🔘 Serangan Dadakan Mondara

269 55 5
                                    

Tekan bintang dan berkomentar banyak-banyak.

Tidak boleh ada yang silent readers. Okay.

——

Kinasih memeluk tubuh Enara yang masih terbaring dengan erat. Keduanya sama-sama memeluk satu sama lain, padahal suhu tubuh keduanya sama-sama cukup tinggi. Kinasih yang belum sepenuhnya pulih dan Enara yang baru saja mendapat kesengsaraan.

Enara sadar beberapa menit yang lalu, gadis itu tersenyum cerah ketika melihat Kinasih berada di dekatnya. Enara pikir, ia terbangun di alam kubur, tapi nyatanya ... ia masih ada di dunia, dunia yang entah apa namanya.

"Gue kangeeeeeeeen," kata Kinasih sembari mengeratkan pelukannya pada Enara.

"Manja lo."

Kinasih mendongakkan kepalanya, menatap Enara. "Na ... lo nggak apa-apa? Lo diapain aja?"

"Nggak kenapa-kenapa."

"Sori, gue nggak ada waktu lo bener-bener butuh gue."

"It's okay, Kina, it's okay. Ini bukan kesalahan lo. Yang penting sekarang kita udah sama-sama lagi."

"Na ... janji sama gue, apa pun yang terjadi nantinya, kita harus tetep sama-sama."

"Janji."

Keduanya tersenyum, saling tatap, dan terkekeh kemudian. Kinasih kembali memeluk Enara dengan erat, menyalurkan segala kerinduan yang telah ia pendam akhir-akhir ini, menghantarkan kekuatan satu sama lain. Di dunia aneh ini, Kinasih hanya punya Enara, dan Enara hanya punya Kinasih.

Terlalu lama berpelukan, Kinasih sampai tertidur. Gadis itu sedikit mendengkur, membuat Enara terkekeh kecil. Bagi Enara, Kinasih sudah ia anggap seperti kakanya sendiri, saudaranya sendiri. Ia bersyukur memiliki sosok sahabat seperti Kinasih, sosok yang selalu menemaninya di kala Enara terpuruk, sosok yang selalu menceramahinnya 24/7 ketika Enara berbuat kesalahan. Enara tak kesal jika Kinasih memarahinya karena kesalahannya, ia justru merasa bahagia karena ada yang peduli padanya.

Lama-lama, Enara mengantuk juga. Perlahan matanya memejam, tidur dalam keadaan berpelukan dengan Kinasih. Posisinya saat ini masih berada pada kamar Ratu Nerissa, sedangkan sang ratu tengah bertemu dengan Raja Mahadava dan yang lainnya.

***

Di ruang pertemuan dengan Raja Mahadava, terlihat Alaska tengah menjelaskan panjang lebar apa yang ia alami di Kerajaan Mondara. Seiring lahirnya kata demi kata dari mulut Pangeran Mahkota itu, Raja Mahadava tak henti-hentinya mengepal kuat. Bahkan para ratu sedikit waswas jika sang raja akan meledakkan emosinya.

"Maaf, Ayah. Aku terpaksa mengiyakan permintaan Raja Purla yang meminta Ayah turun tahta dari Silimender," kata Alaska sembari menunduk. Ia terpaksa saat itu, tak ada pilihan lain untuk cepat-cepat menyelesaikan kelicikan sang Raja Purla. Mengingat nyawa Enara begitu terancam di sana.

"Ayahmu ini memang akan segera turun tahta, Alaska, karena kau akan segera menggantikan Ayah. Sedangkan Purla tak tahu diri itu hanya meminta Ayahmu untuk turun tahta saja, bukan?"

Alaska diam, membenarkan perkataan sang ayah. Mengapa ia sampai tak berpikir sejauh itu sebelumnya?

Akhirnya Alaska mengangguk hormat. Para ratu termasuk Ratu Nerissa dan Ratu Zemira menghela napas sedikit lega. Yang Mulia Raja tak meledakkan emosinya, beliau mencoba menahannya dengan tenang.

"Ratu Nerissa," panggil sang raja ketika Alaska sudah duduk di tempatnya.

Ratu Nerissa beridiri dari duduknya. "Saya, Yang Mulia."

Another World [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang