Tak terduga, hari-hari dengan dua penghuni baru berjalan lebih lancar dari yang Jo duga.
Tidak ada peperangan, tidak ada kerusakan di apartemennya. Mereka semua berlaku seperti manusia pada umumnya.
Dan hal ini membuat Jo malah heran. Dia jelas ingat bagaimana kedua penghuni baru apartemennya datang dan sekejap kemudian menghunuskan pedang mereka ke lehernya.
Juga tatapan mereka yang rasanya sudah lebih dari cukup untuk bisa membunuh Jo.
Tapi, sejak malam itu, malam kedatangan mereka dimana Jo mengalah dan memberi hak penuh atas satu-satunya kamar di tempat ini, yang kemudian menjadi hal yang selalu dilakukan, entah mengapa mereka jadi lebih tenang?
Lihat saja bagaimana mereka bertiga tengah duduk tenang sambil fokus menatap layar televisi yang sedang menampilkan film disney. Yang Jo yakin seratus persen pasti pengaruh Dania. Dari saat dimana Jo mengajarkan ini-itu tentang dunia manusia dan juga memberi Dania kegiatan lain dibanding berlatih pedang, gadis itu bisa dipastikan setiap hari ada di depan televisi untuk menonton film kartun.
Jangan lupakan fakta bahwa ketiganya sekarang memakai hoodie favorit Jo tanpa izin. Yang sekali lagi pasti ajaran Dania. Gadis itu, sejak Jo mengizinkannya untuk memakai pakaian di lemarinya, semakin kesini semakin menjadi-jadi.
Jo kadang hampir lupa, kalau mereka sesungguhnya adalah makhluk dunia lain yang bertelinga dan bisa membunuh kapan saja mereka mau.
Mendekat ke arah mereka, Jo kemudian berujar singkat, "TV-nya bisa rusak kalo lo liatin sebegitunya."
Rasanya, meledek ketiga perempuan itu menjadi kesenangan baru untuk Jo. Karena reaksi mereka yang biasanya langsung melancarkan tatapan membunuh ke arah Jo.
Meski masih sedikit was-was, tapi kadar ketakutan Jo sudah banyak berkurang dari awal pertemuan mereka. Karena, Jo yakin, mereka tidak akan pernah membunuhnya tanpa persetujuan Dania, sedangkan putri mahkota itu tidak akan tega membunuh manusia miskin yang mau menampung mereka selama di dunia manusia.
"Jangan berisik, Jo!" Seru ketiga perempuan itu bersamaan.
Jo cuma bisa menghela napas, sejak mereka bertiga cukup akur dengan Jo, hampir setiap saat telinganya selalu menangkap celotehan-celotehan kecil yang biasanya berisi omelan tentang apa yang salah dari dirinya.
Padahal menurutnya, dia baik-baik saja. Tapi memang dasar para makhluk dunia lain itu, selalu menganggap apa yang Jo lakukan itu salah.
"Awasin semua ekor lo, gue juga mau duduk." Jo kemudian menepis ekor Dania dan Hyena agar memberinya ruang untuk ikut duduk. Sementara Ron yang tidak punya ekor tampak tidak peduli dan tetap berfokus pada tontonannya. Jo pun duduk di antara Hyena dan Dania setelah berhasil menyingkirkan ekor mereka.
Baru juga duduk kurang dari lima detik, suara-suara protes kembali terdengar di telinga Jo.
"Jo sempit, jangan duduk disini!"
Astaga, tolong ingatkan mereka bahwa ini adalah kamar apartemen Jo dan semua barang yang ada didalamnya juga adalah hak milik Jo.
"Maaf ya, gue miskin sampe gak sanggup beli sofa yang gede, makanya kalo lo mau protes, duduk di bawah!"
Dibilang begitu, akhirnya Dania menutup mulutnya kemudian kembali menonton film.
"Apa kau akan pergi lagi hari ini?" Hyena bertanya bahkan tanpa mengalihkan tatapannya dari televisi.
Lihat, mereka sudah akur bukan?
Hyena sendiri semakin melunak kepada Jo, karena menyadari bahwa Jo telah berbaik hati menyerahkan hak milik kasur apartemen sepenuhnya kepada mereka bertiga dan memilih mengalah dengan tidur di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Avantheim
Fantasy[ fantasy ] [ GS ] [ baku-non ] [ end ] Bagaimana rasanya tinggal bersama enam makhluk bertelinga bulu dari dunia lain? Tidak tahu? Jonathan hadir disini untuk menceritakan pengalamannya.