Avantheim, Mythilea.
Teriakan beberapa orang yang menyerukan satu nama menggema di sepanjang lorong membuat orang-orang di sekitar menjulurkan lehernya untuk mencari tahu apa yang terjadi.
"Tuan putri!"
Satu nama itu langsung membuat mereka paham. Tuan putri mereka menghilang lagi. Bukan berita baru hal ini terjadi, mereka sudah mengalaminya berkali-kali. Dengan gerakan serempak, mereka mengambil langkah untuk turut meramaikan pencarian putri mereka yang hilang.
Mencari ke segala sudut dan semua tempat yang ada di penjuru istana.
Sementara, sosok yang dicari cuma bisa terkikik geli dan mengamati banyak orang yang mencarinya dari atas dahan pohon yang baru saja dijadikan tempat persembunyian barunya.
"Putri, kau tahu kalau memanjat pohon itu berbahaya bukan?"
Jantung Dania serasa lepas dari tempatnya saat suara itu berbisik tegas di telinga kirinya. Dia hampir saja jatuh dari ketinggian dua meter apabila tangan sosok yang berbisik tadi tidak melingkari daerah perutnya untuk mencegah hal itu terjadi.
Memicingkan matanya kesal, Dania berseru, "Edward! Jangan mengagetkanku dan jangan ikut-ikut memanjat pohon!"
Yang ditatap tajam cuma bisa tersenyum manis. "Turun, semua orang mencarimu."
"Tidak semuanya."
"Yang mulia raja juga mencarimu."
"Kau tidak pintar berbohong, Edward."
"Penggal kepalaku apabila aku berbohong kali ini."
Dengan satu kalimat itu, Dania mau keluar dari tempat persembunyiannya. Dibantu oleh Edward, dia turun dari pohon. Padahal, tadi dia sudah berniat ingin melompat sambil berteriak keras untuk menunjukan eksistensinya kepada semua orang yang mencarinya. Tapi, Edward menghancurkan rencananya. Dia memang tidak bisa diajak bersenang-senang.
Dania berlari kecil menuju ruangan Ayahnya sambil tersenyum manis menyapa semua orang yang akhirnya bisa tersenyum lega karena putri mereka akhirnya mau menunjukan kembali sosoknya setelah menghilang selama dua jam.
Terimakasih kepada Edward untuk yang satu itu.
Membuka pintu dengan keras, Dania langsung menubruk pria paruh baya yang sedang menunggunya.
"Sudah selesai bermain petak umpet?" Darius, Raja Avantheim dan Ayah dari Dania itu membalas pelukan anak perempuannya dengan menepuk-nepuk bagian belakang kepalanya pelan.
Dania cuma bisa tersenyum polos. "Salah kalian yang mengabaikanku secara terus menerus!" Serunya tanpa menoleh ke beberapa orang yang berada di ruangan ini juga, termasuk Edward yang tadi hampir membuat nyawanya melayang.
"Karena itu kau nekat memanjat pohon?"
Muka Dania langsung tertekuk, dia tahu siapa pelaku yang dengan berani membeberkan hal ini ke Ayahnya.
Edward, akan dia pastikan untuk memenggal kepala orang itu nanti.
"Berhenti membicarakan itu. Kenapa ayah memanggilku?"
"Ayah ingin kau pergi."
Dahi Dania berkerut. Apa? Pergi?
Ayahnya tidak berniat mengusirnya hanya karena dia telah membuat geger seluruh istana karena lagi-lagi menghilang kan?
Terlebih kali ini, dia menjadikan pohon sebagai tempat persembunyiannya.
Seakan bisa membaca pikiran anaknya, Darius menambahkan, "Ayah tidak mengusirmu, tapi melindungimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Avantheim
Fantasy[ fantasy ] [ GS ] [ baku-non ] [ end ] Bagaimana rasanya tinggal bersama enam makhluk bertelinga bulu dari dunia lain? Tidak tahu? Jonathan hadir disini untuk menceritakan pengalamannya.