Chapter 1 : Mawar dan Matahari (1)

276 25 2
                                    

Font Italic : preview chapter sebelumnya/suara batin

Chapter 1 : sudut pandang orang pertama

---

"Bukankah kita seharusnya membunuhnya saja?" hm?

"Tidak, tidak, laki-laki ini bisa kita manfaatkan" siapa yang akan dimanfaatkan? Uh, rasanya perutku seperti sehabis tertimpa kuali, sakit ingin muntah.

"Apa yang bisa kita manfaatkan dari pengemis kotor ini, hah? Kau tak lihat betapa kecil lengan itu!" oi, siapa yang kau sebut pengemis, hah?

"Kau lihat wajahnya? Dia terlalu manis dan kita bisa jual dia sebagai budak lalu kita bisa mendapatkan banyak uang" haha, benar-benar kotoran-kotoran ini tau bagaimana cara melihat penampilan orang lain.

"Atau kita bisa bersenang-senang dulu dengannya! Hahahaha!"

"Sstt... kau dengar itu?"

"Oho, sudah bangun kau rupanya, bajingan kecil!" aku mencoba membuka mataku dan mencoba menyesuaikan diri dengan terangnya sinar matahari yang menyambut. Untung saja badan gemuk salah satu berandal ini menutupi pandanganku. Sial, dia sangat besar. Mungkin dua kali, mungkin tiga kali lebih besar dari pada tubuhku. Dapat kulihat juga siluet seorang lagi dengan badan yang lebih kurus namun tetap saja bertubuh dua kali lebih tinggi dariku.

"Hm, setelah dipikir-pikir mungkin lebih baik kita bersenang-senang terlebih dahulu sebelum kau masuk ke tangan bangsawan-bangsawan mesum disana" tangan gempal itu dengan kasar menarik poni rambutku ke atas.

"Cuih!" tembakan ludah yang bagus!

Seketika kepalaku yang berada penuh dalam penguasaannya ini, ia hempaskan keras ke atas lantai bertanah yang sedikit basah. Bukan hanya sekali namun berkali-kali. Sesuai dengan harga dirinya yang cukup basah oleh air ludahku.

"Berani-beraninya kau, jalang! Memang seharusnya aku membunuhmu dari awal!" tubuh terlungkupku kini cukup terangkat, dengan tangan tebal itu kini meremat erat leherku. Ini mulai merepotkan.

"Kau benar-benar yakin akan membunuhnya?" si kurus mulai gelisah dengan kelakuan "sahabat"-nya. Oho, perampok kelas anak katak rupanya.

"Untuk perampok seperti kalian, yang hanya berani masuk di malam hari ke dalam rumahku yang hanya berlapiskan kayu ini, kalian bahkan hanya akan dapat air kencingku" brag! Wah, cukup kuat juga bocah ini melempar seluruh tubuhku ke samping bahkan sampai aku dihantamkan pada tumpukan kayu bakar yang sengaja aku kumpulkan untuk sekedar menghangatkan diri.

"Jangan macam-macam, kaki pendek! Kau bukan dalam posisi bisa menyombongkan diri seperti ini! Mintalah pengampunan!" yang kurus pun terprovokasi, bagus.

"Ugh, kalian ini. Lain kali pilihlah rumah yang bahkan punya atap dari genteng. Kalian tidak akan dapat apa-apa dari rumahku yang bahkan aku harus mengganti jerami yang aku gunakan untuk atapku setiap kali hujan turun terlalu deras" aku bangun seraya menggosok-gosok punggungku yang cukup nyeri. Setelah membenarkan baju dan menepuk-nepuknya terlebih dahulu dari debu, akupun meletakan kedua tanganku di pinggang. "Aku tak percaya kalian akan sebodoh ini"

"Bajingan! Kau akan menangis memohon ampunan setelah ini!" kedua orang itu menyerbu ke arahku. Dengan semua perhitungan yang sudah aku perkirakan dengan cepat sebelumnya, aku bisa menangkis setiap hantaman tak beraturan dari mereka.

"Aku pikir sebaliknya" aku mengangkat salah satu ujung bibirku, mengejek.

Tiba-tiba sepotong kayu diayunkan tepat ke arahku. Namun, ayunan tanpa perhitungan itu dengan mudah aku hindari dan aku mendapatkan peluang untuk menendang perut pria kurus ini dengan tendangan yang aku yakin akan menghentikan pergerakannya.

Tak hanya sepotong kayu, kini sebuah penggaruk rumput yang biasanya menemaniku mengumpulkan bahan bakar pun diayunkan asal ke arahku. Wah, aku bahkan tidak bisa mengangkatnya dengan satu tangan. Kekuatan bocah gemuk ini luar biasa. Tapi, tentu saja, sahabat bergigi tigaku itu tidak akan bisa menyakitiku. Aku berlari memutari satu-satunya ruangan di rumahku ini dengan kecepatan yang ia tidak bisa ikuti. Begitu aku sampai tepat di depan punggung besar pria ini, aku memutar kakiku 270 derajat dan menghantam tepat di samping kepalanya. Dan ia pun segera limbung dan tidak bergerak.

"Hei, ayo cepat pergi dari sini! Dia ini orang gila!" pria yang lebih kurus pun berusaha menyeret teman besarnya meninggalkan rumahku dengan ketakutan. Aku pun melipat tanganku didepan dada dan tersenyum menang.

Ugh, punggungku. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, mengecek bagaimana kondisi rumahku surgaku ini. Sial, sepertinya setelah tidak menemukan apapun di rumahku, mereka merusak semua yang ada di sini. Ah, tempat tidurku yang bahkan baru saja selesai aku buat selama 2 minggu pun terbelah jadi dua. Walaupun hanya terbuat dari kayu, tempat tidur ini lebih baik daripada tanah.

"Benar-benar keterlaluan. Setidaknya, jangan tempat tidurku!" aku menggerutu tanpa henti mengingat betapa berharganya tempat tidur itu. Matahari mulai tinggi pertanda hari semakin siang. Aku menyusuri hutan menuju sebuah sungai yang biasa aku datangi sehabis mengumpulkan bahan bakar. Hanya duduk di atas batu seraya mengamati dan mendengarkan air mengalir membuatku tenang serta membuatku berpikir bahwa yah, hidup tidak seburuk itu.

Tapi tidak seperti biasanya. Suara gemericik air tidak setenang kemarin. Seperti ada benda asing yang mengganggu alirannya. Aku menyembunyikan diriku di balik batang pohon besar dan berusaha mengintip.

Seseorang mengenakan jubah perpaduan warna hijau dan abu-abu sedang berdiri membelakangi di tengah sungai. Ada bordir bunga mawar berwarna hijau menghiasi jubahnya. Dilihat dari kainnya yang mengilat oleh sinar matahari, aku yakin bahwa pria itu berasal dari kelas yang cukup tinggi, mengingatkanku pada batu zamrud yang mahal itu. Rambutnya yang panjang namun diikat dengan rapi di atasnya, ah ia mengenakan hiasan rambut. Aku benar-benar yakin bahwa ia terlahir dengan sendok perak. Tapi, sedang apa ia disana? Menangkap katak?

Pria itu mengeluarkan pedang dari pinggangnya dan mulai untuk bersiap untuk mengayunkannya. Dimulai dari memegang pangkal pedang itu dengan kedua tangannya, kemudian mengangkatnya menghunus ke langit, lalu dua jari tangan kirinya ia usapkan di atas pedang yang ia tarik ke samping wajahnya seraya ia memasang kuda-kuda. Teknik dengan gerakan yang cukup tidak sopan untuk penampilannya yang begitu indah bagaikan batu Zamrud. Apakah ia pemakai ilmu bela diri? Berasal dari keluarga kultivasi yang mana?

Terus kuamati setiap pergerakan yang ia lakukan di atas genangan air itu. Oho, kupikir ia memiliki ilmu bela diri yang cukup bagus, apa aku bilang cukup? Sangat bagus! Bahkan burung-burung di atasnya tetap berterbangan dengan tenang walaupun setiap batu yang ada di sepanjang sungai hancur karena setiap kekuatan yang dikerahkan dari pria itu. Ah, batu yang biasanya aku duduki pun hancur. Sudah tidak bisa dibiarkan!



~The Wind Blew Against The Emerald ~

Hai, hai, udah lama aku pengen bikin cerita yang agak seriusan. Sebelumnya bikin cerita bobrok tentang oneus, bisa dicek di akun akyu, uhuy. Ga promosi.

Bacanya sambil inget inget vibe nya Lit bisa, apalagi yang versi Road to Kingdom pake headset lagi, duh kek di tonjok2 otakku sama suara drumnya. Ga oot.

Hope you like it aja ya~ lope<3

The Wind Blew Against The EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang