Hari ini, pembantu rumah membuat menu nasi goreng untuk makan malam. Wajah Prilly langsung berbinar saat mendapati satu baskom nasi dengan warna merah kecokelatan yang menguarkan aroma bawang. Ada irisan ayam goreng yang mengintip di antara butir-butir nasi. Irisan kol dan timun ditaruh di piring lain. Begghhhh, moodbooster abis!"OMG demi apaaaa menunya malam ini terbaikkkk."
Prilly meraih satu piring. Tangannya sudah tak sabar untuk memindahkan makanan ke piringnya. "Aromanya mirip nasi goreng bikinan mama. Pasti enaknya sama," lanjutnya sembari mendudukkan diri di atas kursi makan. Jemarinya mengambil sendok, kemudian meraih beberapa irisan timun dan kol.
Di kursi lain, pandangan Pak Dani mendadak kabur saat mendengar putrinya menyebut kata "mama". Ia tak bisa mengusir kenangan yang tiba-tiba membanjiri kepalanya. Tangannya tak jadi memindahkan nasi goreng ke atas piring. Memori kebersamaan makan malam beberapa tahun silam kembali terlintas dalam pikirnya.
Waktu itu, saat Prilly masih kecil dan rambutnya sering dikuncir dua, mereka selalu menghabiskan waktu berlama-lama di meja makan hanya untuk membahas tentang nasi goreng. Sepanjang hidup, Prilly tak pernah jatuh cinta begitu dalam pada nasi goreng selain buatan mamanya. Pak Dani ingat bagaimana dulu ia menyuapi Prilly dan mamanya bergantian, kemudian tertawa bersama dan saling bercerita tentang kegiatan masing-masing.
Menyadari perubahan dalam wajah papanya, Prilly menaruh kembali sesendok nasi yang sudah siap disuapkan ke mulutnya. Dia mendapati sang papa malah melamun dan tak kunjung mengambil makanan. Pandangan sang papa mengoyak udara kosong."Papa kenapa?" tanyanya, "Papa mau makanannya aku ambilin?"
Pak Dani segera mengusap wajahnya dengan telapak tangan, berharap riak-riak kenangan menyingkir dan hilang. Dia mengarahkan mata pada Prilly, kemudian menjawab, "Papa tidak kenapa-napa, Sayang."
Prilly menggigit bibirnya. Dia segera ingat sesuatu. Diam-diam, ia merutuki mulutnya sendiri yang telah tak sengaja menyebut tentang mamanya. "Pa, maafin Prilly, ya. Prilly nggak niat bikin Papa sedih."
"Memangnya siapa yang sedih?" Pak Dani menampilkan ekspresi seolah tak terjadi apa-apa.
Prilly mengembuskan napas panjang. Ia tak peduli pada nasi gorengnya yang mendingin di atas piring."Pasti Papa kembali ingat Mama gara-gara ucapanku tadi, ya?"
Pak Dani mengatupkan kedua bibirnya. Ia tak mengangguk, tapi juga tak menggeleng. Hanya ada matanya yang menatap Prilly penuh arti.
Gadis itu menarik kursinya untuk melipat jarak dari sang papa. Tangannya menggenggam lengan Pak Dani dengan erat. "Prilly tau, pasti Papa kangen sama Mama, kan? Prilly juga kangen banget sama Mama."
Mendengar pertanyaan itu, dada Pak Dani naik turun. Sesakit apa pun hatinya atas kelakuan mama Prilly, tapi ia juga manusia biasa yang ingin tahu bagaimana kabar perempuan tersebut. Sejak perpisahan sepuluh tahun yang lalu, mereka tak pernah berjumpa lagi. Bahkan Pak Dani tak tahu apakah mama Prilly masih hidup atau sudah mati.
"Pa, kalo boleh tau, emangnya apa yang bikin Papa dan Mama pisah? Padahal dulu Prilly liat, kalian adalah pasangan yang sangat serasi dan saling mencinta."
Lelaki paruh baya itu menarik napas panjang. Jemarinya meraba tangan Prilly yang masih menempel di lengannya. Ia berpikir, putrinya telah tumbuh besar. Tidak ada salahnya untuk membagi cerita tentang perpisahan mereka karena Prilly berhak tahu akan itu. Setelah menarik napas lagi, Pak Dani mulai bercerita. "Dulu, Papa dan Mama menikah karena perjodohan orang tua. Kami tak saling cinta. Mamamu sudah punya kekasih, begitu juga Papa."
Prilly mengernyitkan dahinya. Dia benar-benar sudah melupakan nasi goreng yang ada di piringnya.
"Lalu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LETTER
Teen Fiction"Apa kelak aku bisa mencinta, jika pikiranku selalu curiga tentang luka yang akan menimpa? Akankah datang sebuah nama untuk menghuni hati, jika aku selalu mengkhawatirkan pengkhianatan yang mungkin terjadi? Dan, apa aku bisa menulis surat cinta, jik...