Chapter sebelumnya agak ambigu ya. Jadi mungkin disini agak dijelasin.
Well, story ini sebenernya gampang banget ditebak. Alurnya klise tapi memang diceritain berbelit sama bertele-tele sih. Namanya juga slow-plot.
.
Semilir angin menyapa gerbang besar bagian utara yang dikunjungi awan kelabu. Langit tak tampak bersahabat hanya untuk menikmati suasana. Netra bagai permata ruby itu mengerjap pelan, kosong. Pikirannya berkelana walau tubuhnya berdiam diri seraya menggenggam sebuah tongkat.Gerbang utara begitu suram, ditambah dengan awan dan cuaca yang tidak bersahabat semakin melambungkan lamunan pria yang sudah 6 bulan ini bekerja menjadi prajurit penjaga gerbang utara Kerajaan Logassen.
Pria bersurai blonde itu menghela nafas, menggenggam tombaknya kuat. Netra legam itu menerawang kedepan dengan tatapan kosong. Pikirannya terlempar pada kejadian 6 bulan lalu.
Kejadian dimana semua pelariannya berawal.
..
"Liam" Zagan menghela nafasnya berat.
Yang dipanggil hanya menggumam singkat. Zagan menatap sosok pemuda tinggi yang sedang memainkan sebilah pisau mungil yang nampak tajam diantara jari-jemarinya, nampak begitu menikmati apa yang ia lakukan tanpa khawatir bahwa mungkin saja pisau itu akan melukainya.
"Aku tahu ini sedikit kurang ajar, tapi bisakah kau membantuku?"
Liam melirik Zagan dengan tatapan minat. Pisau belati yang ada diantara jemari itu dicengkram kuat hingga lebur menjadi debu yang tersapu angin.
"Bantu aku melarikan diri dari sini"
Liam tertawa keras, tangannya bertepuk dengan heboh seolah apa yang ia dengar tadi adalah hal paling membahagiakan.
"Tidak pernah menyangka bahwa kalimat itu akan terlontar dari bibirmu, Altair" sela Liam diiringi sisa tawanya. Ia berdiri dari selonjorannya diakar pohon lalu mendekati tubuh Zagan yang masih agak lembab tersebut dengan sebuah senyum miring yang ketara.
"Apa imbalan yang akan kudapatkan?"
Zagan terdiam. Sejujurnya ia pun tidak tahu harus memberikan imbalan apa. Tapi demi pelariannya, ia terpaksa menggunakan opsi paling beresiko.
"Apapun permintaanmu. Sebisa mungkin, akan kukabulkan"
Senyum miring diwajah Liam makin lebar, si empu tentunya senang. Seakan mendapat kesempatan besar dari makhluk indah dihadapannya.
"Bagaimana kalau一" Liam mengelus tulang pipi Zagan pelan, menelusurinya dengan rabaan yang intens hingga turun ke rahangnya. Mengusapnya pelan dengan ibu jari. Liam mendekatkan wajahnya, menyampirkan rambut selegam malam yang masih agak lembab itu kesamping.
Manik emerald itu menatap sayu netra selayaknya mutiara hitam itu dengan lekat. Sementara Zagan hanya menatap manik emerald dihadapannya, ia tak bergeming. Sejujurnya tak tahu harus melakukan apa. Dan lagi-lagi untuk kesekian kali, jantungnya berdenyut sakit.
Rasanya seperti disayat dalam oleh pisau paling tajam yang pernah dibuat dalam sejarah.
Liam terkekeh kecil, jemarinya menyelipkan poni Zagan ke telinga dengan lembut.
"Baiklah" ujarnya lalu menjauh dari wajah Zagan. Lagi, bibir itu melontarkan kekehan singkat.
"Aku akan mengatakan permintaanku padamu nanti"
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNAL [ON HOLD]
Fantasía[Romance-Fantasy] [Slow-plot] [BXB] Dewa senang sekali bermain-main dengan takdir keduanya. Memutar-mutar skenario dan membuat salah satunya putus asa. Penuh liku dan luka. "Aku akan melakukan apapun, kumohon. Kembalikan dia dalam pelukku" ©2021