Intermezzo; c.6

1.3K 186 14
                                    

Di tengah malam, Renjun terbangun karena pergerakan dari sosok di sebelahnya. Ia melirik ke samping kanannya, tempat dimana Jaemin membaringkan tubuhnya. Pemuda itu berkeringat banyak meskipun saat ini tengah turun hujan lebat. Ia merintih pelan, sayangnya Renjun tidak bisa mendengar jelas apa yang di ucapkan oleh Jaemin.

"Jaemin.." bisik Renjun mengusap peluh pada dahi pemuda Leo itu. Perlahan, napasnya mulai teratur ia juga sudah tidak merintih seperti sebelumnya. Renjun menghela napasnya lega, ia berniat untuk mengambil ponsel yang berada di atas meja, hanya saja tangannya yang masih gemetar membuatnya kesulitan untuk menggapai ponsel miliknya dan dengan tidak sengaja membuat benda yang ada di sampingnya terjatuh.

Bukk

Sebuah kamus tebal milik Jaemin terjatuh, dentumannya cukup keras sampai berhasil membangunkan pemuda Leo yang tertidur di sebelahnya.

Jaemin membuka matanya dan menemukan Renjun di sebelahnya yang terlihat kesulitan untuk mengambil kamus yang tadi ia jatuhkan. "Renjun?" si tersangka menoleh dan mengumamkan nama Jaemin.

Ia meminta maaf karena telah mengganggu tidur pemuda itu, Jaemin tidak terlalu ambil pusing. Ia menoleh ke arah jendela kamarnya melihat bagaimana kilatan petir itu tertangkap oleh retina matanya. "Pukul berapa sekarang?" ia beralih ke arah Renjun yang setia menatapnya.

Dengan ragu Renjun menjawab pukul 2 dini hari. "Ini adalah kedua kalinya." ujar Jaemin tiba-tiba. "Kemarin kita juga terbangun bukan?" Renjun mengangguk membenarkan, entah kenapa ia jadi merasa bersalah pada Jaemin sekarang.

"Maafkan aku...maaf karena selalu membuatmu terbangun setiap malam." Jaemin terkekeh mendengar ucapan Renjun, mengangkat tangan besarnya untuk mengusak surai pemuda yang lebih kecil.

"Lupakan soal kamus itu, aku bisa mengambilnya besok pagi." ujar Jaemin pada Renjun yang terlihat masih berusaha untuk mengambilnya.


















"Jadi, kenapa kau terbangun?" tanya Jaemin. Ia mengambil tempat lebih tinggi dari Renjun yang saat ini sudah berbaring di samping menghadap ke arahnya.

"Sebenarnya, kupikir...kau tadi mengalami mimpi buruk." bisik Renjun yang berhasil membuat Jaemin tersentak.

"Aku ..." ia menjeda mengalihkan pandangannya ke sudut kamar. "... Jadi karena itu kau terbangun?"

Renjun tidak menjawab, ia mendongak untuk menatap Jaemin, "nee... Jaemin, kau mengatakan padaku jika kau baik-baik saja dengan semua ini, tapi aku tahu jika kau tidak baik-baik saja dengan semua ini. Karena itu kau mendapat mimpi buruk, apa aku benar?"

Jaemin kehilangan kata-kata, ia membalas tatapan Renjun dan menunduk. Sebuah tangan tiba-tiba menarik kemejanya dengan lemah. "Aku ingin tahu." Renjun mengulurkan tangannya untuk menyalakan lampu yang ada di meja samping tempat tidurnya, "...tentang apa mimpi itu."

Jaemin terdiam untuk beberapa saat sebelum bergerak untuk menutupi tubuhnya dan Renjun dengan sebuah selimut biru tua miliknya.

Jaemin mendesah. "Aku tenggelam." menatap sekelilingnya sebelum memusatkan perhatiannya pada Renjun."Tenggelam kedalam tempat yang gelap. Aku berjuang dan mencoba untuk keluar, tapi ... aku tidak memiliki kekuatan apa pun untuk mengatasinya. Aku sangat lemah, dan itu sampai pada titik di mana aku hampir tidak bisa bernapas."

"Aku kesulitan. Tapi pada akhirnya, aku tidak bisa bergerak. Aku mencoba berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar. Tidak ada yang bisa mendengarku. Tidak ada orang di sekitarku." Jaemin mengangkat bahu dan menghela napas berat, "air mulai membanjiri mulut dan hidungku, dan saat aku merasa tercekik seseorang datang dan membantuku untuk naik ke permukaan, sayangnya aku tidak bisa melihat wajahnya."

[三]Everything Stays | Jaemren✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang