Halo!
Setelah revisi, aku ubah umur Jeno disini jadi 20 tahun. Biar agak cepet gitu masuk ke konflik sebenernya (ga yakin juga sih)
Ga banyak yang diubah kok, cuman ada yang di cut + di tambahin.
Typo(s) everywhere!
Enjoy!
.
Langkah kaki itu tergesa, menelusuri lorong panjang yang disetiap dindingnya dihiasi corak indah, menggambarkan betapa mewahnya bangunan tersebut. Gumaman samar terdengar di sepanjang lorong, tersirat amarah didalamnya. Pemuda bersurai legam itu kini menghentikan langkahnya didepan sebuah pintu berukir yang nampak berkelas.
Ia terdiam lalu mendorong pintu itu tanpa sepatah kata, sama sekali tidak meminta izin untuk sekedar masuk seperti yang diajarkan guru etiketnya ketika ia kanak-kanak.
Orang yang ada didalam ruangan menggernyit, dahinya yang sudah nampak kerutan usia itu semakin berkerut ketika melihat sang putra ada didepan nya, masuk ke ruangan tanpa mengetuk.
Pria paruh baya dengan rambut sekelam malam itu sama sekali tidak menyukai bagaimana seseorang mengganggu waktunya ketika bekerja. Apalagi tanpa sopan santun seperti ini.
Sepasang netra itu menajam, diam-diam menaruh ancaman.
"Ada apa, Zagan?" tanya pria paruh baya itu berusaha tenang walau ia ingin sekali mengomeli putra nya tersebut.
"Ayah, apa alasanmu mengirimku ke medan perang 5 tahun lalu?"
Tangan besar yang terlihat kokoh dengan urat itu berhenti dari kegiatannya menggoreskan tinta diatas kertas. Ia terdiam lalu menghela napas pelan, meletakkan pena dan merapatkan kedua telapak tangannya. Ia menatap sang putra.
Lelaki yang kini menginjak usia 20 tahun itu nampak semakin dewasa. Rambutnya yang legam dan mata tajam itu seolah membuatnya sadar bahwa putra nya sudah bukan lagi seorang remaja tanggung.
Pria paruh baya itu kembali menghela nafasnya, kali ini lebih keras seolah-olah ada hal yang ia sembunyikan dan ia terlalu berat untuk menceritakannya sekarang.
"Kau tidak akan mengerti, Zagan" ujar pria yang diketahui sebagai Duke Winterknight tersebut setengah berbisik.
"Maka jelaskan" pinta Zagan menekan kalimat yang keluar dari bibirnya.
"Untuk membuktikan pada bangsawan lain bahwa anakku bukanlah bocah pecundang" jawab sang Duke. Ada keraguan dalam nada bicaranya dan Zagan sendiri sangat amat menyadari itu.
Zagan menggigit bibirnya, bukan itu yang ingin ia dengar dari sang ayah. Ia tidak butuh manis pencitraan yang dilakukan sang ayah dengan mengorbankan anaknya untuk reputasi bangsawan. Lagipula ia sudah tahu hal itu. Yang ia butuhkan kali ini adalah kejujuran ayahnya.
Alasan sebenarnya mengapa ia dikirim ke medan perang saat itu?
"Aku tidak menerima kebohongan kali ini, Tuan Duke yang terhormat"
Mendengar panggilan formal tersebut, sang Duke membalikkan badan dan menatap tak percaya pada putranya. Berani sekali.
Zagan mengambil sesuatu dari saku bajunya lalu melemparkan sebuah kertas usang ke meja ayahnya. Tatapan nya marah, benci, sedih dan merasa terkhianati menguasai perasaan nya.
Zagan tidak pernah merasa semarah ini selama hidupnya, dan ayahnya pun tahu itu.
Kertas usang berwarna kekuningan itu terbuka, menampakkan sebuah tulisan tangan yang terlihat rapi.

KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNAL [ON HOLD]
Fantasi[Romance-Fantasy] [Slow-plot] [BXB] Dewa senang sekali bermain-main dengan takdir keduanya. Memutar-mutar skenario dan membuat salah satunya putus asa. Penuh liku dan luka. "Aku akan melakukan apapun, kumohon. Kembalikan dia dalam pelukku" ©2021