Tahap 14: Meredupnya Matahari (3)
Sindy C. Vidya
Masa Kini
Hellio terbangun sekali lagi, masih di kasur yang sama. Tubuhnya sudah bisa digerakkan, ia kini merasa cukup kuat berjalan—meski belum sempurna. Detakan jam dinding yang khas terus terdengar, berdetak-detak mengisi keheningan. Hellio pelan-pelan bangkit dari posisinya lalu menyibak tirai sedikit untuk mengamati. Ia benar-benar ingin sendiri, tak ingin dihampiri seorang pun.
***
Sepuluh tahun yang lalu
Hellio dan Hellia mengulur waktu, tidak langsung pulang karena tak ingin membuat Louise semakin marah. Mereka memutuskan menikmati waktu sejenak bermain bersama anak-anak satu perumahan yang kebetulan menonton di lapangan. Beberapa memberi hadiah ucapan selamat atas kemenangan pertama si kembar. Setengah jam kemudian, Hellio dan Hellia baru pamit pulang.
Hari sudah sore, semburat oranye kemerahan matahari membuat rambut dan mata si kembar tampak makin terang bercahaya. Hellio dan Hellia sekali lagi jalan pulang, bukan balapan. Dalam keheningan nyaman sepanjang jalan, mereka diam-diam berharap segera memakan masakan Helen dan tidur nyenyak di ranjang empuk.
Baru saja menginjakkan kaki mencapai gerbang, Hellia mengangkat telunjuk ke bibir, mengisyaratkan 'diam'.
"Ssh!" desisnya, mata melirik was-was.
Terdengar omelan keras yang begitu mereka kenal, tidak lain berasal dari sang ibu, Helen. Hellio melirik Hellia, mereka saling mengangguk lalu berjalan mengendap-endap menyusuri taman yang luas hingga mencapai tembok kayu. Hellio memberanikan diri mengintip jendela terdekat. Di ruang tengah, Louise duduk muram sementara Helen yang menyembuhkannya dengan magi sinar penyembuhan bersiap mengomelinya sekali lagi.
"Apa kau sudah sadar konsekuensi tindakan tanpa pikir panjang itu?" geram Helen.
Louise mendengus dengan ekspresinya yang muram, "Iya, Ma."
"Aku sudah sering menyembuhkan lawan-lawanmu." Helen menginspeksi luka di lengan kanan Louise. "Bekas luka ini jurus pamungkasmu yang disebut 'Hujan Meteor' kan?"
"Benar."
"Lalu, bagaimana ceritanya?"
Putra sulung itu mengepalkan tangan dengan erat. "Hellia mengembalikan seranganku."
Helen mengaktifkan maginya, sinar kekuningan hangat menyembuhkan lengan Louise. Ia sambil tersenyum bangga.
"Hellia memang berbakat, dia bisa api penyembuhan. Bagaimana denganmu? Hanya bisa pengendalian yang dibanggakan Jev bukan berarti kau bisa melakukan segala-galanya!"
Bahkan dari luar jendela, Hellio bisa melihat Louise menelan ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penumbra [Completed]
FantasíaAbrus adalah seorang siswa Akademi Mage Kremwelts sekaligus assassin paruh waktu. Mereka menyebutnya Monster Bayangan. Abrus memiliki dendam tersendiri terhadap Hellio, si Neraka yang selalu meraih peringkat pertama dan nilai sempurna di segala bid...