"Apa gue siap?" tanya Doyoung pada dirinya sendiri. "Gimana kalau besok... arghh!"
Berbalik ke kanan, berbalik ke kiri, posisi terlentang hingga menutup wajah dengan bantal, semua itu sudah ia coba. Entah sudah berapa kali Doyoung mengubah posisi tidur, rasa kantuk tak kunjung menghampirinya. Sudah nyaris tengah malam tapi remaja Kim itu masih terjaga. Apa mungkin karena olimpiade?
Ya, itu benar.
Olimpiade fisika memang dilaksanakan esok hari, namun ada hal lain yang membuat Doyoung resah semalaman. Lebih tepatnya rencana yang sudah ia susun rapi dan matang. Doyoung hanya takut jika semuanya tak berjalan lancar dalam kesempatan kali ini. Mulutnya tak berhenti merapalkan doa agar semua penantiannya tak berujung pada suatu hasil yang sia-sia.
Tentu Doyoung berharap bisa pulang dengan membawa gelar juara pertama, tapi tak menampik kalau sebenarnya ia hanya menjadikan olimpiade ini sebagai jembatan untuk dirinya menjawab pertanyaan yang selama ini seolah disingkirkan dari hidupnya.
Bruk!
Kakinya tak sengaja menendang sesuatu hingga terjatuh. Doyoung beringsut dari tempat tidurnya dan menyalakan lampu. Rupanya buku catatan dengan sampul biru sudah tergeletak di bawah ranjang. Sejak kali pertama menemukan buku itu pada tumpukan sampah di rumah lamanya, Doyoung tak juga punya keberanian cukup untuk membaca deretan kata yang tertulis. Faktanya, tulisan tangan Jeongyeon lah yang tersimpan disana.
Doyoung membuka halaman pertama, tempat dimana dirinya biasa menyimpan foto yang ia yakini dan sudah sangat jelas merupakan kedua orang tuanya.
"Gue harus bawa ini besok."
***
"Kenapa tadi nggak naik kereta aja, Pa?" tanya Minseo.
Pria yang duduk disampingnya sekaligus kursi kemudi berdecak. "Kamu bersyukur dong, masih mending nggak jalan kaki. Lagian kalau naik mobil kan kita bebas mau kemana aja, nggak usah nunggu-nunggu kereta. Belum lagi kalau nanti tiketnya habis."
Watak Kim Doyoung sejak dulu masih sama, ia adalah tipikal orang yang tidak suka menunggu. Tapi mungkin untuk menunggu Jeongyeon misalnya, itu bisa jadi sebuah pengecualian. Mereka bertiga sudah sampai di Hallym University di Chuncheon, tempat dimana olimpiade fisika nasional diselenggarakan.
Begitu keluar dari mobil, Minseo langsung sibuk berkutat dengan kamera ponselnya. Mencoba berbagai macam pose di depan tulisan universitas. Sementara itu, sejak berangkat hingga sampai ditempat tujuan Doyoung tak bicara sepatah kata pun. Sepanjang perjalanan juga, Doyoung yang duduk di kursi belakang hanya melamun menatap ke luar jendela. Pemuda Kim itu terlalu gugup. Kecemasannya sejak malam tadi tak kunjung pudar, malah semakin kentara.
"Minum dulu," Guru Kim Doyoung menyodorkan sebotol air mineral kepada sang murid. "Kamu nggak apa-apa, Doy? Masih pagi tapi sudah banyak melamun."
"Terimakasih, Pak," Doyoung menerimanya. "Saya cuma----- sedikit gugup. Jadi ingat, dulu saya kan nggak menang." Bohong Doyoung.
"Jangan terlalu dipikirkan, kamu sampai dititik ini aja sudah hebat. Nggak semua anak bisa seperti kamu, Doy," ujar Pak Doyoung. "Saya mau urus registrasi dulu ke dalam ya, kalau kamu sudah merasa lebih baik langsung nyusul yang lain saja."
Doyoung mengangguk lalu membiarkan gurunya pergi. Ia masih setia bersandar di pintu mobil sambil meneguk habis air mineral. Ia menengadah menatap langit yang sangat cerah hari ini. Semoga harinya bisa seindah langit biru yang sedang menaunginya serta semua berjalan lancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Pain ft. kdy & yjy
FanficKim Doyoung jatuh cinta kepada seorang perempuan yang dulu pernah ia sia-siakan semasa SMA. Akankah mereka dipersatukan atau justru semakin jauh terpisahkan? ft. Kim Doyoung & Yoo Jeongyeon and one second lead as a surprise start : 25th of December...