta adalah tempat yang tepat untuk itu.

Helen sedikit merindukan Bandung, walau ia suka Jakarta, tetap saja Bandung punya memori berkesan untuknya. Terutama Alala.

Saat ia tersadar dan waktu itu ia sudah berada di Jakarta, ia sempat menggila. Memberontak ingin kembali ke Bandung, hal itu sudah pernah ia lakukan dengan berbagai cara. Gagal. Selalu berujung dengan kata itulah usaha Helen, hingga ia sadar bahwa sekuat itulah kekuatan walinya. Helen sadar, walinya yang melakukan semua itu. Menggagalkan segala cara Helen agar tetap di Jakarta dan selalu dalam pengawasannya. Sayangnya, sikap Helen yang kasar, bebas, pemberontak, dan berandal tak bisa dihentikan. Jadi pikir Helen, percuma saja walinya itu berjuang. Toh Helen tidak akan berubah, bagaimana bisa Helen berubah, kalau hanya dengan cara itu saja ia bisa mendapat kesenangan. Dengan geng motor, bergerombol dengan banyak teman, hanya itulah kesenangan Helen. Dan Helen pikir, hanya dengan itu ia bisa merasa bahwa ia memiliki keluarga.

Menyerah? Tentu tidak. Sekuat apapun walinya memisahkan Helen dengan geng Alala, sampai sekarang Helen masih bisa berhubungan dengan Justine dan Nindy, ketua Alala baru yang menggantikan Helen. Ingat Nining? Yang di kantor polisi bersama Helen. Ya, ia aslinya bernama Nindy. Ia adalah adik Justine. Walau Nindy seorang wanita, tapi ia yakin pada Nindy. Ia sama tegasnya seperti Helen, sikapnya yang peduli pun sama seperti Helen. Kejadian di kantor polisi waktu itu, karena Nindy menyerahkan diri setelah ia tahu beberapa anak Alala tertangkap. Solidaritas yang bagus bagi Helen. Satu lagi, Helen paham bahwa didikan Justine tidak pernah gagal. Itulah sebabnya ia menghubungi Nindy dan anak geng Alala untuk mengangkat Nindy sebagai ketua yang baru.

Tok..tok

Helen menengok ke arah pintu. Helen memutarnya matanya "pagi-pagi udah jadi beban orang" gumam Helen.

Dengan tertatih Helen menuju pintu apartemennya, sial, masih sakit sekali rasanya. Helen berpegangan pada dinding-dinding apartemennya, kakinya belum pulih benar. Oleh karena itu, Helen mengambil izin sekolah untuk hari ini. Masalah guru mengizinkannya atau tidak, Helen tidak peduli. Toh memang Helen berkata apa adanya, ia memang sedang sakit.

Tok..tok..
"SABAR!! GAK USAH NGEGAS, ANJING" Kesal Helen pada seseorang yang berada di balik pintu. Bagaimana tidak kesal? Ketukan pintunya justru semakin keras, sepertinya orang yang tidak sabaran adalah karakter orang yang sedang mengetuk pintunya saat ini. JALAN AJA SAKIT!

Helen membuka pintunya, ia memandang seseorang dengan pakaian serba hitam di hadapannya. Helen terkejut, jantungnya berdetak sangat kencang. Ia panik sekaligus takut.

Helen segera merubah raut wajahnya "pak Bagus, ngapain pagi-pagi gangguin orang?" Ucap Helen berlagak ketus pada bawahan walinya. Sejak kepindahan Helen ke Jakarta, ia sudah lama tidak mendapat kunjungan dari bawahan walinya. Mengenai uang, selalu Helen terima dari resepsionis. Berbeda dengan dulu ketika Helen di Bandung, ia selalu menerima uang kebutuhannya secara langsung dari tangan bawahan walinya.

Hari ini bawahan walinya kembali mengunjunginya, dan sepertinya ada sesuatu hal penting yang ingin disampaikan hingga pak Bagus secara langsung menemui Helen. Jujur, Helen sangat takut. Pak Bagus mendatanginya setelah jati dirinya di Athena terungkap. Helen selalu waspada selama ini, ia tak mau kejadiannya dulu di Alala terulang kembali. Helen tahu sekuat apa walinya, jika saat ini ia diketahui sebagai ketua Athena maka walinya itu bisa berbuat apa saja. Ia dan Athena sudah seperti keluarga yang tak bisa dipisahkan. Sudah cukup Tuhan memisahkannya dari Alala, bahkan memisahkan Helen dari kedua orangtuanya.

ATHESTORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang