Sehari sebelum Enola operasi, aku dan Ndaru menjenguknya. Hasna menangis tersedu-sedu sambil memelukku. Aku menepuk-nepuk punggungnya beberapa kali sampai tangisnya berhenti. Itulah hebatnya ibu, di ujung ruangan menangis, tapi dalam seper sekian detik, senyum kembali di wajah saat berbalik ke sisi tempat tidur sang putri.
"Enola, gimana rasanya? Deg-degan nggak?" tanyaku seraya membelai rambutnya.
"Takut dikit," jawab gadis berambut ikal sebahu, dengan mata beli dan bibir pucat. Wajahnya sedikit bengkak, tapi overall, Enola terlihat baik.
"Nggak apa-apa. Tante juga takut kalau mau disuntik."
"Kenapa takut? Tante kan udah gede .... " Enola menggumam.
"Tante Lula emang penakut," sahut Ndaru yang berdiri di sebelahku. "Makanya kalau ke mana-mana Om temenin."
Aku memberi lirikan tajam pada lelaki itu. Bisa-bisanya dia meluncurkan gombalan tak bermutu di situasi seperti ini.
"Tante berdoa aja kalau takut," tutur Enola. "Soalnya kata mama sama papa, kalau berdoa, nanti Tuhan nemenin kita."
Senyumku mengembang. "Nah, betul. Jadi, Enola besok nggak boleh takut, ya .... Operasinya sebentar doang, kayak tidur siang aja. Terus, waktu bangun, udah ada mama sama papa lagi. Di ruang operasi, ada dokter yang nemenin, dan pasti dijagain sama Tuhan, biar Enola pulas tidurnya."
"Kata mama, habis ini aku mau dibeliin rumah Barbie yang ada kolam renangnya itu loh, Tante." Enola cekikikan memandang ke arah Hasna. "Iya kan, Ma?"
Hasna mengangguk. "Iya. Kapan sih, Mama bohong?"
Aku dan Ndaru ikut terkekeh kecil. "Eh, Om sama Tante pulang dulu, ya ... mau mandi dulu. Besok kalau udah sembuh, Om ke sini lagi." Ndaru mengacak rambut Enola.
"Oke. Tante Lulanya ikut juga nggak, besok waktu aku sembuh? Takutnya kalau ditinggal Om Ndaru, jadi nggak berani ke kamar mandi. Soalnya suka ada monster di kloset."
Ndaru terbahak. "Oh pasti, dong. Nanti Tante Lula bawa boneka Barbie banyak buat Enola, yang warna-warni."
"Emang ada Barbie warna-warni?" Kening Enola mengernyit, bibirnya sedikit mengerucut.
"Ada, Tante Lula punya."
Enola bersorak, matanya yang berbinar penuh kebahagiaan menatapku lekat. "Bawa ya, Tante Lula! Aku mau warna oranye sama ungu sama hijau!"
Aku mendesis pelan sambil menyenggol bahu Ndaru. "Ah, itu ... iya." Di mana aku harus cari Barbie warna-warni yang Enola cari, coba? Dasar Ndaru!
Aku kembali memeluk Hasna di depan pintu. Untuk beberapa saat, tanpa suara aku menepuk-nepuk punggungnya. Kami saling melempar senyum sebelum aku menyalami Vano dan pamit pulang. Ndaru yang memang tidak dekat dengan Hasna, tersenyum simpul sembari bersalaman dengan sepasang suami istri itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXVENGER (END)
Genç Kız EdebiyatıReuni SMA jadi salah satu momok terbesar di hidup Lula, wanita berusia 30 tahun. Apa pun akan ia lakukan untuk menghindari acara terkutuk itu. Bertemu kembali dengan Azka---siswa berprestasi dan juga mantan pacarnya, yang memutuskannya tiba-tiba unt...