"Gue dapet di akun si mafia, folder lama. Ini ibunya Rania kan?" tanya Renjun
"Astaga...."
Tercengang. Itulah yang saat ini dirasakan Taeil dan yang lain.
"But, what was the reason?" tanya Lucas
"We never know what is other people going through, Lucas" jawab Jaehyun
"That was her hard time and only by that way she can get money, I guess..." tambah Mark
"Make sense...." jawab yang lain
"Lo bawa deh ibunya kesini, we need a super serious talk" titah Taeil yang sepertinya sudah sangat pasrah
"Lo sama gue, bukan kita" saut Jaehyun
"Hah? Maksudnya?" Johnny bertanya
"Gue yakin sekarang ibunya Rania lagi tertekan parah dan kalo kita serious talk melibatkan banyak orang udah pasti semua yang dia ucapkan itu nggak jujur. Orang kalo lagi tertekan bisa aja bohong atau sengaja menutupi fakta kan?" ucap Jaehyun yang ditanggapi manggut manggut oleh yang lain
"Bener sih, lebih ke stress ntar jadinya" tambah Renjun
"Terus? Kita gimana?"
"Kaya gaada alat komunikasi aja. Lo bisa dengerin kan lewat control room"
"Oiya, hehe... maaf guys, ga fokus"
"Yaudah buruan"
Lima menit kemudian ibu Rania sudah hadir. Duduk berhadapan dengan Jaehyun dan Taeil.
"Relax aja Bu"
"Mas... Saya tau kalo ujungnya memang harus saya yang menemui mereka.."
Jaehyun dan Taeil yang belum memulai langsung terkejut. Keduanya saling pandang. Sepertinya Si Ibu sudah paham arah pembicaraan ini.
"Harusnya saya tadi nggak perlu diselamatkan, mas. Cukup Rania saja"
"Ibu yang tenang. Kami pasti bantu sekuat tenaga supaya Ibu dan Rania bisa hidup normal tanpa merasa terancam" Taeil mencoba membuat suasananya tidak tegang.
"Mas, mereka mau saya serahkan Rania. Targetnya anak saya dan cuma dengan cara itu kami bisa tenang"
Si Ibu mulai menituhkan air mata. Tersirat luka dan penyesalan yang dalam. Jelas. Jaehyun dan Taeil juga bisa merasakannya.
"Kalo boleh tahu, apa alasan mereka menargetkan Rania?" tanya Jaehyun
"uh......" si ibu seperti takut untuk mengungkapkan apa yang Ia sudah ketahui.
"Kami bisa bantu kalo ibu menceritakan semua dengan jujur" tambah Jaehyun
Setelah lama berpikir, akhirnya si Ibu mau bercerita jujur. Jaehyun maupun Taeil tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Fakta yang keluar dari mulut si Ibu benar benar diluar dugaan.
Setelah pembicaraan mereka usai, Jaehyun dan Taeil mencari udara segar ke taman. Serious talk yang kejujurannya di luar dugaan terasa bak hantaman.
Tentu saja sebelumnya di tahan Johnny dan kawan kawan lain. Mereka butuh pencerahan karena menyimpulkan sendiri kurang baik.
"Guys? Explaination please????" Johnny bertanya
"Cari angin bentar ya? Bentar aja John.."
"Oke.."
Di taman samping, di sebuah kursi kayu keduanya duduk. Meraup udara segar dengan rakus. Menghirup kesegaran baru untuk menggantikan yang lama.
"Jaeh, rasanya gue gak sanggup kalo udah kaya gini. Kita nggak ada hak buat ikut campur kalo urusannya begini.." pakdhe berucap sambil mengusap wajahnya kasar
Jauh dalam lubuk hatinya, Jaehyun juga mulai merasa tidak sanggup. Benar juga... Urusan para mafia dengan Rania dan ibunya benar benar di luar kontrol Jaehyun. Ia benar benar tak memiliki celah untuk bisa masuk.
"Bisa nggak ya kita ngobrol sama si mafia ini? I mean yang bersangkutan sama Rania dan Ibunya.."
Entahlah, kalimat itu muncul begitu saja. Belas kasihan dalam diri Jaehyun meronta ketika ingatan tentang si Ibu saat baru di selamatkan. Babak belur dan penuh darah.
Jaehyun membayangkan istri tercintanya yang mengalami itu. Cukup menyulut amarahnya padahal hanya membayangkan.
Sekali lagi, belas kasihan Jaehyun sedang meronta ronta.
"Lo mau nyerahin nyawa? Jaeh? Lo masih waras kan?"
"C'mon pakdhe.. It's our good side??"
"Mck! Gue gamau kehilangan siapa siapa lagi"
"Gak ada yang bakal ilang. Percaya sama gue"
"..... Gue nggak tau ah!"
"Seriously? Lo beneran udah tua ya?"
"Asu. Gak gitu.. Cuma makin kesini tuh rasanya makin have no control aja"
"Pakdhe... Coba lo liat ke belakang.. How was your control then and now?"
"... Still the same, I guess..."
"Nah.. Yaudah.. Ayo deh.. Sekali algi yang berat abis itu kita leha leha.. Duduk di kursi, buncitin perut bareng bareng"
"AH! YAUDAHLAH!!"
"Now that's my bro!"
.
.
Informasi dari si Ibu telah diketahui oleh yang lain. Tidak ada yang tidak terkejut. Bahkan para anak buah pun tercengang.
Pakdhe Taeil membuat keputusan untuk bertemu dengan para mafia ini. Ia mengirimkan surat kepada mereka untuk bertemu mewakili Rania dan Ibunya.
"Oke, jadi untuk ketemu sama pihak mereka, gue perlu Jaehyun, Johnny sama Taeyong buat bantuin absen muka. Sisanya backup dari jarak agak jauh" ucap Taeil
"Lo udah yakin mereka mau dateng? Kok gue gak yakin ya.." tanya Yuta
"Kok gitu, Yut?" Doyoung balik bertanya
"Look. Mereka gak jauh beda sama kita. Pasti punya rencana lain buat mulusin tujuan asli mereka. Dibagi atau dikepung, ini... ancaman juga. We knocked them down yesterday" jelas Yuta
"Gue gakut-" Yuta memotong ucapannya
"Gak mungkin..." Taeil menyanggah
"Mungkin.. mungkin aja gitu.." tandas Johnny
"Tunggu tunggu.. Jangan pusing dulu.. We can do this.. tenang.." Taeyong mencoba mencairkan suasana
"Ah! I know something!" Pekik Adrien yang berdiri di sudut
"...if you guys let me-I'll tell my toughts" ucapnya lagi, menunggu sang daddy
"Go ahead son" ucap Jaehyun dengan senyum
Adrien menjelaskan beberapa kemungkinan yang terjadi. Beberapa backup plan juga di utarakan yang hampir semua merasa itu efektif.
Caranya menyampaikan dan menjawab tiap pertanyaan benar benar copy paste Jaehyun. Tenang dan mantap.
"Copy..." Taeil berucap sambil menyentuh lengan Jaehyun sebentar kemudian mengarahkan jarinya ke arah Adrien
"Paste.." finalnya
"Kan anak gue"
"Iya tau.."
Jaehyun tersenyum bangga melihat putra pertamanya memiliki hal baik dari dirinya.
Rasanya, Adrien sudah siap ya kan?
"Tomorrow, right? 8 o'clock?"
"Troulete Hotel"
"Okay"
"Okay ayo sini ngumpul, kita tos dulu!!"
"Boss?" Seorang teknisi menginterupsi kegiatan tos
"Ya?" Taeil segera mendekat
"They say, yes"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Sept Mille Deux Cent Quatre-vingt Quatre
FanficDIJODOHIN; JAEHYUN the next chapter