Jo masih diam selama beberapa menit ke depan karena otaknya sedang berpikir keras sekarang.
Cerita apa?
Jo bahkan tidak ingat tentang memorinya selain dimana dia memulai hidup baru dengan hidup sendirian di perkotaan. Dia tidak ingat lagi tentang masa kecilnya, tentang orang-orang yang dulu di sekitarnya, ataupun tentang segala kejadian yang mungkin pernah terjadi di separuh jalan hidupnya.
Jo tidak ingat itu semua karena dirinya sendiri yang memilih untuk membuang memori tidak menyenangkan itu. Mungkin sebenarnya, beberapa ada yang menyenangkan, tapi seperti yang tadi dia katakan, semuanya pudar.
Bercerita tentang sekolahnya, apa yang harus dia ceritakan?
Sementara di sana, yang Jo lakukan cuma duduk mendengarkan ataupun tertidur karena terlalu lelah dengan pekerjaan sampingannya kemudian pulang ke rumah.
Teman?
Jo tidak punya teman. Mungkin ada, tapi dia tidak mau menganggap mereka teman saat kabar Jo saja mereka tidak tahu. Tapi tidak apa, itu adalah keputusannya sendiri untuk tidak memberitahu mereka.
Teman yang dia punya sekarang cuma dirinya sendiri.
Keluarga?
Jo bahkan tidak mau berusaha untuk mengingatnya lagi. Jadi, pilihan ini otomatis gugur.
Bercerita tentang kehidupannya yang sekarang pun terkesan percuma. Mereka sudah tahu apa yang Jo lakukan sehari-hari. Bagaimana dia selalu menyibukan diri untuk mencari uang.
Sementara ketiga lainnya cuma bisa terdiam menunggu jawaban dari Jo. Mereka tidak tahu apa yang membuat Jo berpikir terlalu lama hanya untuk sebuah cerita.
"Jo?"
"Bentar gue lagi mikir."
Dania menghela napas. Padahal kan mereka harusnya bercerita sekarang untuk membunuh waktu, tapi rasanya malah jadi seperti mereka menunggu Jo berbicara untuk membunuh waktu.
Apa ada sesuatu yang membuat manusia itu tidak bisa bercerita dengan leluasa?
Sesuatu yang Jo tidak ingin orang lain untuk tahu?
Sepertinya begitu. Meski Dania tahu dia tidak boleh mengambil keputusan secara sepihak dan asal, tapi sepertinya untuk sementara jawaban itu bisa digunakan untuk menjawab rasa penasarannya.
Lagipula, meski mereka sudah tinggal bersama cukup lama, hal itu belum bisa membuat mereka menjadi dekat. Mungkin, Jo masih menganggap mereka sebagai makhluk asing yang menumpang untuk tinggal. Jadi, dia tidak boleh memaksa Jo untuk bercerita sesuatu yang dia tidak mau terlepas dari seberapa penasarannya Dania.
"Hei, Jo. Apa kau mau dengar cerita dari sudut pandang seorang putri mahkota?"
Jo menoleh. Sepertinya dia terlalu lama berpikir sehingga membuat Dania tidak sabar dan memilih untuk bercerita lebih dulu.
Entah itu atau bukan alasannya, ataupun ada alasan lainnya, tapi satu hal, Jo berterimakasih banyak ke gadis serigala itu karena secara tidak sadar dia telah menyelamatkan Jo.
"Cerita apa yang lo punya?"
Dania kemudian tampak berpikir sebentar, memilah-milih tentang apa yang harus dia ceritakan.
"Putri?" Edward tahu betul, tidak seharusnya cerita Avantheim dibeberkan begitu saja, terlebih cerita tentang putri mahkota mereka. Bahaya bisa datang dari arah mana pun, tidak bisa juga diprediksi kapan akan terjadi.
Tugasnya disini cuma satu, menjaga Dania tetap aman selama bersembunyi di dunia manusia, dan memperingatkan Dania tentang segala sesuatu yang boleh atau tidak boleh dia lakukan adalah salah satu tugasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Avantheim
Fantasy[ fantasy ] [ GS ] [ baku-non ] [ end ] Bagaimana rasanya tinggal bersama enam makhluk bertelinga bulu dari dunia lain? Tidak tahu? Jonathan hadir disini untuk menceritakan pengalamannya.