'Kata sang titik temu, aku harus bahagia dengan atau tanpamu.
Maka dari penggalan kisah kita yang tak pernah utuh, akan ku beri tahu bahwa hati yang kau tinggal menepi ini telah runtuh.'"Mau ke mana habis ini? Langsung pulang atau jalan dulu?" tanya Renjun membawa sekantung plastik berisi bermacam-macam buku. Ada buku tentang 'Pola Hidup Sehat', 'Manfaat Buah dan Sayuran', 'Pentingnya Olahraga dalam Menjaga Kesehatan dan Kebugaran Tubuh'
Sebenarnya Acha bingung kenapa Renjun ingin membeli semua buku itu, padahal di sekolahnya pasti sudah dijelaskan, paling tidak melihat di internet saja jika tidak mau ribet.
Dan yang paling membuat Acha heran, Renjun membeli buku yang paling ia cari-cari, ensiklopedia penyakit. Acha terus berpikir, memang sebegitu pentingnya ilmu ini sampai Renjun membeli bukunya, padahal di sekolah pasti sudah dijelaskan tentang penyakit pada tubuh makhluk hidup di pelajaran Biologi. Hm, Positive thinking, mungkin Renjun ingin memperdalam pelajarannya.
Acha menoleh sembari berpikir. "Tepati janji lo sama bang Doy, beliin salak."
Menepuk dahi, Renjun menghela napas. "Oh, iya gue lupa, maaf," lirih Renjun. "Ayo, katanya kebetulan hari ini ada festival, mau ke sana?"
Belum sempat Acha jawab, Renjun langsung menarik tangannya membawa ke kendaraan dan memasangkan Acha helm.
"Nggak tau, gue jadi semangat banget kalau jalan sama lu. Hati gue berkoar-koar," ucapnya dramatis menatap Acha sebentar lalu menaiki kendaraannya.
Bukannya ikut naik ke atas kendaraan, Acha malah mengeluarkan ponsel pintarnya dan menangkap gambar berisi plat sepeda motor milik Renjun.
"Ngapain lu?" tanya Renjun menoleh ke belakang kala ia sadar Acha tak kunjung menaiki kendaraannya.
"Antisipasi, sedia payung sebelum hujan. Kelupaan harusnya dari awal gue gini. Jaga-jaga kali aja lo mau macem-macem sama gua. Selain nama yang harus gua sebutin, gua juga harus nunjukkin plat motor pelakunya."
Renjun mendengus pasrah. Beginilah rasanya jika pejantan berhadapan dengan betina yang luar biasa ajaib. Selalu jadi kaum minoritas dan objek termudah untuk ditindas kata orang.
"Gak sekalian lo foto muka gua gitu? Mumpung ganteng," tanya Renjun percaya diri.
"Buat apa? Yang ada malah hape gua retak gegara motoin muka lu," cerocos Acha menaiki kendaraan Renjun.
Baru saja ia hendak mengirimkan sebuah pesan kepada kakaknya, sebuah tangan menarik ponsel— merebut dari genggamannya.
"Gue bajak sebentar, mau ngomong sama abang lo. Hape gue habis baterai."
Sedangkan Acha, diam karena malas mengubris.
KAMU SEDANG MEMBACA
April | Renjun
Fanfic❛ Mungkin rasa ini tak memiliki arti lagi sebab pemiliknya telah luruh kian menepi ❜ // Huang Renjun'au, 2O2O - 2O21