o7. point

187 43 13
                                        

—Jumat. hari ke lima dalam tujuh waktu dalam satu minggu. aku pergi ke tempat Ibu lagi sore ini.

bukan sekedar pergi menjenguk. lalu membersihkan makam. dilanjut mengirimi Ibu doa, dan mengganti bunga baru.

tapi, aku rindu ingin menemui sosok teman yang kukenal secara tak sengaja sewaktu pergi ke gereja. ya, dia Tinus. katanya ia akan berkunjung dihari Jumat.

"hai, berkunjung sendiri lagi nona?," -terdengar sapaan hangat dengan suara yang cukup familiar ditelingaku.

aku menoleh, pandangan kami bertemu lalu saling melempar senyum, iya dia itu Tinus.

"haha iya benar, kamu mengunjungi Nenek lagi hari ini?," -tanyaku sambil membersihkan sedikit noda tanah dibagian bawah sweater putih yang ku kenakan.

"iya aku berkunjung untuk yang ketiga kalinya minggu ini, ah iya apa kamu sedang sibuk?," -balasnya bertanya padaku.

"tidak juga kurasa, memangnya ada apa?," -ujarku.

"apa ada waktu untuk berbincang? rasanya setiap bertemu setelahnya kita akan langsung pamit pulang lebih dulu," -ajaknya dengan sedikit menggaruk tengkuknya.

ini sudah pukul empat sore, pekerjaanku untuk hari ini selesai. tidak apa sepertinya aku pulang sedikit terlambat hari ini. lagipun aku memasak makanan lebih pagi tadi jadi, kurasa Ayah tidak akan kelaparan sampai aku pulang ke rumah.

"ah baiklah, asal jangan sampai terlalu lama ya. Ayahku sendiri dirumah," -jawabku tersenyum ke arahnya.

raut wajah Tinus berubah menjadi ceria setelah mendengar jawabanku. layaknya seorang anak yang mendapat hadiah baru. dibawah pohon yang sudah dihias dihari natal, batinku.

"baik, kita berbincang disana saja ya," -ucapnya menunjuk bangku putih yang terletak dibawah pohon rindang tak jauh dari letak makam Ibu.

aku mengangguk tanda setuju, lalu kami berjalan beriringan menuju tempat yang menurutku memang nyaman untuk sekedar berbincang ataupun beristirahat sebentar setelah berkunjung dari makam.












































"berapa usiamu tahun ini?," -tanya Tinus padaku.

"tahun ini aku berusia 15 tahun, bagaimana denganmu?," -balasku sekenanya.

"kau lebih muda dariku satu tahun rupanya, tahun ini aku berusia 16 tahun. ku harap aku bisa bertahan sampai ulang tahun ke-17 tiba," -jawabnya tersenyum memandang ke arah banyaknya makam didepan kami.

"ah begitu, apa aku harus memanggilmu dengan sebutan Kakak mulai sekarang? apa maksudnya, benar bukan tahun depan usiamu menjadi 17 tahun?," -timpalku mencoba membalas perkataannya tadi.

"tidak perlu walau aku lebih tua darimu, kita masih terlihat seperti remaja seumuran kan?," -katanya dengan raut wajah terkesan meledekku.

"maksudmu aku terlihat tua begitu?," -cibirku ke arahnya.

kulihat dia terkekeh mendengar ucapanku barusan, entahlah selera humornya terlihat lebih rendah dariku, ya sepertinya.

"bukan begitu Tara, maksudku kalau kita berjalan beriringan nampak seperti pasangan remaja pada umumnya begitu saja tidak lebih, dan ya aku juga tidak ada niatan untuk meledek puan secantik dirimu," -tuturnya padaku sambil tersenyum hangat.

aku ikut tersenyum kecil sebelum membuang pandangan ke arah lain, rasanya ada yang menggelitik diperutku setelah penuturan Tinus barusan.

"ya baiklah, apa yang mau kau bicarakan tadi?," -ucapku mencoba mengembalikkan situasi lewat topik awal pembicaraan kami yang hampir terlupa.

"hari ini atau hari berikutnya kau kesini mengunjungi Ibumu, sedangkan aku berkunjung untuk Nenek. dan mungkin 365 hari lagi kamu yang berkunjung untukku ke sini," -jelasnya dengan nada yang terdengar lesu.

ah ayolah apa yang dia bicarakan, aku tidak cukup mengerti hanya dengan mendengar penjelesan darinya sekali.

"maaf, tapi apa maksudnya? aku tidak mengerti," -kataku jujur padanya.

"sebentar lagi kau akan tau Tara, apa kau punya waktu lebih besok?," -tanyanya padaku.

sabtu besok aku punya cukup banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. karena, akan ada pesanan makanan besar ditempat ku bekerja guna acara pernikahan.

tapi, kalau menolak ajakan Tinus rasa penasaranku tidak akan terbayar.

"mungkin malam hari? apa kau keberatan?," -jawabku meminta persetujuannya.

"tidak sama sekali, aku kira kau akan menolak ajakanku. besok pukul tujuh malam bagaimana?," -katanya padaku.

"baik, mau bertemu dimana? tolong jangan terlalu jauh dari kediamanku ya, aku tidak bisa meninggalkan Ayah terlalu lama begitu malam tiba," -jelasku.

"kau memang puan yang baik hati Tara, bagaimana dengan taman kota? itu tidak jauh dari tempatmu bukan? atau kamu mau ku jemput besok?," -ujarnya lagi padaku.

"terima kasih tapi tidak perlu, aku tidak berada dirumah besok. jadi, begitu kegiatanku selesai. aku akan langsung menemuimu ditaman kota," -tolakku dengan halus atas ajakannya tadi.

"baiklah kalau begitu, besok malam ku tunggu ya. ah aku hampir lupa, aku mengajakmu bertemu besok untuk berbincang supaya kita jadi saling mengenal satu sama lain. kau tidak terganggu kan?," -ujarnya cukup panjang menyampaikan maksudnya.

"tidak sama sekali Tinus, tenang saja. baiklah ini sudah senja, aku rasa aku harus pulang sekarang," -timpalku berpamitan padanya.

"maaf kalau begitu, biar aku antar kau pulang ke rumah ya. tolong jangan menolaknya karena, aku yang membuatmu harus pulang terlambat hari ini," -katanya bergegas ikut berdiri dari duduknya.

"iya baiklah, aku tidak akan menolak. terima kasih banyak Tinus," -ucapku ke arahnya.

"terima kasih kembali Tara," -balasnya tersenyum ke arahku.

sebelum akhirnya aku masuk ke dalam mobil yang dikendarai supir dari keluarga Tinus. seperti beberapa waktu lalu. kami berbincang mengenai hal-hal ringan supaya suasana tidak terlalu canggung pastinya.

sampai aku tiba didepan pagar kecil kediamanku dan Ayah, dilanjut dengan Tinus yang berpamitan setelahnya.

___
tbc,

gone days ( hwangshin )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang