—pagi dihari Minggu jadi, waktu yang cukup tenang untukku. membersihkan rumah, membantu Ayah, memasak sebentar. lalu pergi beribadah ke gereja dan bekerja sampai sore hari tiba.
setelah kehilangan orang-orang tersayang disekitar. rasanya tidak ada tempat yang dapat dijadikan penyembuh dan penghibur luka. selain tempat suci nan tenang bernama gereja.
"Ayah, Tara pamit ke gereja ya?," -ucapku keluar dari dalam bilik tidur.
"iya, hati-hati. lekas pulang setelah tenang ya," -balas Ayah sambil mengelus pelan telapak tangan kananku.
"baik, ruangannya sudah Tara rapihkan dan bersihkan. Ayah mau diantar atau pergi sendiri?," -timpal ku bertanya.
"Ayah bisa sendiri, kamu langsung berangkat saja ya, nanti bisa terlambat," -tolaknya halus.
"kalau begitu Tara pamit ya, sampai bertemu sore nanti," -pamitku mengecup singkat dahi ayah.
kulihat ayah tersenyum kecil, melambaikan tangannya padaku yang berjalan keluar rumah. semenjak kecelakaan 10 tahun lalu, Ayah jarang pergi beribadah ke gereja.
ia lebih memilih beribadah sendiri dirumah, tepatnya diruangan kecil dulunya gudang yang sudah beralih fungsi menjadi ruang ibadah keluraga kecil kami.
aku selalu berangkat 30 menit lebih awal ke gereja. mengingat jarak tempat ku tinggal ke sana lumayan memakan waktu. ya, aku berjalan kaki ke sana.
sebenarnya ada bus yang dapat mengantar ku sampai tepat dihalte depan gereja. tapi, rasanya sayang untuk sekedar mengeluarkan rupiah dari dalam tabunganku. aku masih sehat jadi, lebih baik berjalan kaki dibanding ikut dalam bus.
tiga jam berlalu, kegiatan ibadah kami selesai. tepatnya satu jam lalu, kebanyakan orang sudah pergi keluar mungkin untuk lanjut pergi kerja atau kembali pulang ke rumah untuk berisitirahat. mengingat ini hari minggu.
hari yang menyenangkan bagi orang-orang kaya.
berbeda dengan mereka aku masih setia duduk diam disini. rasanya batinku terguncang setiap selesai beribadah. mengingat banyaknya dosa yang sadar atau tidak ku perbuat disetiap harinya.
ataupun mengingat takdir hidup yang berat harus ku jalani setiap hari, selama aku hidup.
"mungkin butuh?," -sapa hangat seorang lelaki muda menawarkan sapu tangan putih dengan corak burung merpati disudutnya.
"terima kasih," -balasku.
"saya boleh ikut bergabung?," -tanyanya.
"iya, boleh," -balasku lagi sekenanya.
pria dengan kaus putih berlengan panjang dan celana hitam itu duduk tepat disampingku. ia tersenyum memandangku. aku hanya membalasnya dengan senyum simpul.
tidak lebih dari sekedar rasa terima kasih atas tawaran sapu tangannya.
"kenapa menangis? apa ada luka dihati yang tak dapat dibagi lewat cerita, atau karena mengingat banyaknya kesalahan yang diperbuat, juga jalan hidup yang tak sesuai harapan?," -katanya dengan tenang didepanku.
"ah tidak, hanya terbawa suasana usai beribadah saja," -sanggahku berbohong padanya.
"sudah beberapa minggu saya lihat kamu menangis saat datang, lalu seusai beribadah. saya pikir jawaban yang kamu lontarkan itu bohong, bukan terbawa suasana. tapi, karena banyaknya masalah rumit yang harus kamu terima dan jalani setiap harinya," -ucapnya membuatku terdiam.
"kita belum saling mengenal, mungkin itu yang membuat kamu tidak nyaman dengan keberadaan saya. perkenalkan saya Tinus, siapa namamu?," -sambungnya lagi memperkenalkan diri dan mengajakku berjabat tangan.
"hai Tinus, aku Tara. senang mengenalmu," -balasku menjabat tangannya.
"nama yang bagus untuk puan secantik dirimu, Tara. saya memang tidak tau apa yang ada didalam pikiranmu, atau apa yang mengusik ketenangan jiwamu. tapi, yang pasti jangan terus menyimpan luka sendiri. bukan dibagi tapi, ajaklah seseorang untuk mendengar ceritamu," -pujinya lalu menasihatiku.
"ada banyak sekali manusia didunia ini, bahkan dikota ini. jangan merasa sendiri kamu hanya perlu sosok teman. satu lagi, jangan terus bersedih kamu tidak sendiri Tuhan selalu ada didekatmu. dia lebih mengerti kamu dibanding siapa pun didunia ini. kalau begitu saya permisi dulu, hati-hati dijalan pulang," -tutupnya lalu pamit meninggalkan diriku yang masih terdiam didalam bangunan gereja tua ini.
"terima kasih, banyak," -gumamku melihat punggung Tinus yang sudah berjalan keluar gereja.
kulihat ia melambaikan tangan dan tersenyum manis sebelum berlalu dari halaman menuju ke persimpangan jalan.
hari ini jadi, hari terbaik untukku. aku mendapat teman baru yang sepertinya adalah orang baik dikirim Tuhan untuk menjadi tempat berukar cerita.
sudah beberapa kali aku melihat Tinus beribadah ditempat ini. ia selalu mengambil tempat dibagian belakang, dan pulang tanpa kendaraan tambahan.
jadi, aku cukup yakin dia tinggal didekat sini dan aku tak sabar untuk menjumpainya dikegiatan ibadah selanjutnya.
ah iya hari ini, aku merasa seperti ada seseorang yang kembali mengisi bagian rumpang dihati sekaligus penghangat hariku kembali.
...
noted:
Gereja dengan huruf depan kapital berarti persekutuan umat Allah, sedangkan gereja dengan huruf depan kecil berarti gedung untuk beribadah umat Katolik.*jadi, yang aku maksud itu rumah ibadah. karena, itu tulisan yang aku pakai dibagian ini. adalah "gereja" dengan huruf kecil.
___
tbc,

KAMU SEDANG MEMBACA
gone days ( hwangshin )
Fanfikce(baku) ❝Ini perihal 365 hari, belajar menghargai arti penting kehidupan.❞ (started 27/05/2021 , end 24/07/2021) pict & gif source, pinterest. /©️ameriicaneo