Ali termenung menatap langit-langit kamarnya. Setelah menerima telepon dari mamanya, membuat Ali malas untuk ke kampus hari ini. Samar-samar, penggalan mimpinya sepekan ini, menari-nari di pelupuk matanya. Seorang wanita merintih sedih dan memanggilnya dirinya dengan sebutan 'Den'.
Ali meremas rambutnya kasar, inilah jawaban dari mimpinya. Parnilah yang ternyata telah ia gagahi. Dan dia harus menikahi Parni secepatnya, setelah keberadaan Parni diketahui. Itulah yang tadi mamanya sampaikan sambil terisak.
"Apa jadinya menikah tanpa cinta?" gumamnya tipis sambil mengusap wajahnya. Ia benar-benar merasa menyesal dengan semua perbuatannya, seandainya waktu bisa diputar kembali, tentulah ia tidak ingin masuk ke dalam club dan minum-minum. Namun semua sudah terjadi dan ia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya.
Ali menggeleng keras, saat suara rintihan itu kembali masuk mengisi gendang telinganya. Bahkan bulu kuduknya meremang, daun telinganya ikut memerah. Dan tanpa adab, senjatanya bergerak di bawah sana, hingga Ali melotot kesal, "apa-apaan nih? Kok bergerak, ah...sial!" pekik Ali kesal. Ia memilih bangun dari ranjangnya dan memilih keluar kamar asrama mencari udara segar.
Parni sedang sibuk di dapur, membantu Eko membuat pesanan jus mangga. Bolak-balik Parni menelan salivanya, rasanya sudah benar-benar di ujung lidahnya. Betapa segarnya jus bewarna kuning bercampur es batu dan juga susu, di depan matanya ini. Sungguh menggoda tenggorokannya.
Eko menoleh pada Parni, "mau?" tanya Eko sambil tersenyum."Emang boleh?" tanya Parni malu-malu.
"Beli," jawab Eko datar sambil menuangkan jus mangga ke dalam dua gelas jus.
"Iya, nanti aku beli," sahut Parni sambil lalu, membawa nampan berisi dua gelas jus mangga.
Setelah mengantarkan pesanan, Parni kembali ke dapur untuk melanjutkan tugas utamanya, yaitu mengangkat piring kotor bekas tamu kemudian mencucinya sampai bersih, serta tidak boleh tercium bau sabun. Parni benar-benar membaui piring, gelas, dan mangkuk yang ia cuci.
"Ni!" panggil Eko yang bersandar di tembok dapur , tempat Parni tengah mencuci piring.
Parni menoleh, "ada apa?" tanya Parni.
"Ini, buat kamu. Masih ada sisa sedikit tadi. Tenang aja, bukan bekas orang kok, aku bikinnya..."
"Terima kasih," jawab Parni cepat, segelas jus mangga kini sudah berselancar di tenggorokannya.
Glek...
Glek..."Ah, nikmatnya," gumam Parni sambil membersihkan sisa jus mangga di kedua sudut bibirnya. Eko teman Parni, hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Parni, "kamu persis seperti istriku saat sedang ngidam," celetuk Eko kemudian berlalu dari hadapan Parni.
Parni tertegun, dadanya tiba-tiba berdebar hebat. Kakinya pun lemas, tak mampu menopang tubuhnya, sehingga Parni memilih duduk di kursi plastik, sambil sambil mengatur debaran di dadanya.
"Mbak, piringnya udah ditungguin!" seru Nadia, sang pelayan yang bertugas menyiapkan pesanan.
"Ah, iya. Sebentar," jawab Parni gugup. Berusaha sekuat tenaga untuk kembali melanjutkan aktifitasnya mencuci semua piring dan gelas.
Dengan menggunakan keranjang besar, Parni mengangkat piring, mangkuk, dan gelas yang sudah dicuci. Tak lupa ia juga mengeringkannya dengan lap khusus. Agar alat makan itu kembali bisa langsung digunakan.
Tidak terasa, langit pun gelap. Parni menatap pemandangan di depannya. Tak hentinya lalu-lalang tamu warung soto, padahal sudah pukul sembilan malam. Kaki Parni sudah pegal, pinggangya juga sakit, dan matanya pun mengantuk. Mungkin ini efek hari pertama ia bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pengantin yang Dinodai
RomanceDewasa(21+) Judul awal Gagal Menikah. Semua wanita single pasti menginginkan pendamping. Begitu juga dengan Parni, betapa senangnya ia saat sang pacar Iqbal melamarnya. Menanti hari bahagia dengan tak sabar menghitung minggu. Namun sekali lagi, ma...