S15

230 14 2
                                    


Jaemin

"Kok lo gak pernah bilang sih nyet"
Setelah sampai di rumah, Jeno masih aja nanyain hal yang sama.
"Buat apa sih"

Secara gue emang gak suka ngerepotin orang lain.
Keberadaan gue dalam hidup Jeno mungkin udah cukup membebani dia belum lagi masalah hidup gue yang gak kelar kelar.

"Yah setidaknya gitu,hati gue sakit aja baru taunya sekarang,malah udah stadium empat lagi"
Suaranya mengecil.

"Agrhh..anjing nih mata"
Gue melirik dia yang menguasap matanya kasar.
Dia nangis lagi.

Gue duduk di atas kasur,jeno duduk di bawah.
Tangannya dari tadi memainkan tangan gue yang menyampir di bahunya.

Hape gue berdering.
"Lepas dulu nyet, ada orang nelfon tuh"
Gue melepaskan tangannya.

Tangan gue kalah cepat dengan dia yang lebih Dulu meraih hape gue di depan tv.

"Nayara?"
Matanya memicing melihat gue penuh selidik.
"Pacar lo?"
Gue gak cukup dengar siapa nama yang dia sebutin.
Niat ingin mengambil hape di tangannya,Jeno cepat berdiri lalu si bangsat ngangkat telfon gue.

"Halo?"

"Siapa nih?"
Jeno tertawa usil,lalu mengusak rambut gue kasar.
"Jaemin?"
"Jeno bangke sini hape gue!"
Jeno tertawa puas lalu menyerahkan hape gue.

"Habis ini langsung turun,mami udah manggil tuh,makan"

"Iya iya bacod lo"

"Halo?"
Entah apa yang dipikirin orang ini setelah mendengar kerusuhan Jeno tadi.

"Maaf ya,itu Jeno"

"Oh drummer itu ya?"

"Iya,sahabat gue"

Gue mendengar sedikit tawanya dari sana.

"Ngapain nelfon?"
Wajar si gue nanya gini,soalnya kita gak dekat dekat banget sampai perlu membicarakan hal sepele.
"Mau nagih traktiran gue"
Gantian gue yang ketawa.
Salut banget sama orang yang lugas kaya dia.
"Yaudah sekarang gimana?"
Gue juga bukan orang yang suka menunda sesuatu.
Takut kalau suatu saat gue gak punya waktu buat ngelakuinnya.
"Oke,nanti gue share lokasi"

Gue menyetujui kemudian mematikan telfon.

***
Kebetulan tempatnya gak jauh dari rumah Jeno,gue cuman perlu jalan sebentar.

Sosoknya selalu santai seperti biasa,rambut yang di biarkan begitu saja,hoodie,dan celana training hitam panjang.

Bibirnya tersenyum ketika mata kita ketemu.

"Udah baikan lo?"
Dia selalu menyapa dengan santai,membuat gue lebih nyaman duduk dengan sosoknya.

"Udah mendingan"
Gue duduk di depannya,ternyata dia sudah cukup lama di sini,isi gelas green teanya sudah setengah.

Tapi gue gak telat kok.
Setelah menyuruh dia memesan ulang makanan, dia kembali membuka percakapan.

"Kanker mastoid stadium empat"
Seharusnya gue gak perlu kaget ketika dia berbicara mengenai penyakit gue,gak menutup kemungkinan bang jahe yang bilang.

"Gimana rasanya terus di sakiti?"
Gue terdiam menatap dia lamat.
Entah akan mengarah kemana pembicaraannya.

"Gimana rasanya gak pernah jatuh cinta"
Gue makin terdiam,dari mana dia tau.

Untung aja makanan yang dia pesan datang lebih cepat.
Sehingga gue punya waktu untuk memikirkan jawabannya.

"Baik baik aja,tapi sakit,sepi"
Dan ternyata gak butuh waktu lama untuk gue berfikir.
Jawabannya sesimpel itu.

It's Okay_ (NOMIN)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang