𝓣𝓪𝓱𝓪𝓹 18: 𝓜𝓮𝓷𝓭𝓪𝓭𝓪𝓴 𝓜𝓮𝓷𝓰𝓱𝓲𝓵𝓪𝓷𝓰

7 1 0
                                    


Tahap 18: Mendadak Menghilang

Sindy C. Vidya

[16.03]

Hellio mencengkeram besi pembatas pada tribun, menopang berat badan. Tangannya telah memutih, jemari menjadi kaku, tubuhnya terasa seperti batang pohon yang nyaris roboh, kedua kaki mati rasa. Semua kondisi itu tidak dia pedulikan.

Ia telah menyelinap keluar dari Healing Center (sekali lagi), menyembunyikan diri dalam jubah hitam lusuh—jubah itu diambilnya dari gudang lalu dibakar sedikit agar tampak compang-camping—lalu berjalan dengan penuh usaha menghampiri arena, menempati spot paling depan, berharap tak ada yang mengenalinya.

Ada tiga alasan. Pertama, Hellio tak ingin menghabiskan masa suramnya dalam Healing Center. Kedua, Hellio tak pernah melihat Abrus bertarung selain melawannya. Ketiga, apabila Hellio terlalu jauh ... Abrus takkan bisa mengawasinya semudah itu. Setidaknya Hellio harus berusaha membantu Abrus mencapai target mereka: membunuhnya.

Dia berbeda, batin Hellio. Abrus tidak terlalu memedulikan teknik atau jurus seperti mayoritas fighter lain. Abrus bertarung dengan hatinya.

Ketika Abrus membuat lingkaran kabut hitam, Hellio masih bisa menambah cahaya di matanya—samar-samar melihat apa yang terjadi di dalam—dan menggunakan pendeteksi aura magi kuat, mengetahui posisi setiap mage yang bertarung.

Abrus lemah pada cahaya. Itu alasan dia tak pernah menggunan kabut ini padaku.

Kabut itu pun terbuka, tersingkap, Ronan telah terkapar ditimpa sulur Lily serta dua orang temannya diikat dengan kabut tebal. Para penonton berteriak heboh, Hellio harus menutup telinganya saat itu.

Kupikir hanya perasaanku, tapi aku tak paham mengapa mereka begitu membencinya, pikir Hellio ketika melihat dengan miris wajah-wajah mereka yang berteriak. Ah tidak, mereka tidak sebenci itu. Benci kalian tidak tulus, sama seperti mereka yang memberiku kebaikan palsu. Setidaknya Abrus benar-benar membenciku.

Hellio sudah tak lagi kuat berdiri, kini ia perlahan-lahan melepaskan genggaman pada besi pembatas. Ketika Lily mulai bertindak untuk menolong Ronan, pandangan Hellio sudah tak begitu jelas. Hellio terperenyak, pertarungan menegangkan di depannya hanya bagai film buram yang diputar ulang.

Kalian berpura-pura membenci karena takut, bukan? Takut menjadi sepertinya ... Abrus begitu jujur dan tidak menutupi, tapi tak ada yang mau berteman dengannya ... kalian berpura-pura, aku paham ... karena aku salah satu dari kalian.

Awan gelap pemikiran sesat kembali datang menghantui, kecemasan datang mengikuti. Hellio terperenyak jatuh, lutut menghantam batu yang keras. Detak jantung menjadi semakin cepat, napasnya berantakan. Hellio mulai membuka mulutnya, terengah-engah, kesadaran seolah diambil oleh pengganggu asing yang datang tak diundang.

"Hei, Dik." Seseorang menepuk pundak Hellio. Hellio bergidik.

"E-eh ... apa ... iya?" respon Hellio, masih gemetar, hanya menoleh sedikit.

Orang itu mengenakan tudung berlogo Akademi Mage Kremwelts, baju dengan banyak kantong, serta membawa tas satchel besar. Ia mengeluarkan sebuah gulungan, melemparkannya pada Hellio.

Penumbra [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang