Aku melahap permen kopi untuk yang ketiga kali pagi ini, sambil sesekali menampar pipi, agar terus terjaga. Semalam, aku tidak bisa terlelap sama sekali. Rasanya badanku lemas setengah mati, kelopak mata berat seperti diduduki gajah. Tidur, aku butuh tidur! Namun sayangnya, aku lebih butuh uang.
Ini pertama kalinya aku diberi tugas utama dalam projek. Jika di pesta besar, biasanya, aku diminta membantu mendekor venue pesta. Meskipun aku melamar di sini sebagai make up artist. Ya, sesekali aku diminta mendampingi sang make up artist atau membantu mengaplikasikan foundation di wajah klien. Akan tetapi, setelahnya, MUA profesional yang akan mengambil alih.
Namun hari ini, Bu Enggar---owner Delima Organizer---memerintahkanku membantu Kak Qonita---MUA profesional---untuk merias sanak saudara klien utama.
Aku tidak boleh mengacaukan ini, jika masih ingin terus bekerja di sini. Sebagai mahasiswa, pekerjaan ini lebih dari cukup. Aku tidak perlu berangkat setiap hari, tapi uang yang kudapat cukup banyak. Tentu, penghasilanku di Delima Organizer belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, di sela waktu luangku, aku menjadi tutor les privat untuk anak SD-SMP, dan bekerja di sebuah toko kelontong. Well, if you wonder why I got three job at once, because I need money. BIG AMOUNT OF MONEY.
"Begadang ya, lo? Lemes banget," ujar Kak Sasi, hair stylist.
"Grogi, Kak." Aku cuma meringis.
"Ngapain grogi? Make up lo, cakep kok. Paling, nanti lo disuruh Qonita make up-in orangtuanya si klien."
Aku manggut-manggut. "Semoga tangan gue nggak tremor."
Pukul sepuluh pagi, aku menapaki hotel mewah di kawasan Jakarta Selatan. Aku berdecak kagum, bertanya-tanya pasangan mana yang bisa seberuntung ini? Melakukan acara lamaran di hotel bintang lima.
"La, gue biar dibantu Bintang aja, lo make up-in sepupunya Ghia---perempuan yang akan dilamar hari ini---aja. Total ada tiga orang. Nanti lo sama Aqila, ya .... " Kak Qonita yang menumpang mobil berbeda, baru saja sampai di lobi.
"Siap, Kak Qonita."
Aku langsung menuju kamar yang disewa khusus untuk merias sanak saudara Ghia. Sedangkan Kak Qonita, Bintang, Kak Sasi, memasuki kamar sebelah. Aqila sudah stand by di sana, menata lampu dan peralatan make up.
"Bang Aqil, ini kita make up aja apa sama hair do?"
"Apose Kalulah? Udah akikah kasih tempe juga, jangan panggil akikah Bang! Emangnya akikah keluar duit banyak?! Udah cantik begindang juga! Panggilnya Madam Aqila!" sahut Aqila sewot.
Aku terkekeh kecil. Bukannya aku tak tahu lelaki bernama asli Aqil itu selalu jengkel jika kupanggil nama aslinya. Hanya saja, aku terlalu suka mendengar omelan lelaki yang suka berkamuflase jadi perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXVENGER (END)
ChickLitReuni SMA jadi salah satu momok terbesar di hidup Lula, wanita berusia 30 tahun. Apa pun akan ia lakukan untuk menghindari acara terkutuk itu. Bertemu kembali dengan Azka---siswa berprestasi dan juga mantan pacarnya, yang memutuskannya tiba-tiba unt...