Babak belur sudah wajah ini. Ratusan pukulan pernah mendarat tanpa jeda. Meninggakan begitu banyak bekas luka, yang tidak pernah lekang dimakan masa. Itu adalah cerita kita yang kalah perang. Melawan si dia musuh terbesar.
Kamu, aku, kita, selalu kalah. Kalah melwan dia yang ada di depan sana. Manusia yang tercipta di balik pantulan cermin yang terbias cahaya. Manusia yang terlihat lemah dipandang mata. Namun menyimpan beribu jurus untuk dipakainya menang.
Berulang kali kita jatuh pada lubang yang sama. Berulang kali kita kalah denga jurus kejutaanya. Berulang kali juga kita kalah tanpa bisa memberi balas. Sungguh kekalahan yang menyedihkan. Merundung pikiran dalam alam bawah sadar. Dasar pecundang!
Belenggu ini harus dipecahkan. Dia harus kita taklukan. Entah bagaimana caranya. Tapi itu menjadi sebuah keharusan. Seperti ujian kenaikan kelas di sebuah sekolah. Memaksa kita untuk melewatinya, agar bisa naik ketingkat selanjutnya.
Jadi, sekarang mari bicara tentang cerita kita yang memenangkan perang. Melawannya dengan penuh kesungguhan dan banyak persiapan. Tak ada lagi nanti-nati. Semua hal harus presisi. Tidak ada lagi yang setengah-setengah. Semuanya harus dimainkan penuh, titik maksimal. Jangan sampai membuat celah, untuknya masuk lalu memporak-porandakan semuanya.
Sehingga pada akhirnya kita akan paham. Bahwa kenikmatan paling tinggi bukanlah Euforia kemenangan. Tapi melakukan perlawanan. Melawan dia, si musuh terbesar. Seseorang yang tergambar di balik cermin saat kita berkaca. Seseorang yang mengikuti kita dalam gelap bayang. Seseorang yang melangkah saat kita juga melangkah. Dia yang harus kita lawan. Dia yang harus kita taklukan. Dia adalah musuh terbesar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Perjalanan Manusia
De TodoIni adalah penggalan cerita tentang perjalanan manusia. Potongan kisah yang menghiasi setiap langkah. Beberapa potongan itu akan terhubung. Beberapa cukup berdiri sendiri tanpa perlu ditemani. Beberapa cerita bisa diambil pelajaran. Beberapa cerita...