13

228 41 3
                                    

Di kamar besar bernuansa putih,jimi merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya, dia tersenyum mengingat kejadian tadi membuat hatinya menghangat, seperti ada beribu kupu-kupu di dalam perutnya menggelitik membuat dirinya tidak berhanti tersenyum .

"tok, tok, tok" suara ketukan pintu menyadarkan jimi dari lamunannya

"jimi, ayo turun makan" panggil orang di depan kamarnya, bukan bukan pembantunya, melainkan sang papah yang memanggil nya, tak lama kemudian jimi keluar kamarnya menuju meja makan.

Jimi tidak pernah membenci orangtua nya sama sekali tidak, dia hanya kecewa. Saat itu dia masih kecil, dia tidak mengerti apa yang di alami dan pikirkan orang tuanya sampai memutuskan berpisah. Tapi bukankah mereka juga harus memikirkan bagaimana dengan perasaan jimi? 

Bahkan setelah berpisah mamahnya langsung meninggalkan rumah, tanpa menanyakan apakah jimi akan ikut dengannya atau tidak, dia tidak pernah menanyakan kabar jimi bahkan mengunjungi pun tidak.

sedangkan sang papah, semenjak di tinggalkan mamah dia lebih sering menyibukan dirinya di tempat kerja, sampai kadang tidak pulang untuk melihat atau mengetahui keadaan jimi.

Apa mereka tidak berpikir ada seorang anak di sini yang juga terluka dan membutuhkan mereka, apa begitu tidak pentingkah dirinya untuk mereka?, begitu pikir jimi selama ini

Tapi sudah beberapa bulan ini papah nya sudah berubah, meski tidak mengatakan secara langsung tapi jimi tau ayahnya mencoba memperbaiki semuanya dan meminta maaf atas semua yang telah terjadi pada jimi.

"hari minggu kamu ada acara? " tanya sang ayah tiba-tiba, saat jimi sudah duduk di meja makan

"kenapa? " jawab jimi sembari menyuap makanan ke mulutnya

"papah ingat kamu dulu suka sekali dengan sheila on 7"

"ia terus"

"emm, papah kebetulan dapat 2 tiket nonton konser mereka, mau pergi dengan papah? " jimi menghentikan makan nya menoleh ke arah papahnya,kemudian kembali menyuap makanan nya

"kalo tidak mau pergi dengan papah, kamu bisa pergi dengan teman kamu" lanjutnya sambil menyodorkan 2 tiket konser

"Ayo kita pergi" jawab jimi bersamaab dengan makanan nya yang sudah habis, setelah berucap dia pergi kembali ke kamarnya.

ada sedikit kebahagiaan di hati sang papah, anggaplah dia memang sedang berusaha memperbaiki semuanya. dia ingin jimi seperti dulu lagi saat bersamanya, Jimi yang ceria, jimi yang selalu menceritakan apapun padanya. Dia ingin mengembalikan semua kembali seperti semula.




Keesokan harinya di sekolah banyak siswa yang berkerumun di depan kelas chacha, jimi yang baru datang hendak masuk bingung, apa yang sedang terjadi?

"pagi jimi" chika menyapa jimi dengan senyum di wajahnya

"hem, ada apa di kelas? " tanya jimi pada chika

"owh, itu ka mark lagi.......... " ucapan chika terpotong,karna jimi langsung pergi meninggalkan nya ketika mendengar kata mark

Jimi jalan tergesa ke kelas nya, ketika sampai depan kelas dia melihat mark sedang duduk berhadapan dengan chacha, entah apa yang sedang mereka bicarakan tapi entah mengapa detak jantung jimi berdetak sangat cepat di iringi hatinya yang memanas.

"chacha" suara jimi memanggil chacha, yang di panggil pun menoleh begitu juga dengan mark, rena dan jeno yang kebetulab memang ada di situ juga

"ya" chacha bingung karna tiba-tiba jimi menarik tangannya, membuat nya bingung tapi entah mengapa dia tidak menolak, bahkan ikut saja ketika jimi membawanya keluar entah kemana, menerobos siswa-siswi yang berkerumun di depan kelas nya.

Y ❤ UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang