Chapter 2

65 11 0
                                    

Kantin penuh sesak. Murid-murid bertumpahan dan saling berdesak. Mereka menikmati makanan sambil membuat forum di atas meja, berdiskusi tentang pelajaran atau sekadar membahas produk yang iklannya baru tampil di layar kaca. Hampir semua bangku telah memiliki tuannya. Suara garpu dan mangkuk saling beradu. Penjual gorengan sibuk memasukkan bakwan dalam kantong plastik. Mesin blender berputar untuk menghancurkan es batu dan buah-buahan. Di kedai bakso, antrean mengular panjang.

Prilly membuntut langkah Tiara yang tengah celingukan mencari tempat duduk. Mereka keluar dari kelas agak telat, sehingga ketika tiba di kantin terancam tak mendapat meja kosong.

Setelah mengedar pandang sampai ke sudut-sudut, akhirnya mereka menemukan satu meja yang masih kosong di pojok. Wajah Tiara yang awalnya cemas berubah berbinar. "Nah, itu masih ada satu meja kosong," ucapnya sembari mengarahkan telunjuk pada meja yang berdiri hening di tengah keramaian kantin.

Tiara mengambil langkah panjang-panjang, Prilly mengekor di belakang. Namun, seseorang datang dan menghentikan langkah mereka sebelum sampai di meja itu.

"Oh, nooo! Cowok itu lagi?" Prilly bergumam dengan hati geram.

Di depan sana, Axel menjajakan senyum manisnya. Tanpa rasa bersalah sedikit pun, ia langsung duduk dan menguasai meja. "Meja ini buat gue, ya, Adek-Adek," ucapnya dengan nada penuh kemenangan. Beberapa kawan datang dan mengambil posisi duduk di sisinya.

"Eh, jangan curang, dong!" Prilly memajukan langkah dengan sorot mata penuh kekesalan. "Kan kita duluan yang nemu meja ini."

Axel yang mendapati Prilly marah segera mengangkat tubuhnya dari tempat duduk. Dia meletakkan dirinya di depan gadis itu. "Denger, ya. Tadi meja ini kosong, dan siapa pun berhak menghuninya. Siapa cepat, dia dapat. Kalian berdua kalah cepat dari kita-kita, jadi ya cari meja lain aja sana," tegasnya sambil mengarahkan telunjuk ke muka Prilly.

Kepala Prilly semakin panas. Dia sudah bersiap mendorong tubuh Axel sebelum akhirnya ditahan oleh Tiara. Gadis berambut cepak itu merangkul pundak teman barunya, kemudian membawanya balik kanan untuk enyah dari hadapan Axel dan kawan-kawannya.

"Ya, itulah sebabnya kenapa gue nggak suka sama tuh cowok. Dia tuh suka seenaknya sendiri. Gue nggak bisa mikir kenapa banyak cewek yang tergila-gila sama dia sampe rela ngelakuin apa pun," ujar Tiara ketika mereka berdua sudah duduk di kursi panjang taman sekolah. 

Prilly masih berusaha mengatur napasnya. Keindahan taman seolah tak mampu jadi penawar. Dia begitu kesal pada cowok yang tak punya sopan santun itu. Kepalanya disetir untuk mengingat-ingat, mimpi apakah dia semalam? Sampai-sampai hari ini semesta mengantarnya bertemu dengan makhluk menyebalkan yang entah berasal dari belahan planet mana. Baru beberapa jam berlalu, mereka sudah dipertemukan tiga kali.

"Lo nggak papa kan, kita nggak jadi makan? Nafsu makan gue udah ilang gara-gara kelakuan cowok tadi." Tiara berucap sembari menyilangkan kaki. Masih ada beberapa menit sebelum bel masuk berbunyi.

Prilly mengangguk tipis. Wajahnya ditekuk. Dia memang senang pindah ke sekolah ini dan bisa berteman dengan Tiara. Tapi, dia sungguh jengkel sebab semesta memberinya bonus untuk mengenal cowok itu juga.

Mereka tak bertukar banyak kata di kursi itu. Desau angin meraba permukaan kulit. Bunga sepatu berbaris rapi di belakang tempat duduk mereka. Ada beberapa kursi dan meja keramik yang menempel dengan tanah. Palem putri menjulang tinggi dan menaungi taman dari sengatan matahari. Ada kembang bugenvil dengan seludung berwarna pink cerah di pojok kanan taman. Sementara murid-murid lain hilir-mudik sambil berbincang. Ada yang menghabiskan waktu istirahat sambil menenggelamkan matanya pada halaman-halaman buku. Ada pula segerombolan murid perempuan yang saling mengambil foto di tengah taman.

LOVE LETTER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang