Part 1

7.4K 467 259
                                    

Sebelum membaca novel ini, kalian harus baca terlebih dahulu novel "Menikahi Parmi" ya. Biar paham alurnya dan tidak kebingungan sendiri.

Selamat membaca

Parni menikmati waktu sore yang sejuk sambil bermain dengan ketiga keponakan kembarnya. Wajahnya tersipu malu, dadanya sedari pagi turut berdebar. Nanti malam, keluarga besar Iqbal akan melamarnya. Tidak pernah disangka-sangka, akhirnya sebentar lagi ia akan menikah dengan Iqbal. Tidak apa jika duda, asal baik dan bertanggung jawab, juga mencintainya. Parni yang awalnya ragu, menjadi yakin setelah Iqbal membawa Parni berkunjung ke rumah keluarga besar Iqbal. Mengenalkannya sebagai calon istri.

Betapa bahagianya Parni saat itu, bahkan hingga hari ini rasanya udara dalam dadanya berlomba ingin keluar, menikmati kelegaan menanti jodoh yang akhirnya datang jua. Kegagalan pernikahan Parni yang pertama, sempat juga membuatnya ragu menerima Iqbal. Namun duda itu dengan segala cara membuat hatinya luluh.

"Teh, sana mandi! Habis magrib lho acaranya," ujar Parmi pada kakak perempuannya.

"Iya, sebentar," sahutnya sambil mengulum senyum dengan menunduk.

"Teh, ngapain senyum sama ubin? Ini lho ada orang di depan Teteh." Parmi bersungut, ikut duduk di tikar yang dibentang di depan teras.

"Teteh deg-degan, Mi." Parni meraba tengkuknya yang tiba-tiba merinding.

"Deg-degan mau dibelah duren, ya? Semoga Mas Iqbal tidak kecewa melihat yang ada di balik sempak anda."

"Aaaaaauuu..." Parmi meringis saat rambutnya ditarik gemas oleh Parni.

"Sembarangan!" tegur Parni sambil cemberut. Ia meninggalkan Parmi yang masih saja berteriak porno padanya.

"Jangan lupa dicukur hutan bambunya, Teh. Tajem soalnya. Hahahahahhaha..." Parmi terus saja menggoda Parni, membuat Parni memerah wajahnya. Parni menutup telinga agar tidak mendengar ocehan mesum adiknya. Dengan membanting pintu kamar mandi, Parni akhirnya melalukan ritual mandi.

Adzan magrib berkumandang. Mereka semua melakukan sholat magrib berjamaah, dipimpin oleh Anton. Suara petir tiba-tiba menggema di langit malam. Membuat penduduk bumi kaget akan suaranya yang memekakkan telinga. Setelah selesai sholat magrib, Parni masuk ke dalam kamarnya untuk berhias sedikit. Tidak mungkin ia tampil kucel di depan calon mertuanya'kan?

"Mi, Teteh pinjam lipstik, bedak dan parfum, dong." Parni menghampiri Parmi di kamarnya, saat akan meniduri si kembar tiga.

"Tuh, pake aja, Teh." Parmi menunjuk meja riasnya menggunakan dagu.

"Kenapa emangnya lipstik Teteh?"

"Malu atuh pake yang sepuluh ribuan, takut tiba-tiba bibir teteh kremes. Hihihihi..." Parni terkikik geli, ia melangkahkan kaki keluar dari kamar adiknya.

Malam ini, ia akan di lamar oleh Iqbal Haris, seorang duda tanpa anak yang berusia tiga puluh enam tahun. Iqbal adalah sepupu dari adik iparnya, Anton Yasin. Ia tidak menyangka, dengan kegigihan dan ketulusan Iqbal, yang akhirnya dapat menyembuhkan luka hatinya beberapa tahun lalu, akibat ditinggal saat hari pernikahan.

Suara pintu pagar terbuka, tanda tamu yang dinanti sudah tiba. Hati Parni semakin berdebar, tanpa menggunakan blush on, wajahnya sudah merona merah. Hujan di luar sana ternyata tidak menyurutkan langkah Iqbal dan keluarganya untuk melamar Parni.

"Ni, Iqbal dan keluarganya sudah datang," panggil Bu Parti sambil membuka pintu kamar anaknya.

"Aduh, Bu. Parni kok mules ini?" karena salah tingkah dan nervous, menyebabkan saraf perutnya bereaksi. Bahkan kipas angin yang berputar kencang tak mampu mengusir rasa gerah pada tubuhnya yang mulai berkeringat.

Calon Pengantin yang DinodaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang