07 : Pergi

147 25 10
                                    

⚠️ Dimohon untuk menyalakan data sebentar di bab ini, karena banyak gambar⚠️

⚠️ Dimohon untuk menyalakan data sebentar di bab ini, karena banyak gambar⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini mimpi."

"Pasti mimpi."

"Ayo, bangun."

"Ini hanya mimpi."

"Mimpi yang buruk."

Di malam yang dingin dengan sesegukan Acha bangkit berlari menuju jembatan.

"Kalau ini kenyataan. Ayo, pergi dari dunia ini. Dasar manusia sampah."

Melihat ke bawah, terlihat ada sungai yang arus airnya sangat deras.

Acha sudah tidak tahan lagi. Rasa sakit yang Acha pendam selama ini sudah terlalu banyak, ia ingin mengakhiri semua rasa sakitnya secepat mungkin.

Orang-orang mengira Acha hidupnya baik-baik saja, karena Acha selalu menampilkan senyumnya di depan banyak orang.

Tidak tahu saja, di balik senyuman itu ada terselip kesedihan mendalam yang ia simpan. Seseorang yang menyembunyikan luka dibalik senyuman.

Apa ia salah jika ia tetap menjalani harinya di balik tangisannya?

Apa dia berdosa jika ia mencoba tersenyum walaupun hatinya sedih?

Menarik napas dalam, sudah besar tekad Acha untuk menerjunkan tubuh menuju sungai berarus deras di bawah jembatan.

Dalam hitungan detik, saat Acha ingin menjatuhkan diri, tiba-tiba saja ada sesosok yang menarik dan membawanya menuju ke tempat yang lebih aman.

"Apa-apaan, Cha?!" seru orang itu menggertak dengan bergembu-gembu.

Acha seketika tersadar apa yang ia lakukan tadi salah, seluruh emosi mengendalikannya sehingga akal tak mampu membuatnya berpikir jernih.

"H-hah?" lirih Acha, matanya menatap sayu sosok itu.

"Lu ngapain, hah? Mau ngilangin nyawa?" terka sosok yang berdiri di hadapan Acha.

Anak gadis itu menunduk, menatap kaki sambil mengulum bibirnya gugup. Sepertinya, kaki lebih menarik untuk ia lihat dibandingkan melihat orang yang berdiri di hadapannya.

Melihat Acha yang menunduk, ditariknya dagu Acha agar mendongak dan mata antara kedua insan itu bertemu.

"Cha, tahu kenapa dunia memang kejam dan mengerikan? Itu karena ulah sebab manusia sendiri yang dirinya dikuasai oleh ego."

"Gue tahu lo capek. Tapi, tolong berjuang sekali lagi, Cha, jangan menyerah."

Lawan bicara sosok itu tetap terdiam sambil menahan tangis.

"Capek, ya? Mau aku peluk?" tawarnya merentangkan tangan sambil tersenyum manis.

Satu tetes air mata telah terjatuh membasahi pipi manis Acha, tubuhnya sedikit bergetar. Ia ragu apa harus menyambut pelukan itu, namun ia memang membutuhkannya.

April | RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang