Mulut Jo menganga lebar dari kalimat pertama yang diucapkan Dania.
Kamar apartemennya akan kedatangan tamu lagi?
Bukan cuma satu, atau dua, tapi akan ada lima orang lagi?
Jo tidak percaya makhluk setengah serigala di hadapannya ini akan memerasnya di pertemuan pertama mereka.
Apa Dania lupa kalau Jo itu orang miskin?
Mengurus dirinya sendiri saja dia tidak sanggup, apalagi menampung lima makhluk lainnya?
Sebenarnya, sesial apa nasib Jo di bumi?
"Terus, kenapa lo kesini?"
"Aku kabur dari istana, lebih tepatnya kabur dari Avantheim."
"Kenapa?"
"Karena diperintahkan begitu."
"Sama?"
Dalam hati, Dania tidak berhenti mengeluh. Meski tadi dia memang menawarkan diri untuk menjawab pertanyaan manusia di depannya ini, tapi seharusnya dia tidak perlu menjawab sampai sedetail ini kan?
"Ayahku."
"Lo diusir?"
Habis sudah kesabaran Dania. Meski awalnya dia memang mengira bahwa dia diusir oleh Darius. Tapi kenyataannya bukan begitu. Dia tidak diusir. Tapi diberi perintah untuk kabur dan bersembunyi.
"Sekali lagi kau berbicara tanpa sopan santun, aku akan menebasmu." Dania berkata sambil memegang pedangnya yang masih terbungkus.
"Itu asli?"
"Bisakah kau berhenti bertanya?"
"Gue udah kasih lo makan, tepati janji lo dengan cerita semuanya ke gue."
Dengan cepat, Dania menarik pedangnya, kemudian mengacungkannya ke arah Jo. "Bagaimana menurutmu? Apakah ini asli?"
Jo meneguk ludahnya kasar. "Iya gue tau itu asli, udah sarungin lagi buru."
Selagi memasukan pedangnya ke sarung yang memang terlilit di pinggangnya, Dania mulai bercerita tentang bagaimana dia bisa sampai ke dunia manusia. "Aku dan kelima temanku kabur dari Avantheim untuk menghindari orc."
"Orc? Makhluk yang ada di game-game itu?"
Apa tadi katanya? Orc?
Jo jelas tahu makhluk seperti apa orc itu. Makhluk yang katanya haus darah dan hidup untuk membunuh. Game yang kadang dimainkannya di kala senggang membuatnya tahu banyak tentang dunia fantasi dan seisinya.
Tapi, Jo tidak menyangka akan mendengar secara langsung, bahkan melihat secara langsung makhluk yang harusnya hanya bisa dia perkirakan dalam pikirannya.
"Sepertinya kau tahu banyak tentang orc. Bagus, jadi aku tidak perlu menjelaskan lebih detail. Singkatnya, Avantheim, negeriku akan berperang dengan bangsa orc tidak lama lagi."
Di otak Jo sekarang penuh dengan pertanyaan, tentang apa, bagaimana, dan kenapa, tapi dia menahannya dan menunggu Dania untuk melanjutkan ceritanya.
"Ayahku menyuruhku pergi untuk menghindari orc yang bahkan aku tidak tahu alasannya karena apa. Meski sebenarnya, aku juga ingin ikut berperang."
Jo tahu, makhluk di depannya ini yang katanya adalah putri mahkota, bukanlah sembarang putri seperti di film kartun anak-anak. Dari caranya memegang pedang dan mengacungkan pedangnya tadi, Jo tahu, dia bisa mati kapan saja jika menyinggung perasaan Dania.
"Dan aku pergi bersama kelima temanku, melintasi perbatasan yang membatasi dunia kita berdua. Tapi, di tengah jalan, orc menyerang."
"Kau tahu? Semua orang menyuruhku untuk kabur. Dan itu menyinggung perasaanku. Tapi aku tidak punya pilihan dan berakhir meninggalkan mereka semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Avantheim
Fantasy[ fantasy ] [ GS ] [ baku-non ] [ end ] Bagaimana rasanya tinggal bersama enam makhluk bertelinga bulu dari dunia lain? Tidak tahu? Jonathan hadir disini untuk menceritakan pengalamannya.