"Mimpi Buruk"

31 22 0
                                    

"Ternyata fakta itu sesakit ini. Bahkan segala ekspektasi pun tak mampu membuat fakta  yang buruk menjadi lebih baik. Mungkin hanya senyummu yang mampu." -Anaphalis Javanica

Ana tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, darah terus-terusan menetes dari tangan kanannya, sedangkan kepalanya terasa sangat pusing. Dia memperhatikan sekitarnya, terdapat banyak sekali bunga edelweiss disana, dan dia berdiri tepat di sebuah tanah berukuran sekitar 2 meter yang ada di tengah-tengah bunga itu.

“Aku ada dimana?” ucapnya pada diri sendiri sembari memegang kepalanya yang terasa sangat pusing.

Tiba-tiba saja terdengar sebuah bunyi yang sangat nyaring sampai terasa memekakkan telinganya. Ana segera menutup kedua telinganya dengan tangan, namun bunyi itu tetap terdengar seolah menusuk sampai ke tulang-tulangnya, dan dia terjatuh pingsan.

Ketika pingsan, di alam bawah sadarnya Ana melihat sepotong kejadian-kejadian yang mengantarkannya pada peristiwa 20 tahun yang lalu.

Ana melihat seorang perempuan dengan wajah yang begitu cantik sedang mendaki dengan seorang pria bule yang juga terlihat tampan. Kedua orang itu, Ana menebaknya sebagai sepasang kekasih. Mereka berdua mendaki dengan raut wajah yang sangat bahagia, tidak ada rasa lelah yang ditampakkan di wajah mereka.

Mereka juga saling berpegangan tangan dalam kondisi apapun. Sampai mereka tiba di Kalimati. Mereka mendirikan tenda, makan bersama, menyalakan api bersama, dan menyusuri padang bunga edelweiss bersama. Tak ada satupun momen yang mereka lewatkan sendirian saja.

Hingga saat malam tiba, mereka memutuskan untuk beristirihat di sebuah tanah lapang dengan luas sekitar 2 meter yang dikelilingi oleh bunga-bunga edelweiss. Mereka memutuskan untuk tidak beristirahat di tenda.

Sampai pada akhirnya, di tengah malam, mereka terbawa arus kemesraan sampai terjerumus pada hal-hal yang dilarang agama. Mereka menikmati momen di malam itu tanpa rasa takut dan rasa bersalah. Hingga pada akhirnya, sebuah benih tumbuh dalam rahim si perempuan cantik yang akhirnya lahir di lereng gunung Semeru, tepatnya di desa Ranu Pani.

Ana tersentak. Peristiwa-peristiwa yang barusan ia lihat terasa nyata. Wajah-wajah mereka, senyum mereka, tawa mereka, masih melekat dalam pikiran Ana.

Peluh bercucuran di seluruh tubuh Ana. Mimpi buruk itu membuatnya takut, dia belum bisa menerka makna dari mimpi yang dia alami. Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikirannya, tentang sebuah janin yang dikandung perempuan itu. Janin itu tumbuh diantara bunga-bunga edelweiss.

Ana berpikir keras, dan air matanya mulai bercucuran saat mulai memahami situasinya. Tubuhnya terasa lemas, hatinya terasa sakit. Dia merasakan dunianya benar-benar hancur saat itu.

“J-Jadi, ini alasannya?” ucapnya pelan sembari memegang dadanya yang terasa begitu nyeri.

Ana memukul kepalanya sendiri dan berteriak sekencang-kencangnya. Dia mungkin sanggup menahan sakit yang menimpa fisiknya, tapi dia tak akan sanggup menahan sakit karena suatu fakta yang baru diketahuinya.

“Kenapa kalian tak membunuhku saja?!!” teriak Ana dengan napas yang mulai naik turun, “Aku benci hidupku! Aku benci namaku! Aku benci tempat ini! Aku benci semuanya, aku benci!!!!” ujarnya sembari memukul kepalanya sendiri dengan keras.

“Ana … !!!” tiba-tiba Rey datang dan melihat Ana sedang menangis histeris sembari memukuli kepalanya sendiri. Rey bergegas menghampirinya dan memeluknya dengan erat.

“Pergi, kau! Pergi!” teriaknya pada Rey sembari berusaha memberontak dari pelukan Rey.

“Tenang, An. Tenang. Jangan menyakiti dirimu sendiri,” ucap Rey dengan suara bergetar karena menahan isak tangis. Dia tak tega melihat Ana seterpuruk itu, meskipun dia belum tau masalah apa sedang dihadapi gadis di pelukannya.

REYANA (The Secret Of Edelweiss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang