5-Bertemu Pak RT

41 2 1
                                    


Seung Gi terduduk di ruang tunggu klinik Lestari. Pasien Hana sudah ada yang menunggu tapi Hana tetap mengeluarkan kipas angin untuk Seung Gi terlebih dahulu. Mau bagaimana lagi. Walaupun fisik Seung Gi kuat, tapi ia tetap berasal dari negara yang beriklim empat musim. Memang musim panas di korea bisa sangat gila, tapi terik matahari di Indonesia terasa lebih menyiksa.

Seung gi menengadah ke arah kipas, menikmati wajahnya yang tertampar hembusan angin. Seung Gi tau dia sudah menjadi pusat perhatian, tapi ia tidak peduli. Menuntaskan rasa panas jauh lebih penting baginya saat ini.

"Minum mas. " ujar Jasmin sambil melatakkan dua gelas aqua di hadapan Seung Gi.

"Terimakasih. " Balas Seung Gi. Seung Gi mengedarkan pandangan di sepenjuru klinik. Tentu saja tindakan ini menarik perhatian ibu-ibu di sebelahnya.

"Baru pindah dek? " tanya Ibu itu. Ibu itu yakin belum pernah melihat Seung Gi sebelumnya. Wajah seperti Seung Gi itu tipikal yang sulit untuk dilupakan.

"Iya.." Seung Gi mengingat-ngingat panggilan yang tepat untuk ibu disebelahnya, "Bu.. " sambungnya. Iya ingat Hana memanggil Nining ahjumma dengan 'Bu'.

"Oh pindah ke mana? Udah lama? " jawab Ibu itu kini antusias.

"Ke rumah yang menghadap pantai Bu. Lima hari yang lalu. " balas Seung Gi kini dengan lancar.

Ibu itu terkejut. Matanya membesar dan ada suara tarikan napas. "Kamu gak pa pa dek? Rumah itu banyak hantunya, ada gendoruwo juga."

Seung Gi tersenyum canggung. Ia mengelus belakang lehernya. Sebuah gestur yang menjadi kebiasaan.

"Eoh.. Sesungguhnya yang genworo itu saya Bu." ujarnya sambil memamerkan lesung pipinya.

"Lah, maksudnya? " mata ibu itu terbelalak.

"Mas Singgih itu lima hari yang lalu pindah Bu Ros, terus Mas Singgih ini sering ke hutan nyari kayu buat perabotnya, kebetulan Mas Singgih pakai baju hitam-hitam. Mas Singgih kan juga tinggi, jadi banyak yang ngira Mas Singgih itu dedemit. " jelas Hana. Hana tadi hendak memanggil pasien selanjutnya ketika Mas Singgih ditanyai oleh Bu Ros.

"Oalah, kamu toh? Si Edy sampai meriang di rumah ngira kamu dedemit. " cerita Bu Ros sambil memukul-mukul lengan Seung Gi. Seung Gi tersenyum, tidak mengerti apa itu meriang dan apa itu dedemit. "Ada-ada aja, ganteng begini di bilang gendoruwo. Eh Bu Yati! Ini loh yang dibilang gendoruwo sama anak-anak.. Sini Bu.. "

Ibu-ibu yang berada di klinik langsung mengelilingi Seung Gi. Mereka bercerita mengenai rumah hantu dan menyerukan keterkejutan mereka melihat sosok asli gendoruwo. Mereka semua menyuarakan betapa gantengnya Seung Gi dan beberapa menoel lengan Seung Gi gemas.

Lucu juga bagi Hana melihat Mas Singgih di kelilingi ibu-ibu. Senyuman tak lepas dari wajah Mas Singgih. Setidaknya Mas Singgih mengerti caranya berhadapan dengan ibu-ibu yang dapat bahan gosip baru.

Hana dan Jasmin terus melayani pasien hingga saatnya mereka mengantar Seung Gi ke rumah Pak RT. Nining sudah titip sama mereka berdua untuk menemani Seung Gi. Nining takut kendala bahasa membuat Pak RT salah paham dengan Seung Gi.

"Kuylah Mas. " ujar Hana. Jasmin masih setia menunggui klinik. Tidak mungkin klinik dibiarkan kosong. Jarak rumah Pak RT dan klinik memang dekat, jadi Hana dan Seung Gi memilih berjalan kaki. Berjalan bersisian begini membuat Hana sadar betapa jauhnya perbedaan tinggi mereka. Hana sendiri punya tinggi badan 163 cm, tidak pendek untuk ukuran orang Indonesia, tapi ia jadi terlihat mungil ketika berjalan di samping Mas Singgih.

"Mas Singgih udah lama tinggal di korea? " tanyanya basa basi. Jujur Hana itu tidak bisa berada di situasi canggung lama-lama.

"Iya, dari saya lahir sampai saya dewasa. " cerita Seung Gi.

Pulau JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang