“Banyak cara yang dilakukan oleh orang-orang untuk membuktikan bahwa mereka sedang berjuang untuk orang yang dikasihi. Tapi bagiku, cukup selalu ada dan menemani di segala situasi, adalah bentuk perjuangan terbesar di dunia ini.” -Reynaldi Luis Ginting.
Rey menahan rasa perih di kedua tangannya. Darah segar mulai mengucur perlahan bersamaan dengan pegangannya yang begitu kuat. Rey tak tahu dimana posisinya saat itu, dia hanya mencoba mempertahankan tubuhnya agar tak terjatuh.
Kamu dimana, An? Batinnya.
Dia memejamkan matanya untuk sekedar menahan rasa sakit di seluruh anggota tubuhnya. Tangannya juga terasa tak lagi kuat untuk berpegangan dengan erat.
Saat itu Rey merasa pasrah apapun yang akan terjadi pada dirinya. Dia juga cukup percaya pada Ana, bahwa gadis itu pasti bisa melewati segala cobaannya walaupun tanpa Rey.Rey melepaskan jari jemarinya perlahan, membiarkan tubuhnya untuk terjun bebas tanpa batas. Namun sebuah tangan lembut menggapai tangannya sebelum hal itu terjadi. Tangan itu begitu kuat menggenggam tangan Rey.
"Kamu harus bertahan, Rey." Ana memegang tangan Rey sekuat tenaganya. Untung saja dia menemukan Rey sebelum laki-laki itu benar-benar terjatuh.
“A-Ana???" ucap Rey terbata. Dia tak bisa melihat dengan jelas wajah Ana karena cuaca yang gelap.
“Iya, Rey. Kamu harus berjanji kalau kamu akan bertahan. Kamu tidak boleh meningalkan saya sendirian. Saya tidak bisa melewati semua ini tanpa kamu," ucap Ana sembari terus berusaha menarik tubuh Rey agar tak terjatuh.
Terlihat Rey mengangguk samar. Tangan kanannya mulai mencari tempat untuk berpegangan, sedangkan tangan kirinya dipegang erat oleh Ana.
"Rey, jangan pegang batu itu lagi. Tangan kamu sudah berdarah. Kamu pegang saja tangan saya dengan kuat ya, saya akan menarik kamu sekuat tenaga," ujar Ana.
Rey menggeleng, "Jangan lakukan itu, kamu tidak akan kuat," ucapnya dengan suara lemah.
Ana tetap tak mendengarkan ucapan Rey. Dia menarik tubuh laki-laki itu sekuat yang ia bisa. Peluh mengucur di seluruh anggota tubuhnya, namun ia tetap berusaha untuk menarik Rey ke permukaan.
Selang beberapa menit berlalu, akhirnya Ana berhasil menyelematkan Rey. Laki-laki itu sudah terlihat kehilangan kesadarannya saat sampai di permukaan. Ana meletakkan kepala Rey di pangkuannya. Ditatapnya wajah sendu itu begitu dalam.
“Terimakasih karena sudah mau bertahan," bisik Ana. Dia menyentuh pipi Rey dengan lembut. "Kamu jangan buat saya takut seperti ini lagi ya. Saya tidak bisa melanjutkan pendakian ini tanpa kamu," ucapnya.
Tiba-tiba saja mata Rey mengerjap, menatap tajam mata Ana yang masih terpaku.
"Kenapa bengong, An? Mau ngomong apa lagi? Kamu ngira aku pingsan, hmm?" tanya Rey dengan suara serak.
"J-Jadi, kamu tidak pingsan?" tanya Ana mulai merasa panik.
Rey menggeleng lalu mengambil tangan Ana yang masih menempel di pipinya, "Tangan kamu mulai nakal," ujarnya sambil tertawa pelan.
Ana segera menarik tangannya dari tangan Rey. Dia merasa sangat malu dengan sikapnya yang baru ia tunjukkan pada Rey.
"Tak apa, An. Kamu pasti mengkhawatirkan saya. Saya juga seperti itu saat kamu pingsan," ucap Rey lalu bangun dari tidurnya dan duduk.
"Maaf tangan kamu jadi ada darahnya karena saya pegang tadi," ucapnya sembari menunjuk tangan kiri Ana.
Ana memperhatikan tangan kirinya, "Ah, tak apa Rey, ini masih bisa dibersihkan. Oh, iya tangan kamu terluka, sini biar saya obatin," ujar Ana sekaligus mencoba mengalihkan arah pembicaraan yang mulai terasa canggung antara dirinya dan Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYANA (The Secret Of Edelweiss)
RomanceSaat seorang gadis bernama "Anaphalis Javanica" harus menghadapi kemarahan Semeru karena dosa orang tuanya di masa lalu. Sedang dirinya harus mengambil bunga edelweiss dari gunung itu untuk menyembuhkan seseorang yang berjasa dalam hidupnya. Sampai...