chapter 5: hatred

462 97 57
                                    

Pak Kim Doyoung menutup pertemuan pada pagi hari itu dengan ucapan terimakasih diikuti beberapa wali murid yang meninggalkan ruangan. Setelah membicarakan tentang olimpiade fisika yang menjadi tanggung jawabnya, seluruh orang tua murid yang berpartisipasi dalam olimpiade setuju saat anak mereka diminta untuk mengikuti pembinaan atau kelas fisika tambahan tiga kali dalam seminggu.

Dibalik lancarnya pertemuan tadi, ada satu hal yang membuat Pak Doyoung merasa ada yang kurang. Orang tua dari murid bernama Doyoung tidak hadir dan tanpa memberikan keterangan. Pak Doyoung sedikit cemas apabila muridnya itu tidak diberikan izin. Padahal menurut pandangannya, siswa seperti Doyoung mampu mengukir prestasi di olimpiade tahun ini mengingat sebelumnya remaja itu pernah berpartisipasi dan memiliki jajaran nilai yang bisa dibilang sangat bagus.

Pak Doyoung berjalan menyusuri koridor dan tanpa sengaja melihat puteranya sedang mengikuti pembelajaran olahraga di lapangan. Ia menatap Dongyun dari kejauhan, ternyata ada dua kelas yang memakai lapangan untuk pembelajaran. Lalu dari ekor matanya, Pak Doyoung menangkap sesuatu yang tidak asing baginya.



"Doyoung, tolong kesini sebentar!" panggilnya.



Setelah meminta izin oleh Pak Johnny selaku guru olahraga, Doyoung berlari kecil menghampiri Pak Doyoung yang berdiri di anak tangga.



"Kenapa, Pak?"

"Orang tua kamu kemana?" tanyanya. "Kok hari ini nggak datang menemui saya."

"Maaf, Pak. Ibu saya hari ini ada rapat di kantornya, jadi nggak bisa datang."

"Oh, begitu," Pak Doyoung mengangguk. "Ayah kamu sibuk juga?"

Doyoung terdiam cukup lama. Hatinya mendadak sakit kalau ada orang yang menanyakan perihal ayahnya yang ia sendiri juga tidak tahu keberadaannya. "Saya nggak punya ayah, lebih tepatnya nggak tau beliau dimana."



Detik itu juga badan Pak Doyoung menegang. Seperti ada anak panah yang menghujam tepat didadanya. Seketika raut wajah Doyoung yang semula ceria berubah menjadi sedikit lesu. Namun remaja itu berusaha untuk tetap tersenyum.



"Maaf, saya-----"

"Iya, Pak," balas Doyoung. "Tapi saya udah dikasih izin, mungkin besok ibu saya baru bisa datang. Nggak apa-apa, kan?"

"Yang penting sudah dapet izin, tentang informasi akan saya sampaikan lewat pesan yang saya kirim ke kamu saja," tutur Pak Doyoung. "Ya sudah kalau gitu, silahkan kembali ke lapangan."

"Baik, Pak. Permisi."




Dalam langkahnya menuju kantor guru, pikiran Pak Doyoung tidak terlepas dari apa yang muridnya ungkapkan tadi. Apakah pertanyaan darinya sangat menyakiti anak itu? Pak Doyoung membuka ponselnya, laku mengetikkan sesuatu disana sebelum dikirim kepada seseorang yang dimaksud.












Pak Kim
Ke rumah saya jam 7 malam
Ada sesuatu
📍Komplek Perumahan Sillim 1, Sillim-dong, Gwanak-gu








***







Dongyun berjalan menuruni tangga seraya membawa botol minum kosong disebelah tangannya dan berniat untuk membuangnya di tempat sampah yang ada di dapur. Doyoung yang menyadari keberadaan puteranya pun langsung memintanya untuk bergabung di meja makan.


"Makan dulu."


Dongyun mengangguk dan duduk di kursi yang berseberangan dengan ayahnya. Ada satu pertanyaan yang ingin diutarakannya tapi tertahan sejak sepulang sekolah tadi. Kini Dongyun tidak bisa lagi memendam rasa penasarannya.


Love and Pain ft. kdy & yjyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang