Saya terima nikah kawinnya Farah Pramesti binti Faisal Armando dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas seratus gram di bayar tunai.
"Sah. Alhamdulillah."
Dari kejauhan tepatnya di stand siomay, Aminarsih tersenyum senang. Hari ini, ia bertemu kembali dengan lelaki yang pernah menjadi Malaikat Penolongnya, dalam keadaan bahagia. Lelaki itu, di depan sana baru saja mengucapkan ikrar pada Rabbnya, untuk mengarungi bahtera rumah tangga, menyempurnakan agama dengan menikahi gadis yang sangat cantik. Ia tentu saja ikut senang. Karena orang baik, harus mendapatkan yang baik pula.
Lalu, apakah ia tidak baik? Sehingga Allah mempertemukan ia dengan Devano, lelaki kejam yang pernah menjadi suaminya hanya dalam beberapa bulan saja. Bukannya ia tidak baik, tetapi Allah menegurnya, agar tidak bermain-main dengan pernikahan. Menerima ajakan untuk menjadi pengantin pengganti hanya karena ingin cepat kaya.
Nasi telah menjadi bubur.
Semua ujian yang ia lewati semoga sudah selesai. Dua tahun semenjak melahirkan Amira, hidupnya tentram, walaupun makan harus seadanya, tetapi hatinya senang. Tak ada lagi air mata kesedihan, yang ada air mata gembira, karena sang buah hati tumbuh sangat sehat, cantik, dan juga lucu.
"Mbak Ami, kenal ya sama pengantin laki-laki?" tanya Retno menghampiri Ami yang pandangannya masih pada pengantin yang tengah melaksanakan acara sungkeman.
"Kenal, tapi cuma sebentar. Orang baik pokoknya," jawab Ami, sambil melirik sekali lagi.
"Hebat Mbak Ami, bisa kenal sama suami artis. He he he ... "
"Lebih hebat lagi, kalau aku yang jadi pengantin wanitanya. Hi hi hi ... mimpi di pagi bolong." Keduanya tertawa renyah.
"Mimpi mah, jangan jauh-jauh sampai ke Amerika, Mbak. Cukup sampai kontrakan Bu Fero aja," ledek Retno.
"Ada Mas Mamat si sopir angkutan umum. Ada Pak Ujang, aki-aki Don Juan. Ada Deni, si duda ganjen. Tinggal pilih yang mana."
"Kaga mau tiga-tiganya."
"Kasian lho, Mbak. Malam-malam kedinginan ga ada yang dipeluk," ledek Retno lagi.
"Ada dong."
"Hiliihh ... paling Amira."
"Bukan, tapi kompor. Ha ha ha ...."
"Oh iya, Mbak Ami, kapan mau dilamar Pak Ujang?"
"Dih, ogah! Istrinya aja udah enam, tambah saya satu, jadi tujuh. Saya kebagiannya cuma hari minggu doang , kelamaanlah. Ha ha ha ...."
Tanpa Ami sadari, sang pengantin pria yang kini sedang duduk di pelaminan, ikut meliriknya dari kejauhan. Tawa renyah Ami tampak begitu lepas, sepertinya wanita yang pernah ia tolong ini benar-benar sudah hidup lebih baik.
"Sayang, lihat apa?" tanya Farah pada suaminya.
"Lihat tamunya, kok banyak banget," jawab Emir sambil tersenyum manis pada sang istri.
"Aku kan artis, Mas. Jadi wajar saja kalau rame. He he he ... nanti kita konfrensi pers ya, Mas."
"Kapan?"
"Setelah acara selesai saja."
"Ya sudah, asal jangan pas malam pertama saja. He he he ..." sang wanita pun merona malu. Tak disangkanya, lelaki yang dulu ia pernah ia abaikan saat kuliah, kini menjadi suaminya. Lelaki yang tampan, sukses, dan juga sangat dermawan serta sabar. Sangat beruntung Farah mendapatkan lelaki sebaik Emir.
Cup
"Aduh, udah ga sabar ya pengantin," ledek Bu Farida yang melihat menantu artisnya, tiba-tiba saja mencium pipi anaknya.
"Mas Emir itu gemesin, Ma," jawab Farah sambil menyeringai lebar pada Emir, suaminya.
Para tamu pun mulai memadati gedung. Tak henti-hentinya petugas catering melayani tamu undangan yang silih berganti memesan makanan. Antrean panjang ada di stand es cendol, baso, siomay, sphagetti, sate ayam, dan juga soto. Dengan senyum ramah, mereka melayani dengan sepenuh hati. Hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Para tamu mulai sepi, tersisa beberapa orang saja.
Pandangan Ami dan lelaki tampan di sana saling bersirobok. Langkah lebar pengantin pria yang saat ini berjalan ke arahnya, membuat dadanya berdebar.
"Mbak, saya mau siomay. Buatkan untuk saya dan istri ya."
"M-maaf, Tuan. Sudah habis. T-tapi kalau baso masih ada."
"Ya sudah, baso saja." Ami mengangguk, lalu dengan bergegas pindah ke stand baso yang harusnya dijaga oleh Retno, tetapi temannya itu sedang ke toilet. Dengan cekatan, ia menuangkan kuah baso ke dalam mangkuk yang sudah ada isinya mie dan bawang goreng.
"Lama sekali kita tidak bertemu. Mbak Ami tinggal di mana sekarang? Kapan pindah ke Surabaya? Sudah lama bekerja ditempat catering? Amira ada di mana sekarang?"
"Sayang, aku suruh ambil makanan lho. Bukannya malah asik ngobrol sama pelayan catering. Perut aku lapar lho, nungguin kamu curcol di sini."
****
_Bersambung_
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pengantin yang Dinodai
RomansaDewasa(21+) Judul awal Gagal Menikah. Semua wanita single pasti menginginkan pendamping. Begitu juga dengan Parni, betapa senangnya ia saat sang pacar Iqbal melamarnya. Menanti hari bahagia dengan tak sabar menghitung minggu. Namun sekali lagi, ma...