ASHLEY pergi mengikuti langkah sang raja. Mereka akhirnya tiba di sebuah lorong kerajaan yang sepi, kecuali para penjaga yang sigap di tiap-tiap pintu di ujung jalan sana. Tanpa ada siapa-siapa di antara keduanya, Ashley mau tak mau harus mengutarakan semuanya. Ia sudah tidak dapat membendung perasaan kesalnya.
Gadis itu mengangkat kepalanya. Jika saja dirinya rakyat biasa, mungkin prajurit sudah menyeretnya masuk ke penjara bawah tanah karena berani-berani menatap Yang Mulia Raja dengan kepala mendongak. Namun, Ashley lebih tahu daripada siapapun kalau pria yang ada di hadapannya kini berdiri sebagai ayahnya, bukan seorang raja.
"Kalau Ayah ingin menjelaskan semuanya sekarang, itu sudah terlambat."
Raja Aamor menghela napas panjang. Ia tidak mengapa dengan sikap putrinya. Toh memang pada awalannya ia yang membuat situasi menjadi seperti ini. "Aku ayahmu, Ash. Aku tahu apa yang terbaik untukmu," ujarnya pertama.
"Tahu?" ujar Ashley spontan. Dahinya sontak ikut mengernyit heran. "Lima tahun Ayah pergi memimpin perang. Ayah meninggalkanku seorang diri hanya bersama Onyx di kerajaan ini dengan perasaan khawatir tentang masa depan. Dan Ayah yakin masih bisa berkata kalau Ayah lebih tahu apa yang terbaik untukku?"
"Ashley," tegur Raja Aamor tegas. "Bersikaplah dewasa. Mau sampai kapan kau merengek seperti anak kecil?"
"Jadi aku tidak boleh merengek atas hal yang tidak aku setujui?" ujar Ashley tak percaya. "Aku sungguh terkejut. Rupanya lima tahun membuat satu-satunya orang tua yang kumiliki tak lagi aku kenali."
"Ayah tak mau berdebat denganmu. Ini tidak seburuk yang kau pikirkan. Ayah harap suatu saat kau akan mengerti alasan kenapa pertunangan ini harus terjadi."
"Ya, aku tahu. Mungkin memang tidak seburuk itu." Bola matanya memutar asal. Tangannya kini sudah mengepal erat. Tanpa sadar Ashley sudah menggigit bibir bawahnya seraya menahan diri agar tidak kelepasan. Wajah gadis itu terangkat tinggi. Matanya perlahan memerah, membendung air mata.
"Tapi Ayah sama sekali tidak berpikir untuk datang dan berunding denganku. Ini hidupku, Yah. Setidaknya aku harus tahu mana yang terbaik dan tidak untuk diriku dendiri."
***
Ashley menelantarkan dirinya sendiri sekarang. Duduk terdiam sendirian di taman halaman belakang dengan duduk dalam pangkuan ayunan yang dicat serupa perak setelah pesta kemenangan selesai. Ia segera pergi meninggalkan aula dan tidak mengindahkan panggilan Raja Aamor. Pesta yang awalnya Ashley nantikan berakhir dengan keputusan sepihak yang sangat dibencinya.
Meski begitu, rasa sesal perlahan merambah perasaannya. Ashley bahkan tidak berniat untuk bersikap dan berkata seperti itu. Tetapi, apa yang dilakukan Raja Aamor malam tadi benar-benar tidak bisa ia terima sebagai seorang Tuan Putri apalagi sebagai anak.
Pertunangan. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya ia berpikir akan mengalami hal seperti ini. Semua harapan tentang 'bersama orang yang ia cintai' seakan pupus dan sirna dalam semalam. Bukan cuma pertunangan yang menjadi masalah baginya, tetapi sikap dari Raja Aamor yang tidak membicarakan rencana itu kepadanya terlebih dahulu. Kebebasan tiba-tiba direnggutnya secara paksa, dan Ashley tidak diberi satu kesempatan untuk membela diri.
Pertunangan sebenarnya tidak terlalu buruk, namun juga bukan hal sepele. Pangeran Aiden juga akan merasa hal yang sama dengannya. Tapi menilik sikap pemuda itu tadi, Ashley sama sekali tidak melihat reaksi normal dari orang yang baru saja dijodohkan. Tidak mungkin, kan seorang pewaris takhta seperti Pangeran Aiden menyetujui begitu saja permintaan ayahnya? Oh, astaga, Ashley tidak habis pikir sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐑𝐎𝐖𝐍 𝐎𝐅 𝐀𝐒𝐇𝐋𝐄𝐘
Fantasy[ COMPLETED ] | REVISI SETELAH TAMAT Kerajaan Riverdale akhirnya memenangkan perang dengan Kerajaan Islefield setelah lima tahun lamanya. Namun, kemenangan itu bukanlah akhir. Tetapi awal dari segala kejadian yang terjadi di Kerajaan Riverdale...