JaeminEntah siapa yang salah di sini,tapi gue selalu berusaha untuk tetap bersikap baik kepada mereka.
Se baik apapun seorang orang tua,akan ada waktunya seorang anak sadar kalau dia juga punya ego,gak selamanya mengalah kepada sang anak.
Terutama Sosok Ayah."Kamu itu kalau di biarin makin menjadi jadi saja,gak ada terima kasihnya sama orang tua" Gue baru pulang setelah lima hari di rumah Jeno.
Ini bukan kali pertamanya gue gak di rumah, gue bisa datang dan pergi dari rumah ini semau gue.
Karena pada dasarnya memang gak pernah ada yang ingin keberadaan gue di rumah seutuhnya.Setiap gue mau pergi mau tanpa membawa apa apa hingga gue bawa koper pun gak pernah ada yang nanyain kemana gue akan pergi,gue mau tinggal di mana,mau tidur di mana.
Sejak masuk smp,gue sudah terbiasa untuk bermalam di rumah teman terutama Jeno.
Dan selama apapun gue di luar rumah, gue sekalipun gak pernah dapat telfon dari bunda buat nanyain keberadaan gue.
Kecuali kalau gue benar benar di butuhkan.
"Adek kamu sakit,ga ada yang jagain dia di rumah,seharusnya sebagai kakak kamu jagain adek kamu,malah keluyuran"
Seperti ini misalnya.
Gue baru tau tadi pagi kalau selepas pulang study tour, Minjae demam."Pilihan kamu sudah salah besar,lihat kelakuan kamu sekarang,karena band kamu jadi lupa segalanya"
Ayah selalu menyalahkan keputusan gue.Gue gak pernah lupa tanggung jawab gue sebagai kakak buat Minjae,sekalipun gue jarang ketemu,tapi gue rutin buat nanyain keadaanya karena cuman dia keluarga satu satunya yang benar benar menganggap keberadaan gue.
"Aku masuk dulu"
Gue buru buru pergi dari sana,meninggalkan ayah dengan segala tuntutan nya pada gue."Kakak?"
"Kamu sakit?"
Gue mendekat ke arah kasurnya.
Tangannya meraih tangan gue,menyalami dengan sopan."Minjae kecapean aja kak hehe.."
Umurnya sudah menginjak 17th tahun tapi di depan gue,Minjae tetap aja seorang adik kecil gue."Kakak gak di marahin sama ayah bunda lagi kan"
Gue tersenyum sambil menggeleng.
Minjae sering bertanya keadaan gue setiap pulang ke rumah,karena gak jarang dia mendapati gue di beri nasehat oleh ayah."Adik kamu sakit,dari kemarin nyariin kamu terus" setelah melihat keadaan Minjae dan mengobrol sedikit gue gak sengaja bertemu sosoknya.
"Iya" gue gak ingin ngomong terlalu banya takut kalau rasa benci gue kembali memuncak.
"Kamu makan dulu"
"Kenapa kamu selalu hindarin bunda"
Gue harap buat bisa menjawabnya dengan cepat."Kamu emang gak ada terima kasihnya sama orang tua,bunda sudah capek dengan kamu"
Kenapa dia baru ungkapin itu sekarang?."Kenapa baru sekarang?"
"Kenapa gak dari dulu bunda capek dan bunuh jaemin aja?"
Tak lupa udah berapa lama perasaan ini gue simpan sendirian."KENAPA GAK DARI DULU BUNDA BUNUH JAEMIN!!"
Teriakan gue keras sampai tenggorokan gue sakit.gue gak tau kalau perasaan ini bakal terungkap lebih cepat dari dugaan gue.
"Gue udah muak sama kalian!"
Gue menarik nafas berat,menetralkan kembali nafas gue.
"Ayah sama bunda selalu salahin gue,sudah gue bilang kalau biarin gue hidup aja kalau kalian gak suka keberadaan gue,gua gak akan pernah ganggu kalian"
Bunda berhenti mengaduk kopinya.
"Tapi bunda yang sering sok perhatian ke gue bikin gue merasa jadi anak yang durhaka banget"
"Kalau bunda benci sama gue karena gak bisa turutin kemauan kalian,gue terima,tapi plis bund,kalau bunda benci benci aja sepuas bunda,gak usah bikin jaemin salah paham dengan perilaku bunda"
Dada gue sudah berderu menahan emosi,mata gue terasa panas di susul pandangan gue yang mengabur.
Sakit di kepala gue makin jelas.Sebelum semuanya kacau,gue meninggalkan bunda yang masih diam tanpa ekspresi apa apa.
Ini baru sebagian kecil dari semua perasaan yang mengganggu.
Benar kata Dia.
Lebih ringan rasanya untuk mengeluarkan apa yang kita rasain.Gue buru buru ke rumah sakit untuk bertemu bang Jahe takut kalau sakit di kepala gue gak mereda.
"Loh lo ngapain di sini?"
Sosoknya berdiri di depan gue dengan wajah khawatir.
Bagaimana tidak,mata gue yang sembab,rambut acak acakan,baju yang belum gue ganti dari kemarin,dan bibir gue yang pucat pasi.Gue menarik nafas dalam untuk menjawab pertanyaannya.
Sayangnya kepala gue tiba tiba sakit dengan sangat membuat penglihatan gue perlahan menggelap.Gue pingsan,memalukan.
"Lo udah bangun"
Gue melihat dia yang segera berdiri menyodorkan segelas air."Lo kenapa sih,kaya orang gak makan seminggu aja,pucatnya minta ampun"
Dia lucu banget kalau ngomel."Bang Jahe bilang apa?"
'Katanya kecapean aja."
"Loh kok tau kalau yang periksa lo bang Jae,lo ngibul kan,pingsaannya boongan"
Dia menerima kembali gelas di tangan gue.
Gue sedikit tertawa dengan tuduhanya."Sembarangan lo,Taulah gue"
"Gue baru aja kehabisan energi karena marah"
Sebelum dia membuka suara dengan cepat gue melanjutkan."Gue baru aja teriak keras banget di depan bunda"
Entah kenapa gue memberi tahu dia hal ini.
Gue belum pernah cerita apapun ke dia,tapi gue mau banget dia tau kalau gue baru aja marah.
"Gapapa"
Tangannya beralih mengusap punggung tangan gue."Lo udah melakukan hal paling benar"
Seolah dia tau semuanya."Lo gak salah tapi juga gak benar sepenuhnya menurut orang lain"
Senyumnya semakin jelas."Lo cuman mempertahankan diri,hal itu yang semua orang bakal lakuin kok,setidaknya lo udah lakuin hal paling benar menurut lo"
Dia,seolah bisa membaca tatapan gue.
Gue takut dengan keadaan bunda.
Bunda lagi sakit.
Bunda pernah sakit dan masih sakit sampai sekarang.Dan penyebabnya selalu gue.
Dengan segera gue berdiri,berlari meninggalkan Nayara yang berusaha mengejar gue di belakang.
menahan pening yang Untungnya sedikit mereda dari sebelumnya.Gue harus temuin bunda.
Meminta maaf lagi.
#note.
Sebeci apapun seseorang kepada orang lain,gak menutupi hatinya untuk merasakan sesal setelah dia menyakiti...
Titik lemah seseorang berbeda beda,semua sudah pada tempatnya masing masing,pada porsi nya sendiri.
Sebesar apa benci lo,sekecil itu sesal lo..
So hargai perasaan aja.Bye..
Btw klo drafx kepanjangan bilang kalian jan diam aja sambil ngomel dan kucek kucek mata!!!💌💥
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay_ (NOMIN)✔️
FanfictionTidak apa apa untuk terus disakiti. Typo bertebaran! TW: ending Markmin!! (BxB)!!!!