Font Italic : preview chapter sebelumnya/flashback
Chapter : sudut pandang orang ketiga
---
"Yeo Hwanwoong! Para master memanggilmu!" seruan terdengar. Seketika ruang aula itu ramai kembali. Semuanya bertanya-tanya apakah rumor yang mereka dengar mengenai keluarga Yeo yang menjadi penyebab kerusakan ini adalah benar adanya. Dengan terpanggilnya Hwanwoong, seperti seluruh pertanyaan itu hampir terjawab. Ini jelas berhubungan dengan keluarga Yeo.
---
"Kemarilah, anakku" panggilan lembut Master Son sedikit mengguyurkan air dingin ke kepala panas Hwanwoong. Namun pandangan pemuda itu masih belum bosan melihat ke arah lantai batu kediaman keluarga Jin. Pemuda itu berlutut di hadapan para Master bersiap-siap dengan apa yang akan didengarnya hari ini.
"Yeo Hwanwoong, aku kira kau sudah mengetahui apa yang akan kami tanyakan kepadamu" Master Jin memulai pembicaraan dengan kipas masih bergoyang di depan wajahnya.
"Murid ini tidak pandai, Master" jawab Hwanwoong sopan menandakan bahwa ia tidak mengerti dengan maksud ucapan Master Jin, atau lebih tepatnya ia tidak yakin. Ia diam-diam menggigit bibirnya.
"Baiklah, anakku. Akan aku ceritakan kepadamu sebuah cerita lama" Master Son keluar dari bangkunya dan mulai berjalan mengelilingi ruangan dengan segala kebijaksanaannya.
Sebuah kediaman yang cukup luas terlihat memiliki sebuah lubang di tembok pagar bagian belakang. Lubang itu baru. Lubang itu dibuat dengan tanpa suara persis cukup untuk keluar masuk satu manusia dewasa. Seseorang dengan ilmu bela diri yang lebih tinggi dengan santai namun gesit melompati dari satu atap ruangan ke atap ruangan yang lain.
Semua itu dilakukan tanpa bunyi sedikit pun. Bendera-bendera bersimbolkan kepala rubah tetap bergeming. Bahkan anjing-anjing setia yang keluarga itu pelihara masih dengan santai menjilati makanannya. Tidak, sampai seseorang meniup sebuah sedotan dan melayangkan isinya mengenai anjing-anjing tersebut. Seketika binatang aktif itu sudah tidak bergerak. Melihat yang ditembakan adalah sebuah jarum yang telah dilumuri racun, hewan malang itu kini tak bernyawa.
Malam masih begitu muda. Bahkan pemilik kediaman yang agung belum berganti ke jubah tidurnya. Kawanan bertudung hitam itu saling memberi pesan menggunakan gerakan tangan. Mereka pun dengan cekatan melompat ke tempat yang telah menjadi daftar target mereka.
Krak!
Seperti itu kira-kira bunyi tulang leher milik para pelayan dan penjaga yang terputus dalam sekali plintiran. Tubuh mereka pun dijatuhkan dengan sangat hati-hati seperti menidurkan seorang bayi.
Aula kediaman itu masih terang dengan nyala lilin yang agaknya tidak membiarkan sang empunya beristirahat. Keluarga dan seluruh murid di kediaman itu masih dengan ceria bergurau satu sama lain sehabis makan malam menceritakan bagaimana hari mereka hari ini. Terutama seorang bocah berumur empat tahun yang menjadi pusat perhatian seluruh aula. Bocah itu begitu aktif menceritakan sesuatu yang dewasa tidak ada yang mengerti maksud ucapannya.
"Bagaimana harimu, anakku?" sang Master meraih anak itu dan menggendongnya tinggi-tinggi. Bocah yang kini merasa sedang terbang di atas langit itu kini tertawa riang. Dan bagaikan tersetrum, semua orang pun juga tertawa bersamanya.
"Menyenangkan, kakak seperguruan mengajakku untuk berenang hari ini!" serunya senang. Tidakah anak itu tau seseorang hampir tersedak karena perkataan polosnya? Siapa lagi kalau bukan si kakak seperguruan yang mengajaknya berenang, bukannya belajar.
Untung hati sang master sedang sangat baik, sehingga tidak ada nasihat panjang yang membosankan malam ini. Beliau masih dengan senang hati merespon anaknya mengoceh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blew Against The Emerald
FantasíaYeo Hwanwoong adalah murid angkat dari keluarga Son. Ia memiliki mimpi untuk menguasai ilmu kultivasi pedang dan membangun kembali Keluarga Yeo yang hancur karena serangan sekelompok perampok saat ia berumur 4 tahun. Dalam usahanya, ia bertemu denga...