Papa Untuk Amira 3

736 73 6
                                    

"Siapa, Mas? Kayaknya kenal dekat," tanya Farah sangat ingin tahu.

"Wanita itu yang pernah aku ceritakan, Sayang. Yang melahirkan di villa angker," terang Emir pada Farah, saat mereka tengah menikmati baso berdua.

"Serius? Wah, kebetulan sekali. Trus, anak kecil yang narik celana Mas tadi waktu mau masuk ke gedung, berarti anak Mbak itu?"

"Iya. Cantik ya, bola matanya abu-abu. Aku ingin kita punya banyak anak, jangan cuma dua, apalagi satu. Harus lima."

"Ha ha ha ... Ogaaah! Capelah ngurusnya," tolak Farah sambil tertawa.

"Kan ada aku yang bantuin, Sayang. Ada baby sitter  juga nanti yang bantuin, semoga kamu langsung isi," rengek Emir sambil menatap instens wajah cantik istrinya.

"Gak, ah. Punya anaknya nanti-nanti saja." Farah mengangkat telunjuknya di depan Emir, lalu ia gerakkan ke kanan dan ke kiri, tanda ia tidak setuju atas ucapan Emir.

"Permisi, Mbak Farah. Acara konfrensipersnya akan dimulai," tegur manager Farah yang bernama Daniel.

"Oke. Ayo, Sayang. Kita sudah ditunggu wartawan." Farah menarik tangan Emir untuk maju ke kursi yang sudah disediakan oleh timnya. Sebisa mungkin, Emir terlihat gembira, padahal hatinya sedang kecewa pada Farah, karena istrinya itu tidak mau langsung memiliki anak. Sedangkan dirinya , begitu menginginkan anak. Apalagi saat berkumpul dengan teman-temannya, mereka semua membawa anak dan istri, sedangkan ia masih belum memilikinya.

Butuh perjuangan keras, membujuk Farah agar mau dinikahinya. Karena Farah masih saja fokus pada karir modellingnya. Harus ia yang mengalah, demi mendapatkan Farah.

Dari kejauhan, Ami melihat banyak wartawan di depan sana, sedang mewawancarai sepasang pengantin baru. Di dekatnya, ada Amira yang sedang duduk menikmati es krim. Ia pun tak tinggal diam, ikut membantu mengangkat aneka peralatan hidangan pesta masuk ke dalam mobil.

"Dah, yang itu biar saya yang angkat. Mbak Ami kalau angkat berat, suka tiba-tiba kentut," ledek Kamal yang disambut tawa Ami dan juga teman-temannya.

"Tentut ibu halum lho ... Tium dah. Bu, ayo tentut. Ayo," sela Amira tiba-tiba yang memaksa ibunya untuk buang angin.

"Ha ha ha ... Amira lucu banget, sih. Jadi anak Om Kamal aja mau ga?"

"Da mau, on tamal tumisan," tunjuk Amira pada kumis tipis milik kamal.

"Kumisan, bukan tumisan. Ha ha ha ...." ralat Ami membetulkan ucapan puterinya.

"Udah semuakan? Ayo kita pulang!" ajak Komang pada yang lainnya. Sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil, Ami sekali lagi melirik ke arah dalam. Tak terlihat tubuh tinggi, tegap milik Emir, karena tertutup wartawan. Ami menyunggingkan senyum tipis. Dalam hati ia berkata, "semoga pernikahan Tuan Emir diberi kebahagiaan. Langgeng sampai kakek dan nenek." Ami kemudian masuk ke dalam mobil. Meninggalkan seseorang yang kini berjalan ke arah belakang untuk mencarinya dan juga puterinya.

Siapa lagi kalau bukan Emir. Lelaki itu permisi ke kamar mandi, setelah keluar dari kamar mandi, ia menemukan boneka beruang kecil di lantai. Tiba-tiba saja, ia tersadar akan kehadiran Ami tadi. Matanya menjelajah ruang belakang. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana, selain petugas kebersihan gedung.

"Orang catering sudah pulang ya, Pak?" tanyanya pada seorang bapak yang tengah mengumpulkan sampah tisu.

"Sudah, Mas. Baru aja lima menit yang lalu."

"Oh, ya sudah. Mmm ... Bapak tahu tim catering siapa?"

"Tahu, Mas. Tim catering Fero EO. Saya punya nomor teleponnya." Petugas kebersihan itu lalu memberikan kartu nama jasa catering tempat Ami bekerja pada Emir. Tidak mungkin ia bertanya pada mamanyakan?

"Terimakasih, Pak."

"Sama-sama."

Emir menggenggam erat kartu nama itu, lalu memotretnya terlebih dahulu. Jika kartu ini tercecer, paling tidak ia sudah menyimpan fotonya. Emir kembali berkumpul bersama istri dan teman-teman wartawan.

****

Ami sudah sampai di rumah. Bergegas ia mandi lalu sholat ashar. Begitu juga Amira, yang selalu saja ikut berjamaah, sholat bersama ibunya. Amira benar-benar anak yang cerdas dan juga sholiha.

"Awohuma filli waiiiaaaya wa hammu ama obbayani soilo. Ya Awoh, Mila mau papa ya awoh. Catu atau dua, tida juda boweh, Aamiin." Amira menutup sholat asharnya dengan doa kedua orang tua. Wajahnya semakin menggemaskan saat memakai mukena berwarna pink seperti ini. Air mata Ami kembali menggenang, karena mendengar doa puterinya yang tidak berubah sejak dua bulan yang lalu.

****

Hallo, ada info buat teman-teman yang mau ikut PO Novel Bundling "Istri Tanpa Suami" dan "Papa Untuk Amira" sudah bisa dipesan by WA ke nomor yang ada pada banner ya.

Hallo, ada info buat teman-teman yang mau ikut PO Novel Bundling "Istri Tanpa Suami" dan "Papa Untuk Amira" sudah bisa dipesan by WA ke nomor yang ada pada banner ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harganya terjangkau banget loh. Rp. 132.000,- udah dapat 2 novel kece dan aneka souvenir keren tentunya. Yuks, ikut PO dari sekarang.

Calon Pengantin yang DinodaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang