𝓣𝓪𝓱𝓪𝓹 19: 𝓟𝓮𝓼𝓪𝓷 𝓚𝓮𝓶𝓪𝓽𝓲𝓪𝓷

6 1 1
                                    


Tahap 19: Pesan Kematian

Sindy C. Vidya

[16.21]

[Gerbong kereta]

Hellio menduduki kursi kosong sambil menghela napas, otot yang kaku dan sakit kini kembali menyengat. Ia terlah berlari sepanjang jalan dari arena—banyak berhenti karena tak sanggup—hingga nyaris ketinggalan kereta. Melirik kanan dan kiri, Hellio membuka lagi gulungan pesan yang tidak lain dari papanya.

Putraku Hellio,

Dua hari lagi kau dan Hellia akan beranjak tujuh belas tahun. Seperti biasa, tradisi keluarga kita akan dilaksanakan.

Kau pasti tahu apa yang akan terjadi. Sekarang datanglah ke rumah Papa, Hellia sudah ada di sini. Tepat jam dua belas nanti, saudara-saudaramu akan datang.

Aku akan mempersiapkanmu sebelum itu.

Setelah membacanya sekali lagi, Hellio menggulung kembali pesan darurat itu. Kekacauan sejak pembunuhan ke-sembilan dan semua kecemasan selama itu membuat Hellio lupa kalau ia sebentar lagi bertambah usia. Hellio paham betul apa yang akan terjadi. Ia merasakan emosi yang tercampur aduk, kebingungan memenuhi otaknya.

Memangnya apa lagi yang bisa ia lakukan? Hellio cepat-cepat pergi menuruti papanya karena tak tahu harus melakukan apa lagi. Bagaimana dengan Hellia? Oh, kekacauan itu juga membuatnya melupakan saudari kembar sendiri. Hellio terakhir melihat punggung kuat itu sedang terbaring di Healing Center Akademi Mage Kremwelts, lalu menghilang keesokan hari. Hellio hanya bisa berharap Hellia kini baik-baik saja.

"Pemberhentian bayangan, Distrik Nightmoure."

Hellio bangkit, menutup kembali tudung dari jubah lusuh yang ia kenakan sedari menonton pertandingan Abrus. Hellio setengah bersyukur mengenakan pakaian itu, dengan begini identitasnya akan lebih tersamarkan.

Kaki kaku berjalan tertatih-tatih, pandangan terus menunduk tanpa memedulikan beringasnya penduduk di distrik yang selalu malam. Terasa seperti berjalan berhari-hari ketika Hellio sampai di rumah antik yang besar dan menjulang tinggi. Ia menapak ke halaman penuh daun jatuh yang tak disapu, rasanya hampir jatuh saat akhirnya meraih gagang pintu.

Hellio menenangkan diri sejenak, lalu membukanya.

Kriieeeeeet ....

Terkesan angker dan tak berpenghuni sejak Hellio terakhir berkunjung. Sofa merah dan emas di ruang tamu telah dipenuhi debu, lampu gantung nan mewah dijadikan sarang laba-laba. Perapian berlumut, foto leluhur memburam. Kamar-kamar terbengkalai, karpet merah di koridor menjadi sedikit abu-abu. Tak ada sumber penerangan, hanya sedikit cahaya remang dari obor di tembok.

Hellio membuat api kecil sebagai pencahayaan, berharap tidak menjalar atau malah membakar perabotan. Ia mencengkeram kayu pegangan dan menaiki anak tangga berdebu satu per satu, menuju satu-satunya tempat yang pasti tertata rapi.

Penumbra [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang